Memerdekakan Hak Konstitusional Pemilih

SUDAH 32 kali Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi, Bagus itu perubahan maupun penghapusan tentang beleid ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden. Tetapi, Enggak Kepada yang ke-33 kalinya.

Mahkamah penjaga konstitusi itu akhirnya menghapus ketentuan presidential threshold yang selama ini tercantum pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Lazim (Pemilu). Majelis hakim MK menegaskan bahwa ambang batas tersebut bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, sekaligus juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan mengandung unsur ketidakadilan yang intolerable, serta Konkret-Konkret bertentangan dengan UUD 1945.

Argumen itulah yang menjadi dasar bagi MK Kepada bergeser dari pendirian dalam putusan-putusan sebelumnya mengenai uji materi ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden. Ditambah Tengah, beberapa kali pilpres yang selama ini didominasi partai politik peserta pemilu tertentu dalam pengusulan paslon, Membangun daulat rakyat terkikis.

Cek Artikel:  Pembuktian Independenitas tak sekadar Makan Siang

Hal itu berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih Kepada mendapatkan alternatif yang memadai terkait dengan Kekasih calon presiden dan wakil presiden. Bahkan, dengan mempertahankan ambang batas, Eksis kecenderungan Kepada selalu mengupayakan agar dalam setiap pilpres hanya terdapat dua paslon.

Membiarkan atau mempertahankan ambang batas pencalonan presiden, sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Pemilu, Pandai menggerus esensi Penyelenggaraan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat.

Oleh karena itu, putusan MK kali ini Jernih fenomenal. Putusan tersebut menjadi babak baru dalam lanskap demokrasi konstitusional Indonesia. Kini, parpol akan mencari calon terbaik, bukan seperti selama ini mencari koalisi dulu, baru dipikirkan calonnya.

Cek Artikel:  Konsistensi Perjuangan Demokrasi

Tetapi, putusan ini Enggak hanya soal pencalonan dalam pilpres, tapi juga bakal berdampak lebih jauh pada seluruh aspek demokrasi di negeri ini, bahkan pada implementasi ketatanegaraan.

Paktik kerja sama parpol di pemerintahan hasil pemilu dipastikan akan mengalami pergerseran. Intervensi koalisi besar Pandai dipastikan Enggak akan kental seperti dua periode pemerintahan yang telah berjalan.

Praktik politik transaksional Kepada mengamankan tiket pilpres juga Pandai dipastikan Enggak akan sepekat sebelum-sebelumnya. Mahar politik dan politik dagang sapi akan Pandai diminimalkan.

MK patut diapresiasi karena telah membuka gerbang menuju era demokrasi yang lebih terbuka. Dengan hilangnya ambang batas, parpol tentu akan lebih independen Kepada mencalonkan serta berbenah diri memperbaiki internal dan melakukan kaderisasi.

Dengan hak pencalonan presiden yang melekat di tiap-tiap parpol, tentu parpol akan terdorong Kepada belomba-lomba memunculkan calon-calon pemimpin yang Cocok-Cocok diharapkan rakyat, calon yang dekat dengan rakyat, bukan kandidat yang hanya diputuskan elitenya para elite.

Cek Artikel:  Pancarkan Keadilan di Sidang Sambo

Dengan sistem demokrasi yang makin terbuka ke depan, ruang-ruang elitis yang jauh dari rakyat Niscaya akan ditinggalkan dan kehilangan dukungan pemilih. Rakyat Enggak mau Tengah kandidat yang mereka inginkan Bahkan Enggak mendapatkan tiket Kepada maju dalam kontestasi demokrasi.

Seluruh pemangku kepentingan tentu harus segera merespons putusan MK ini, termasuk DPR RI yang tengah mengambil ancang-ancang Kepada merevisi paket undang-undang politik.

Sesuai dengan seluruh substansi legislasi tentang pemilu, maka Enggak hanya lantaran bersifat final dan mengikat sehingga putusan MK itu mesti diakomodasi, tetapi juga karena putusan tersebut lahir Kepada memberikan kemerdekaan hak konstitusional rakyat. Dan, rakyatlah pemilik mandat demokrasi.

 

Mungkin Anda Menyukai