Memaklumi Kekerasan

ADAKAH pembenaran Kepada tindakan kekerasan? Bolehkah atas Dalih membalas kekerasan verbal Lampau kita bebas melakukan kekerasan Kembali? Kalau itu ditanyakan kepada saya, izinkan saya menjawab lugas: Bukan.

Bagi saya, dan saya Serius bagi sebagian besar yang lain, kekerasan Bukan boleh mendapatkan tempat di negeri ini. Negeri ini majemuk. Sekali tindakan kekerasan dibiarkan, bahkan dimaklumi, bangunan kemajemukan akan keropos. Apalagi Kalau pemakluman itu berkali-kali, bangunan kemajemukan akan runtuh.

Tetapi, di jagat media sosial, saya mungkin minoritas. Lebih banyak orang (minimal dari sejumlah grup pertukaran pesan yang saya ikuti) Lagi Pandai memaklumi tindakan kekerasan itu. Sebagian membenarkan. Sebagian Kembali malah seperti ‘merayakan’ aksi primitif itu layaknya tengah berselebrasi karena tim sepak bola kesayangan mereka memenangi laga.

Itu setidaknya kesan yang saya tangkap dari kasus penganiayaan dan penelanjangan terhadap Ade Armando Ketika aksi mahasiswa awal pekan ini. Sepertinya Terdapat dua maksud atas aksi tersebut. Penganiayaan atas Ade seolah mengirim pesan agar dia bungkam, menghentikan pernyataan-pernyataan kontroversialnya di media sosial. Penelanjangan Pandai dianggap bermaksud mempernalukan Ade di depan khalayak.

Cek Artikel:  Formula E bukan Moto-GP

Kesan itu saya dapat Ketika menyaksikan sejumlah video kekerasan yang menimpa Ade Armando. Di tengah keramaian itu, entah berapa banyak yang memukulnya beramai-ramai hingga Ade terjatuh. Bukan hanya dipukuli, Ade juga diinjak-injak. Pakaiannya dilucuti.

Ade terguling. Dua tangannya melindungi Persona yang di sejumlah bagian mulai berdarah. Celana panjangnya dilucuti. Ia nyaris ditelanjangi. Dua aksi itulah yang saya baca sebagai pembalasan dendam dan mempermalukan.

Kekerasan itu dilakukan bukan karena Ade menentang agenda demonstran. Ade malah selaras dengan isu menolak penundaan pemilu. Akademisi UI itu juga menolak perpanjangan masa jabatan presiden, apalagi menambah periodisasi jabatan presiden menjadi tiga periode.

Saya menduga, Ade diincar karena jejak digital. Ia selama ini sangat kritis terhadap para pembenci Jokowi. Ade juga sangat suka ‘memancing’ dengan menggunakan istilah-istilah kontroversial seperti ‘kadrun’, ‘azan Bukan Bersih’, ‘salat Bukan mesti 5 kali’, ‘Allah bukan orang Arab’, dan ‘Islam Bukan haramkan LGBT’.

Cek Artikel:  Debat tanpa Terdapatb, Ngeles kayak Bajaj

Itulah hulu dari incaran. Jejak itulah yang menyulut amarah. Itu terekam, misalnya, Ketika penganiayaan dilakukan, Terdapat yang berseru: ‘munafik!’, ‘darahnya halal!’, ‘pengkhianat!’ Terdengar pula Bunyi bersahutan, “Buzzer, buzzer, bulan puasa, munafik, pengkhianat, penjilat.”

Segala sumpah serapah berhamburan mengiringi penganiayaan yang dirayakan. Para pembenci Ade Armando seperti tengah menikmati Podium besar aksi balas dendam karena hanya di situ mereka merasa menang. Terdapat yang berargumen Ade tak Pandai disentuh hukum pengadilan, mesti diselesaikan dengan hukum jalanan.

Betul kata Mahatma Gandhi, “Kebencian dan intoleransi adalah musuh terbesar masyarakat majemuk.” Mengendalikan, apalagi menaklukkan, musuh besar keragaman jauh dari kata gampang. Lebih mudah menyulut permusuhan dan kekerasan ketimbang membangun perdamaian dan perdebatan yang beradab. Lebih Suka menyalahkan korban ketimbang mengecam kekerasan.

Cek Artikel:  Monster Kekuasaan

Musuh besar itu Pandai dikalahkan oleh social trust, kepercayaan ‘berjemaah’. Kebencian, intoleransi, dan akhirnya kekerasan beranak-pinak karena social distrust, ketidakpercayaan sosial dan kecurigaan massal yang Lanjut disemai. Kita boleh benci Separuh Wafat atau benci tapi rindu kepada orang lain, tapi ketika Terdapat social trust, kebencian itu Bukan Tiba merusak.

Dalam Kitab Bersih Tuhan telah menyeru: Berlaku adillah, bahkan kepada orang yang Anda benci, karena keadilan itu dekat kepada takwa. Tapi, rupanya seruan itu belum menyentuh ke Sekalian orang, bahkan orang yang telah berkali-kali khatam membaca Kitab Bersih.

Rupanya, pekerjaan rumah kita Lagi sangat besar karena Lagi banyak yang memaklumi kekerasan. Lagi Terdapat social distrust di antara kita.

Mungkin Anda Menyukai