PERWAKILAN Green Building Council Indonesia Ariko Andikabina menuturkan anak muda memiliki pilihan untuk membangun rumah rendah karbon. Pembangunan rumah rendah karbon, ujarnya, bisa dilakukan sejak dimulainya desain, pengumpulan material, hingga tahap pembangunan.
“Jadi basisnya harus pendekatan pasif tidak menggunakan alat aktif menggunakan sumber energi. Karena jika penerapan bangunan atau rumah rendah karbon sudah dimulai sejak tahap design,” kata Ariko kepada Media Indonesia, Selasa (1/10).
Ia melakukan perbandingan energi yang dipakai untuk membangunan beberapa tipe rumah. Dengan memillih tipe rumah yang semakin mewah, ujarnya, ternyata membutuhkan lebih banyak energi. Tetapi, terang Ariko, untuk rumah sederhana energi karbon yang dikeluarkan tidak begitu banyak.
Baca juga : Gaya Hidup Korea Mulai Diadaptasi di Industri Perumahan
“Dugaannya sementara itu terkait sama penggunaan material. Jadi, jika mau milih material disusahkan pakai material lokal karena kalau material lokal berarti jejak karbonnya jadi pendek dari sumber materialnya,” ujar dia.
Material lokal yang dimaksud ialah kebutuhan akan batu bata bisa didatangkandari produsen terdekat sehingga meminimalisasi jejak karbon. Ariko menegaskan tidak perlu mendatangkan batu bata dari kota atau negara lain yang meninggalkan jejak karbon lebih banyak.
“Dapat dihitung berapa ribu kilometer berapa banyak liter solar atau bahan bakar yang dipakai dan perhitungan lainnya. Ketika rumah mewah dengan pilihan materialnya banyak dan tidak lokal membuat embodied karbonnya jadi lebih tinggi,” ujar dia.
Ariko menuturkan anak muda yang ingin membeli rumah dapat mencari pasar perumahan dan mulai mengukur penggunaan energinya baik ketika pemilihan bahan baku maupun membangun. Arsitek, ujar dia, juga berperan penting dalam mengambil pilihan untuk membangun rumah rendah karbon.