Membaca Kelindan antara Kaesang dan PSI

Membaca Kelindan antara Kaesang dan PSI
Aditya K. Cahna(Dok pribadi)

SEJAK didirikan pada 16 November 2014, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) telah muncul sebagai kekuatan politik yang relatif baru di Indonesia dengan visi utamanya untuk melakuakn perubahan dan mengusung semangat perubahan yang digelorakan oleh anak-anak muda.

Baca juga: Dinasti Politik Jokowi dan Kemunduran Demokrasi Mendunia

Sebagai partai yang didominasi oleh generasi muda itulah, PSI membawa pandangan yang segar dan terbilang berani untuk mengambil resiko dan terus mempromosikan anak muda.

Buktinya, baru-baru ini PSI secara resmi telah berganti nahkoda; dari Ganesha menjadi Kaesang Pangarep. Sebagai putra dari Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep tentu telah lama mengepakkan namanya dalam sorotan publik.

Tetapi, pemilihan Kaesang sebagai Ketua Biasa PSI adalah langkah yang menarik, mengingat partai ini dikenal sebagai partai yang mewakili suara generasi muda dan progresif. Kaesang membawa sejumlah harapan dan tantangan dengan posisinya ini, terutama dalam konteks Bonus Demografi 2045.

Tetapi, terpilihnya Kaesang sebagai ketua umum PSI tentu tidak lepas dari tantangan. Maksudkel ini secara khusus memperimbangkan argumen dari Kapoor dan Solomon (2011) yang menyebut bahwa perbedaan genarasi seorang pemimpin menyebabkan adanya perbedaan terutama dalam cara berkomunikasi dan gaya kepemimpinan mereka.

Pada satu sisi, harus diakui bahwa Kaesang memiliki potensi besar untuk memperbaiki kondisi politik di Indonesia, tetapi pada sisi yang lain tidak dapat dipungkiri bahwa ia juga sama potensialnya untuk melakukan kesalahan.   

Cek Artikel:  Upaya Menjaga Independenitas Media

Tantangan Kaesang dan PSI
Politik Indonesia adalah arena yang sangat kompetitif dan sering kali didominasi oleh partai-partai besar yang sudah mapan. Sebagai figur yang relatif fenomenal di kalangan anak muda, keterlibatan Kaesang ke dalam PSI tentu dapat membantu partai ini dalam menghadapi tantangan dan menciptakan perubahan yang lebih besar dalam sistem politik di Indonesia.

Tetapi, keterjalinan ini juga menghadapi potensi-potensi dan tantangan yang perlu diperhatikan.
Sebagai seorang tokoh muda yang dikenal luas, Kaesang Pangarep akan menghadapi tekanan besar dari berbagai pihak.

Misalnya, publik menaruh harapan sangat tinggi terhadapnya; ia dituntut untuk benar-benar merepsentasikan suara anak muda dan masyarakat secara umum, dan jika ekspektasi ini tidak terpenuhi, itu dapat saja membuat anak muda kecewa terhadapnya.

Pada sisi yang lain, keterjalinan antara individu dan partai politik adalah hal yang cukup rumit. PSI adalah partai yang terdiri dari beragam pandangan dan aspirasi. Membangun persatuan visi dan misi antara Kaesang dan seluruh anggota PSI akan menjadi tantangan yang signifikan.

Paul S. Herrnson (2009), menjelaskan bahwa munculnya konflik di kalangan internal partai bisa disebabkan karena adanya keragaman karakter, sifat, tingkah laku yang seseorang miliki tidak sama dengan yang lainnya.

Sebuah konflik dalam internal partai tentu tidak bisa dihindari. Dengan kata lain konflik selalu muncul dan pasti terjadi di setiap partai dan yang menjadi tugas berat Kaesang di PSI selanjutnya adalah bagaimana ia mampu untuk menangani potensi konflik tersebut secara arif dan bijak.

Cek Artikel:  Diplomasi Kemanusiaan NU-Muhammadiyah

Selain itu, keterkaitan Kaesang dengan keluarga Presiden Jokowi mungkin menjadi sumber keraguan bagi beberapa pihak. Terlepas dari kesungguhan dan kemampuan Kaesang, ada kemungkinan bahwa beberapa orang akan menilai tindakannya dari perspektif hubungan keluarga daripada kemampuannya sebagai pemimpin politik.

Hal ini semakin diperumit berhubung persaingan politik di Indonesia sangat ketat, dan PSI adalah partai yang relatif baru. Kaesang dan PSI perlu bersaing dengan partai-partai yang sudah mapan dan memiliki basis dukungan yang kuat. Tetapi demikian, tantangan-tantangan tersebut tentu tidak perlu dijadikan Kaesang sebagai beban, ia harus mampu menunjukkan kepada publik bahwa dirinya mampu untuk mengatasi potensi konflik tersebut.  

Meskipun pemimpin muda dalam PSI seperti Kaesang membawa banyak aset berharga dalam politik dan masyarakat, mereka juga dihadapkan pada sejumlah masalah. Robin Ramcharan (2016) dalam “Internal Political Conflict In Southeast Asia: The Root Causes Of Conflict During Transitions To Democracy,” merekam bahwa konflik politik salah satunya bisa terjadi karena adanya resistensi atau penolakan terhadap perubahan dari generasi yang lebih tua, yang sering kali memegang kendali dalam politik.

Laesang tentu harus bekerja keras untuk membangun kredibilitas dan pengalaman yang dibutuhkan untuk mengemban tanggung jawab politik dengan baik.

Karena itu, jika kita mengharapkan masa depan politik Indonesia yang lebih cerah dan berkelanjutan, penting kiranya bila kita terus memberdayakan pemimpin muda seperti Kaesang dan partai politik seperti PSI. Dorongan ini bukan didasarkan atas keberpihakan bahwa Kaesang adalah anak presiden dan hal-hal privilese lainnya.

Cek Artikel:  Audit Bisnis dan HAM, Upaya Memutus Tragedi Kecelakaan Kerja

Ini didasarkan pada alasan bahwa kolaborasi antara generasi yang berbeda, dengan pertukaran gagasan dan pengalaman yang konstruktif, adalah kunci untuk mencapai tujuan bersama.

Keterjalinan Kaesang Pangarep dan PSI dalam politik Indonesia membawa potensi untuk membawa perubahan positif dalam dinamika politik Indonesia. Dalam sebuah negara dengan bonus demografi yang menonjol, kehadiran pemimpin muda sangat penting untuk dipertimbangkan.

Kaesang bisa menjadi penggebrak awal menuju perubahan-perubahan tersebut. Tetapi, seperti ditekankan di awal, bahwa tantangan tidak boleh diabaikan. Demi menjadikan keterjalinan ini berhasil, Kaesang dan PSI perlu bekerja keras dalam mengatasi berbagai beban harapan dan mendefinisikan visi dan misi yang kuat.

Kaesang dan PSI harus terus berkomitmen untuk menjaga agar politik Indonesia tetap bersifat inklusif dan berfokus pada perbaikan bangsa, bukan hanya sebagai wadah pencapaian pribadi.

Keterjalinan Kaesang Pangarep dan PSI adalah sebuah eksperimen politik yang menarik. Waktulah yang akan menentukan apakah ini akan membawa perubahan positif dalam politik Indonesia atau hanya menjadi salah satu babak baru dalam dinamika politik yang selalu berubah di negara ini. Yang pasti, keterjalinan ini mengingatkan kita akan peran penting generasi muda dalam merumuskan masa depan Indonesia.

Mungkin Anda Menyukai