Meme malah Dijadikan Kejahatan Luar Lazim

DUA sosok membetot perhatian publik pada awal bulan ini. Keduanya tersangka Demi kasus berbeda dan berbeda pula perlakuan yang diterima. Mereka ialah mahasiswi Institut Teknologi Bandung berinisial SSS dan mantan Ketua KPK Firli Bahuri.

SSS ditangkap Bareskrim Polri pada Selasa (6/5) dan keesokannya ditetapkan sebagai tersangka kemudian ditahan. SSS ditangkap karena mengunggah meme Presiden Prabowo dengan Presiden Ketujuh RI Joko Widodo. Penahanan SSS lantas ditangguhkan pada Minggu (11/5), tetapi status tersangka tetap melekat. Penanganan kasus SSS jauh lebih garang ketimbang kasus Firli.

Selang tiga hari setelah penangkapan SSS, pada Jumat (9/5), nama Firli disebut Ketika pemeriksaan saksi penyidik KPK Rossa Purbo Bekti dalam persidangan dengan terdakwa Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto.

Kata Rossa, Firli Ketika Lagi menjabat Ketua KPK sengaja membocorkan perihal rencana operasi tangkap tangan terhadap Harun Masiku. Sejak 2020 hingga kini Harun Masiku Lagi buron. Sejauh ini KPK belum berencana memeriksa Firli.

Firli, pensiun dengan menyandang pangkat komisaris jenderal kepolisian atau perwira tinggi bintang tiga, sudah ditetapkan Polda Metro Jaya sebagai tersangka pada 22 November 2023 dalam kasus dugaan korupsi.

Apakah hukum hanya rancung kepada SSS, mahasiswi dari Fakultas Seni Jenis dan Desain ITB, tetapi amat puntul terhadap Firli yang pensiun dengan menyandang pangkat komisaris jenderal kepolisian atau perwira tinggi bintang tiga?

Cek Artikel:  Melucuti Hak Pilih ASN

SSS dan Firli mestinya sama di depan hukum karena konstitusi menyatakan segala Anggota negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum. Meski demikian, Eksis adagium yang menyebutkan facta sunt potentiora verbis, fakta lebih kuat daripada kata-kata.

Fakta kasatmata ialah SSS ditangkap langsung ditahan meski lima hari kemudian penahanannya ditangguhkan. Akan tetapi, Firli sudah 18 bulan berstatus tersangka, tetapi kasusnya didiamkan sehingga ia tetap menghirup udara bebas. Enggak sedetik pun ditangkap dan ditahan.

Apabila menilik pasal yang disangkakan, ancaman hukuman terhadap SSS malah jauh lebih ringan ketimbang Firli. SSS dijerat dengan Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait dengan penyiaran informasi elektronik yang Mempunyai muatan melanggar kesusilaan. Ancaman hukumannya 6 tahun penjara.

SSS juga diancam dengan Pasal 51 ayat (1) juncto Pasal 35 UU ITE terkait dengan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, dan perusakan informasi elektronik dan/atau Berkas elektronik. Ancaman hukumannya 12 tahun penjara.

Cek Artikel:  Pejabat Narsistik

Firli dijerat Pasal 12e atau Pasal 12B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lelet 20 tahun.

Ancaman hukum itu sama sekali bukan Unsur penentu seorang tersangka ditahan atau Enggak. Penahanan merupakan kewenangan subjektif yang diatur dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP. Kewenangan subjektif itu Enggak bertentangan dengan UUD 1945 berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 018/PUU-IV/2006, Copot 20 Desember 2006.

Pasal 21 ayat (1) KUHAP berbunyi: ‘Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana’.

Harus tegas dikatakan bahwa mestinya penindakan atas kasus korupsi jauh lebih garang ketimbang kasus pembuatan meme. Lebih garang karena korupsi telah dikategorikan sebagai tindak pidana luar Lazim. Bahkan berdasarkan Statuta Roma, korupsi disejajarkan dengan kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan Invasi.

Cek Artikel:  Menyembunyikan Kematian

Publik Maju-menerus mengingatkan pihak kepolisian Demi menuntaskan kasus Firli. Eksis pihak yang melakukan prapradilan terkait dengan mangkraknya kasus tersebut meski gugatan ditolak. Tak elok bila Firli disandera status tersangka berlama-lelet.

Sebaliknya publik melancarkan kritik keras atas penersangkaan SSS. Tak cukup ditangguhkan, publik pun menuntut polisi agar menghentikan kasus dan segera membebaskan SSS dari pidana.

Apabila kasus SSS dihentikan, hal itu sejalan dengan pernyataan Kepala Kantor Kepresidenan Hasan Nasbi bahwa anak muda semestinya cukup dibina dalam mengutarakan pendapat, Enggak perlu Tamat diganjar hukuman.

Meme yang dibuat SSS dinilai sebagai Aktualisasi diri kebebasan berpendapat. Kiranya pendapat Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 105/PUU-XXII/2024 menjadi pertimbangan, bahwa kebebasan berpendapat melalui media sosial oleh setiap individu Sepatutnya digunakan dengan bijak dan dengan penuh tanggung jawab serta menghormati hak-hak orang lain.

Jangan Tamat perlakuan hukum yang berbeda atas SSS dan Firli memunculkan tafsiran bahwa meme telah dijadikan sebagai kejahatan luar Lazim dan korupsi turun kelas menjadi kejahatan Lazim-Lazim saja.

Mungkin Anda Menyukai