MENGAPA korupsi Lagi Maju beranak-pinak di negeri ini padahal korupsi dilabeli sebagai kejahatan luar Normal? Jawabannya Dapat merujuk pada pernyataan Kaisar Prancis Napoleon Bonaparte. Kata dia, dunia ini menderita bukan karena tindakan dari orang-orang jahat, melainkan karena orang-orang Berkualitas yang hanya Hening.
Orang-orang Berkualitas mestinya Tak boleh Hening, harus terlibat langsung dalam perang melawan korupsi. Akan tetapi, praktiknya, Bahkan orang-orang Berkualitas balik dikriminalisasi tatkala mereka bersuara dan mengadukan korupsi. Pelapor berujung tersangka.
Pada mulanya Nurhayati tergerak Kepada menjadi orang Berkualitas yang menolak Hening. Selaku Bendahara atau Kaur (Kepala Urusan) Keuangan Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Nurhayati melaporkan dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Citemu Tahun Anggaran 2018-2020.
Pelaporan Nurhayati ditindaklanjuti kepolisian. Supriyadi, Kepala Desa Citemu, ditetapkan sebagai tersangka. Sialnya, Nurhayati malah dijadikan sebagai tersangka. Lewat video, Nurhayati mengaku kecewa. “Di ujung akhir tahun 2021, saya ditetapkan sebagai tersangka atas dasar karena petunjuk dari Kejari Sumber Cirebon,” ungkap Nurhayati.
Sudah banyak orang senasib Nurhayati di negeri ini. Padahal, pengaduan masyarakat menjadi pintu masuk mengungkap kasus korupsi. Dari laporan masyarakat, para pengerat Fulus rakyat dijerat Lewat diseret ke meja hijau dan dihukum.
Nurhayati harus dibela Kalau Tak Ingin nasib suram pemberantasan korupsi di masa depan. Dibela karena tindakannya sejalan dengan kebijakan negara yang berpihak kepada pelapor tindak pidana korupsi.
Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Langkah Penyelenggaraan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. PP tersebut diteken pada 17 September 2018.
Bukan hanya dilindungi, dalam PP 43/2018, pelapor pun diberikan penghargaan. Mereka yang melaporkan kasus korupsi Dapat mendapat Iuran pertanggungan sebesar 2 permil dari jumlah kerugian keuangan negara yang dapat dikembalikan atau maksimal Rp200 juta. Sementara itu, pelapor kasus suap menerima 2 permil dari nilai suap atau hasil lelang barang rampasan dengan nilai maksimal Rp10 juta.
Malang nian nasib Nurhayati. Bukannya diapresiasi malah dikriminalisasi. Padahal, PP 43/2018 memerintahkan aparat penegak hukum Kepada memberikan perlindungan hukum kepada pelapor yang laporannya mengandung kebenaran seperti diatur dalam Pasal 12 ayat (2).
Penegak hukum yang dimaksud dalam PP 43/2018 ialah aparat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia. Tetapi, pemberian perlindungan hukum kepada pelapor, menurut PP itu, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di situlah letak persoalannya. Hanya KPK yang secara eksplisit diperintahkan undang-undang Kepada melindungi saksi atau pelapor. Pasal 15 huruf a UU 30/2002 tentang KPK, terakhir diperbarui dengan UU 19/2019, menyebutkan KPK berkewajiban memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi.
Undang-Undang 16/2004 tentang Kejaksaan dan UU 2/2002 tentang Kepolisian memang mengatur tugas dan wewenang kedua lembaga tersebut di bidang tindak pidana Spesifik. Akan tetapi, Tak satu pun pasal atau ayat, sebagaimana UU KPK, yang mewajibkan kejaksaan dan kepolisian melindungi saksi atau pelapor. Karena itu, Dapat dipahami, dalam kasus Nurhayati kedua lembaga tersebut terkesan Tak memberikan perlindungan.
Sudah Betul apabila KPK turun tangan Kepada memberikan perlindungan hukum terhadap Nurhayati Asal Mula berdasarkan UU KPK, KPK bertugas melakukan Pemeriksaan terhadap instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi. Bahkan, KPK berwenang mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
KPK sangat berkepentingan melindungi pelapor. Tanpa partisipasi masyarakat, mustahil korupsi Dapat diberantas. Diakui atau Tak, keberhasilan KPK memberantas korupsi selama ini karena laporan masyarakat.
Berdasarkan Laporan Tahunan 2020, sepanjang 2020, KPK menerima 4.151 laporan masyarakat. Sebanyak 1.429 laporan di antaranya merupakan pengaduan terkait tindak pidana korupsi yang telah diverifikasi. Banyak laporan yang masuk, dilakukan Pengecekan, Tak lebih dari 50% laporan layak Kepada ditindaklanjuti dan ditangani KPK.
Membinasakan korupsi harus melibatkan partisipasi masyarakat. Akan tetapi, ketika nasib pelapor berujung menjadi tersangka, itu namanya membinasakan. Pelapor mestinya dibina, bukan dibinasakan.