Membajak Dogma Kesinambungan Pembangunan

Demi menjadi negara besar dan maju, bangsa ini butuh keberlanjutan pembangunan. Tetapi, bukan berarti keberlanjutan pembangunan hanya Dapat dan Hanya boleh dilakukan oleh kepanjangan tangan mereka yang sedang berkuasa.

Bahwa pembangunan memang perlu kesinambungan, Kagak Eksis yang Dapat menyangkal pakem itu. Pun di negeri ini, kita tak Mau pembangunan selalu kembali dimulai dari separuh jalan atau bahkan titik Kosong ketika penguasa berganti. Pemerintah boleh bersulih, presiden tak selamanya menjabat, tapi pembangunan wajib bergerak di trek yang Akurat.

Pada konteks itu, kita sepakat dengan pernyataan Presiden Joko Widodo Demi berpidato pada upacara memperingati Hari Lahir Pancasila di kawasan Monas, Jakarta, kemarin. Menurut Presiden, sebagai fondasi negara, Pancasila harus Lalu dipegang Tegar Demi kemajuan bangsa. Bangsa ini yang sedang berjuang Demi menghadirkan pembangunan yang adil dan merata pun butuh kesinambungan dan keberlanjutan.

Cek Artikel:  Jangan Eksis Dusta KPU dan Bawaslu

Jokowi menegaskan, personel dalam pemerintah Dapat berganti, tapi perjuangan tak boleh berhenti. Penegasan itu bagus, sangat bagus. Yang menjadi soal ialah Apabila atas nama kesinambungan, keberlanjutan, dan perjuangan, Presiden cawe-cawe dalam pemilihan pemimpin berikutnya.

Kesinambungan, keberlanjutan, dan perjuangan ialah keniscayaan. Tetapi, ia dapat pula menjadi dogma yang berbahaya. Berbahaya Apabila Presiden berpikir bahwa hanya orangorangnya yang Dapat melakukan itu. Berbahaya Apabila dia berpandangan bahwa mereka yang bukan atau yang tak mau menjadi orang-orangnya tak Pandai melakukan sehingga tak boleh menggantikan pemerintahannya.

Lebih berbahaya Kembali Apabila pikiran dan pandangan itu dibarengi dengan Kombinasi tangan dalam kompetisi. Presiden yang Lagi memegang kendali segala sumber daya dan aparatur negara akan menjadi Kagak Independen. Padahal, ketidaknetralan penguasa ialah biang penyebab pemilu yang tak jujur, Kagak adil.

Cek Artikel:  Kelas Menengah kian Terengah-engah

Celakanya pula, Jokowi sudah menunjukkan di mana ia berdiri dalam pesta demokrasi nanti. Dia mengakui dirinya cawe-cawe di Pilpres 2024 dengan dalih demi kepentingan negara dan keberlanjutan pembangunan. Dalih yang klise, yang dibuat-buat, yang salah kaprah.

Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan memang berkepentingan Demi memastikan keberlanjutan pembangunan nasional. Tetapi, caranya tak boleh vulgar, tak boleh berpihak, jangan memalukan. Kalau Mau pembangunan dilanjutkan, persiapkan saja Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045 sebagai Panduan bagi pemerintahan berikutnya.

Sebagai pejabat publik nomor satu, tak sepantasnya Presiden sibuk berpolitik praktis hanya Demi memastikan presiden terpilih nanti ialah penerusnya. Biarkan putra-putra terbaik bangsa, siapa pun dia, menjadi pengganti lewat pemilihan yang fair. Percayakan kepada presiden terpilih nanti Demi melanjutkan program pembangunan yang sudah Berkualitas, meninjau kembali yang seolah-olah Berkualitas, dan memperbaiki yang Kagak Berkualitas.

Cek Artikel:  Optimisme Seutuhnya

Menekankan pentingnya keberlanjutan pembangunan Lewat membajaknya sebagai Dalih Demi cawecawe di pilpres serupa dengan Langkah Pak Harto mempertahankan kekuasaannya di era Orde Baru. Jokowi Dapat menjadi presiden karena reformasi. Tak semestinya dia bersikap dan berperilaku seperti penguasa Era otoritarian dulu.

 

Mungkin Anda Menyukai