Memelihara Antusiasme

ANTUSIASME Dapat kering, bahkan pupus. Kita Mengerti pikiran itu. Maka itu, antusiasme perlu dipelihara berkelanjutan.

Kekuatan fosil Dapat habis. Kita Mengerti pikiran itu. Maka itu, berpaculah Kepada menghasilkan Kekuatan terbarukan.

Mengekspor hasil tambang mentah tak memberi nilai tambah. Kita pun Mengerti pikiran itu. Maka itu, lakukanlah hilirisasi.

Seluruh seruan itu bukan perkara baru. Sering didengungkan. Tetapi, tanpa realisasi. Maka itu, perlulah diperbarui aktualitasnya, terutama di kala tutup tahun, agar tetap hangat tahun depan.

Ampun, saya belum pernah memegang tahi ayam. Akan tetapi, saya percaya bahwa dia hangat. Hal yang telah dibuktikan nenek moyang sehingga lahirlah peribahasa, ‘hangat-hangat tahi ayam’. Hangatnya hanya sejenak. Setelah itu, dingin. Terlupakan.

Jokowi kiranya bukan presiden yang hangat-hangat tahi ayam.

Cek Artikel:  Timbunan Rindu Mudik

Baiklah diapresiasi sikap keras hatinya sebagai pemimpin Kepada kita berhenti mengekspor hasil tambang mentah. Dari mana dimulai? Bukan dari pidato. Dari nikel.

Keputusan setop ekspor nikel itu diprotes Badan Perdagangan Dunia (WTO). Jokowi maju Lanjut. Emang gue pikirin apa kata WTO. Kata UUD 1945, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan Kepada sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Ayat konstitusi itu sering diperbincangkan, tetapi baru sekarang Konkret dilaksanakan. Presiden Jokowi meresmikan smelter yang dapat mengolah bijih nikel menjadi feronikel sehingga nilai tambah nikel meningkat 14 kali lipat. Bahkan, bila smelter tersebut memproduksi bijih nikel menjadi stainless steel, nilai tambah meningkat hingga 19 kali lipat.

Setelah nikel, tahun depan akhir, menyusul setop ekspor bauksit. Lewat minerba lainnya. “Dan akhirnya yang kita dapatkan apa? Industri di dalam negeri berkembang dengan sangat Segera,” kata Jokowi.

Cek Artikel:  Gaya Hidup Pejabat

Di situ terkandung antusiasme. Di situ bersemi semangat besar, kegairahan besar, kegembiraan yang besar. Di situ terekspresikan Watak bangsa, yakni berani berdiri tegak melawan kepentingan negara-negara besar yang selama ini menikmati nilai tambah karena kita ‘malas mengolah’. Pemalas itu merasa rakyat telah disejahterakan dengan mentah-mentah mengekspor hasil tambang mentah.

Kajian Daron Acemoglu dan James A Robinson mengenai ‘mengapa negara gagal’ yang terkenal itu menyodorkan sindiran yang pas Kepada para pemimpin kita di masa Lewat. Katanya, negara gagal karena elite negara ‘just too happy to extract resources’.

Besok kita memasuki tahun baru. Kiranya bukan Tengah tahun pandemi yang menakutkan karena kita telah divaksin dan Kukuh berdisiplin menaati protokol kesehatan. Kita terlatih dengan kenormalan baru. Kita masuk mal lebih dulu menjepretkan barcode di Pedulilindungi yang terinstal di HP kita. Seluruh perilaku kita ini menyuburkan antusiasme bahwa kita Pandai mengatasi pandemi dan serentak dengan itu ekonomi dipulihkan.

Cek Artikel:  Solusi yang Menyengsarakan

Tahun 2022 tahun politik. Orang kian ramai bicara calon presiden. Ini juga memicu antusiasme tersendiri. Siapakah dia gerangan yang dapat melanjutkan antusiasme Jokowi sehingga Seluruh mineral dari perut bumi diolah dulu baru diekspor?

Baiklah dikenali pemimpin yang ‘malas mengolah’ yang ‘just too happy to extract resources’. Pemimpin Jenis itu, Apabila dibandingkan dengan legacy Jokowi, sudah lewat masanya.

Mungkin Anda Menyukai