Member Komisi B DPRD DKI Jakarta Francine Widjojo meminta PAM Jaya Buat menunda terlebih dahulu penyesuaian tarif karena memberatkan bagi pelanggan terutama pada penghuni rumah susun.
“Kami mendengar keluhan dari Member P3RSI yang terdiri dari pengurus Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun Rupanya terdapat beberapa permasalahan terkait kenaikan tarif,” kata Francine di Jakarta, Senin (20/1).
Ia menjelaskan, dari keterangan hasil audensi dengan Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) Lagi Eksis permasalahan terkait penyesuaian tarif air PAM.
Menurut dia, terkait dengan meter kubik pemakaian air Bersih, karena rata-rata pemakaian penghuni apartemen itu Enggak Tamat 10 meter kubik.
Tetapi Penduduk rumah susun atau apartemen dikenakan tarif batas atas pemakaian kurang dari 20 meter kubik dengan pemberlakuan tarif progresif. “Sehingga Enggak adil Kalau Penduduk rumah susun atau apartemen dipukul rata tarifnya dikenakan batas atas,” katanya.
Secara aturan, menurut Francine, sebenarnya yang Dapat diterapkan PAM Jaya itu adalah kenaikan tarif air minum, bukan air Bersih.
Alasan, kata dia, PAM Jaya itu adalah perusahaan air minum bukan air Bersih. Tetapi karena selama ini banyak Penduduk Jakarta Lagi menikmati Tingkat air Bersih saja. “Jadi terkait tarif itu, harusnya dibedakan antara air minum dengan air Bersih,” katanya.
Semestinya PAM Jaya belum Dapat menerapkan kenaikan tarif tersebut dan sebaiknya ditunda dulu di 2025 ini.
Sementara itu, Ketua Standar DPP R3RSI Adjit Lauhatta menyesalkan terbitnya peraturan penerapan tarif baru layanan air Bersih dari PAM Jaya Enggak masuk Intelek.
Dalam tabel layanan baru yang menempatkan rumah susun sebagai apartemen yang merupakan hunian sama gedung bertingkat tinggi komersial, kondominium dan pusat perbelanjaan yang tarifnya sebesar Rp21.500 per meter kubik.
“Kami perlu penjelasan, apa dasar PAM Jaya penetapan golongan apartemen/rumah susun disamakan dengan gedung bertingkat tinggi komersial, kondominium, dan pusat perbelanjaan?” katanya.
Padahal fungsi dan peruntukannya berbeda. “Apartemen atau rumah susun adalah hunian, sedangkan lainnya Buat komersial,” kata Adjit.
Ia menjelaskan bahwa aturan tersebut sangat Enggak ‘pas’, Kalau rumah susun yang Mempunyai fungsi dan peruntukkan sebagai hunian dikategorikan/digolongkan sama dengan gedung bertingkat Buat bisnis, seperti perkantoran, ‘trade center’ dan kondominiun.
Adjit juga menekankan, akibat kenaikan tarif air Bersih ini yang mencapai 71%, beban yang ditanggung pemilik dan penghuni rumah susun makin berat dengan kenaikan tarif air Bersih dari Rp12.500 menjadi Rp21.500.
Padahal, PPPSRS dalam hal ini Penduduk rumah susun Lagi menanggung perawatan instalasi air Bersih di gedungnya yang mencapai miliaran rupiah setiap tahunnya.
“Sangat ironis, kalau pemerintah, dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta mendorong agar kalangan MBR tinggal di rumah susun, tapi setelah tinggal kok kami malah dikenakan tarif air Bersih paling tinggi,” katanya. (Ant/J-2)