Melibas Mafia bukan cuma Kata-Kata

MENTERI Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD kembali blak-blakan mengumbar fakta betapa buruknya penegakan hukum di Indonesia. Keterusterangan seperti itu bagus, tetapi tidak cukup dilakukan oleh seorang menteri yang bertanggung jawab mengoordinasi penerapan hukum yang baik, yang semestinya.

Mahfud yang belakangan rajin bersuara, lagi-lagi menyuarakan bagaimana karut-marutnya kecurangan aparat penegak hukum. Dia menyebut, penegak hukum yang seharusnya membasmi mafia justru melindungi mafia. Macam-macam-macam mafia yang dibekingi aparat penegak hukum. Terdapat mafia tanah, mafia nikel, mafia narkoba, sampai mafia perdagangan gelap pasal-pasal hukum. Tentu perlindungan itu tak cuma-cuma, pasti ada uang yang berbicara.

Mahfud juga memaparkan, aparat hukum yang selayaknya memastikan terpidana menjalani hukuman sesuai ketentuan justru mengistemewakan di penjara. Saking istimewanya terpidana, utamanya koruptor, mereka mendapat sel mewah. Terdapat pula sel cadangan untuk menjamu teman, entah laki-laki entah perempuan. Tentu fasilitas itu tak gratis, pasti ada uang besar sebagai penebusnya.

Cek Artikel:  Pertaruhan Pemberantasan Korupsi

Tetap menurut Mahfud, kala memberikan kuliah umum tentang Kesempatan dan Tantangan Demokrasi yang Bermartabat di Universitas Airlangga Surabaya yang disiarkan di Youtube, kemarin, koruptor kelas kakap juga leluasa lepas dari kungkungan penjara. Koruptor bekas anggota DPR, misalnya, bisa dengan mudah bertemu dan mengajak sarapan rekannya di hotel mewah di Jakarta. Tentu dia tak keluar dari penjara begitu saja, pasti ada uang suap kepada sipir sebagai imbalannya.

Memang, tidak semua aparat penegak hukum berperilaku buruk. Tetapi, apa yang diungkapkan Mahfud, itulah potret buram, sangat buram, penegakan hukum di negeri ini. Bukan kali ini pula Mahfud membongkar aib tersebut.

Masyarakat pun sebenarnya tak kaget, tak heran, karena permainan kotor aparat penegak hukum sudah menjadi pengetahuan umum. Bukan rahasia lagi, narkoba tak habis-habis karena ada aparat yang ikut bermain di dalamnya. Bukan rahasia pula, korupsi kian menjadi lantaran tidak ada efek jera sebagai imbas dari kebaikan hati para penegak hukum.

Cek Artikel:  Bijak Terapkan Putusan MA

Mengakui bahwa masih banyak kekurangan dalam diri ataupun kelompoknya ialah sikap baik. Pengakuan Mahfud bahwa masih banyak aparat penegak hukum yang justru merusak hukum juga baik. Akan tetapi, akan lebih baik jika pengakuan itu dibarengi dengan upaya keras untuk memperbaikinya. Tetapi, harus kita katakan, hingga kini perbaikan itu masih jauh panggang dari api.

Tetap merajalelanya korupsi merupakan pertanda bahwa pemerintah, termasuk Menko Polhukam, gagal mengorkestrasi pemberantasan kejahatan luar biasa itu. Bukankah kepolisian, kejaksaan, bahkan kini Komisi Pemberantasan Korupsi, berada di rumpun eksekutif? Bukankah pula Kementerian Hukum dan HAM yang membawahi sipir penjara juga menjadi lingkup koordinasi Menko Polhukam?

Kita menyambut positif Mahfud jujur mengatakan apa adanya perihal bopeng-bopeng penegakan hukum. Persoalannya, kejujuran seperti itu tak ada artinya jika sekadar kata-kata. Memaparkan bahwa masih banyak mafia hukum memang bisa menjadi pelecut bagi pimpinan institusi hukum untuk melakukan pembenahan. Akan tetapi, jika mafia masih ada hingga sekarang, berarti ada yang salah, ada yang tak beres dalam membersihkan aparat penegak hukum.

Cek Artikel:  Kesehatan Prima Pemimpin Bangsa

Rakyat tak terlalu butuh pengakuan bahwa ada kebusukan di kalangan penegak hukum. Itu bukan barang baru. Rakyat sudah tahu itu. Yang rakyat butuhkan ialah tindakan nyata dari pengelola negara, termasuk Menko Polhukam, untuk selekasnya melibas yang busuk-busuk itu.

Mungkin Anda Menyukai