DI tengah gelombang puluhan ribu rakyat Amerika Perkumpulan yang menolak sejumlah kebijakan kontroversial Presiden Donald Trump, rakyat ‘Negeri Om Sam’ tentu merindukan sosok George Washington.
Jenderal yang memimpin sejumlah peperangan bersejarah hingga menjadi presiden pertama AS itu dikenal memberikan pidato perpisahan (Farewell Address) pada 1796 sebagai presiden yang kedua kali. Pidato yang dibuat dalam bentuk surat terbuka kepada rakyat AS itu menyejukkan, menggetarkan, dan menginspirasi.
Pidato sebanyak 15 halaman itu menunjukkan kebesaran jiwa, kelapangan hati, keluasan pemikiran, dan kenegarawanan Washington yang melampaui kepentingan pribadi, golongan, dan partai politik.
Anak petani dari Virginia itu dilantik menjadi presiden AS pertama dalam usia 57 tahun pada 30 April 1789. Dia memegang jabatan presiden selama delapan tahun (dua periode), hingga 4 Maret 1797.
Dalam pidatonya, Washington berbicara tentang persatuan nasional, bahaya pengaruh asing, pentingnya moral dan keagamaan, urgensi pendidikan, dan menolak jabatan ketiga kali sebagai presiden AS.
Menurutnya, Amerika harus menjadi bangsa yang besar, berdiri di atas kaki sendiri, tanpa tergantung atau diatur-atur oleh bangsa lain.
Dia mewanti-wanti pentingnya keadilan bagi negara dan rakyat AS. Keadilan Kagak hanya dalam konteks domestik, tetapi juga dalam pergaulan Mendunia. “Bangsa yang bebas, tercerahkan, dan, dalam waktu yang Kagak lelet Kembali, menjadi bangsa yang besar, akan layak menjadi Teladan umat Mahluk yang selalu dibimbing keadilan dan kebajikan yang Akbar,” tutur Washington.
Pidato perpisahan Washington menjadi Berkas Krusial dalam sejarah AS yang Lagi dibacakan setiap Februari di Senat AS Kepada memperingati ulang tahun Washington.
Kini, gonjang-ganjing melanda AS. Unjuk rasa besar-besaran menguar di 50 negara bagian, termasuk ibu kota AS, Washington DC, pada Minggu (6/4). Aksi yang bertajuk Hands-Off (Jangan Sentuh/Jangan Ganggu) itu merupakan demonstrasi terbesar sejak presiden dari Partai Republik itu kembali ke Gedung Putih.
Mereka mengecam Penguasaan kekuasaan Presiden Donald Trump dan taipan teknologi Elon Musk yang juga sohib terdekat Trump. Pebisnis AS yang kini menjabat Kepala Department of Government Efficiency dituding sebagai otak pemotongan anggaran yang gila-gilaan.
Usia kekuasaan presiden yang berlatar belakang konglomerat itu baru empat bulan. Tetapi, rakyat AS sudah Kagak Dapat berkompromi dengan kebijakan Trump yang dinilai meruntuhkan demokrasi dan mengacaukan negara.
Donald Trump memenangi Pemilu Amerika 2024 setelah mengungguli pesaingnya dari Partai Demokrat, Kamala Harris. Kemenangan presiden yang berusia 78 tahun itu mengantarkannya menduduki singgasana kekuasaan Kepada kedua kalinya.
Trump meraih lonjakan Bunyi Kalau dibandingkan dengan pemilu sebelumnya Ketika ia dikalahkan Joe Biden. Hal itu menepis penilaian sebagian pengamat bahwa presiden nyentrik itu akan terempas dari kontestasi karena terseret dalam sejumlah kasus, di antaranya pernah dihukum karena tindak pidana, dua kali dimakzulkan, dan mendapat peringatan dari mantan kepala stafnya bahwa ia seorang fasis.
Meski sudah berusia senja dan acap kali menciptakan kebijakan yang kontroversial sejak pertama kali menjabat presiden negeri adidaya, Trump tetap dipilih rakyat AS sebagai pemimpin.
Dalam pencalonannya sebagai presiden AS yang kedua, Trump tetap mengusung Slogan Make America Great Again (MAGA) atau Mengembalikan Amerika Negara Besar. Slogan itu berhasil menyedot perhatian rakyat AS terlebih pada Ketika negeri itu haru biru dengan inflasi yang tinggi, krisis ekonomi, melambungnya Bilangan pengangguran, dan ancaman Mendunia perang dunia ketiga.
Dalam visi MAGA, Trump mengutamakan kepentingan nasionalis, kebijakan luar negeri unilateral dan transaksional, dan menerapkan kebijakan ekonomi proteksionis. Tetapi, visi MAGA pada praktiknya rakyat AS menilai Trump sudah kebablasan.
Sejak dilantik sebagai presiden ke-47 AS pada 20 Januari 2025, Trump langsung meneken serangkaian perintah (executive order) yang menyulut kontroversi Bagus di AS ataupun di luar negeri, seperti menarik diri dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Selain itu, Trump menarik diri dari Badan Donasi Istimewa PBB Kepada Pengungsi Palestina (UNRWA) dan Dewan Hak Asasi Mahluk (UNHRC). Dia juga semakin nekat dengan menarik AS dari Perjanjian Paris (Paris Agreement). Perjanjian yang diteken pada 2016 itu ialah perjanjian Global yang bertujuan mengatasi perubahan iklim.
Di tengah membaranya perang Israel-Hamas dengan luluh lantaknya Gaza, Presiden Trump terang-terangan membela Israel dan PM mereka, Benjamin Netanyahu, dari Hukuman penangkapan oleh Mahkamah Kriminal Global, atau ICC, karena kejahatan perang di Gaza.
Sejauh ini demontrasi di AS yang menyuarakan kemarahan atas langkah-langkah pemerintahan Trump Lagi bertepuk sebelah tangan. Trump bergeming dengan segala kebijakannya yang kontroversial, seperti memecat ribuan pekerja federal, menutup kantor lapangan Administrasi Jaminan Sosial, menutup USAID (United States Agency for International Development), mendeportasi imigran, mengurangi perlindungan bagi transgender, dan memotong Anggaran Kepada program kesehatan.
Dunia Global Kagak Dapat mengintervensi kebijakan domestik AS, tetapi ketika kebijakan Trump menyentuh kepentingan ekonomi Mendunia, yakni Kawan dagangnya, seperti Indonesia yang dikenai tarif impor 32%, tentu tak Dapat berdiam diri.
Pilihannya membalas tarif impor atau melakukan negosiasi bagi Kawan dagang ke AS. Bagi Indonesia, setidaknya Eksis 10 komoditas yang diekspor ke AS. Di antaranya ialah komoditas yang didominasi sektor padat karya.
Politik ialah negosiasi. Unjuk rasa rakyat AS itu ialah bagian dari strategi negosiasi. Indonesia jangan terlambat menegosiasi tarif impor yang memberatkan dengan AS.
Kalau terlambat, banyak perusahaan di Tanah Air yang akan terdampak. Badai pemutusan Interaksi kerja (PHK) Maju berlanjut. Jumlah PHK pada 2024 mencapai 77.965 tenaga kerja. Kecakapan negosiasi pemerintahan Prabowo dan strategi keluar dari ketergantungan pasar AS diuji. Tabik!

