Melawan Kegamangan Milenial

Melawan Kegamangan Milenial
(Dok. Pribadi)

PERGERAKAN pemuda di Indonesia memberi warna dan peran penting dalam sejarah bangsa. Awal abad ke-20, organisasi pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond (JSB), dan Perhimpoenan Indonesia (PI), muncul mengantarkan pemuda Indonesia mengikrarkan Sumpah Pemuda, yaitu bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu, yaitu Indonesia pada 28 Oktober 1928.

Kiprah pemuda terus mewarnai perjalanan bangsa, termasuk Reformasi 1998, gerakan yang dipimpin oleh mahasiswa itu berhasil menggulingkan rezim Orde Baru. Semenjak itu pemuda terus memainkan peran penting dalam memperjuangkan reformasi politik dan demokratisasi di Indonesia.

Pergerakan pemuda Indonesia mengalami evolusi dari perlawanan terhadap penjajahan hingga memainkan peran aktif dalam pembangunan dan perubahan di negara ini. Pemuda terus diharapkan menjadi agen perubahan penting untuk masa depan Indonesia.

Di era milenial, kelahiran generasi yang dikenal sebagai generasi Y tetap penting dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk politik, sosial, ekonomi, dan teknologi. Generasi milenial ialah generasi pertama yang tumbuh bersamaan dengan teknologi digital. Mereka memiliki potensi besar untuk memanfaatkan teknologi dan inovasi untuk mengatasi masalah sosial, menciptakan bisnis baru, dan meningkatkan efisiensi dalam berbagai sektor.

Narasi optimistis selalu muncul dalam berbagai diskusi menuju Indonesia Emas 2045, salah satunya adanya berkat bonus demografi. Periode bonus demografi menjadi penting, berdasarkan asumsi negara yang berada dalam bonus demografi memiliki penduduk usia produktif melimpah dan acap kali dianggap momentum meraih pertumbuhan ekonomi tinggi.

 

Modal bonus demografi

Bonus demografi menjadi modal penting. Terdapat tekad kuat dari seluruh komponen bangsa untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju saat mencapai satu abad atau Indonesia Emas 2045. Tetapi, tidak banyak negara berkembang berhasil menjadi negara maju ketika mencapai kemerdekaan lebih dari satu abad. Banyak negara berkembang baru berhasil menjadi negara maju setelah merdeka lebih dari satu abad.

Cek Artikel:  Perlukah Moderasi Variasia Dikembangkan sebagai Budaya Keilmuan

Bonus demografi ialah fenomena jumlah penduduk usia kerja (usia produktif) dalam suatu negara, melebihi jumlah penduduk usia nonproduktif (anak-anak dan lanjut usia). Itu dapat menjadi aset besar bagi suatu negara jika dikelola dengan baik, dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial. Di Indonesia, bonus demografi telah menjadi topik penting dalam pembangunan nasional.

Pertanyaannya, apakah Indonesia akan berhasil memanfaatkan momentum bonus demografi atau menjadi negara yang gagal? Teladannya Brasil atau Afrika Selatan yang 53% usia produktifnya menganggur. Hal tersebut disebabkan negara gagal mengapitalisasi milenial untuk memajukan produktivitas dan daya saingnya.

Di era digital sekarang ini, pemuda tetap memegang peranan penting. Kehadiran pemuda yang dalam setiap masa selalu menjadi subjek atau aktor perubahan, perlu disiapkan upaya dalam menghadapi era 2045. Terdapat beberapa prasyarat yang harus dilakukan, yaitu melingkupi aspek hulu hingga hilir.

Dalam aspek hulu ialah bagaimana mempersiapkan pemuda ini di masa pertumbuhan atau golden age dengan nutrisi yang baik, menerapkan parenting yang baik yang memungkinkan anak tumbuh kembang dengan baik.

Yang kedua, mempersiapkan lingkungan sosial anak yang positif dan konstruktif bagi tumbuh kembang anak. Ketiga, ketika anak memasuki usia pendidikan sekolah. Hal yang perlu diperhatikan dalam masa ini ialah seluruh aspek pendidikan dimulai dari kurikulum yang diberikan.

Secara garis besar ada lima faktor yang memengaruhi peningkatan produktivitas kerja milenial. Pertama, tersedianya ruang kreativitas yang memadai bagi generasi milenial agar terjadi proses transformasi dan tumbuh kembang potensi-potensi kreatif dan inovatif.

Cek Artikel:  Zayed Award dan Public Relations Islam Berkemajuan

Kedua, penguasaan ilmu dan teknologi yang menjadi salah satu faktor penting untuk bisa berkiprah secara lebih optimal dalam menghadapi persaingan yang semakin kompetitif. Ketiga, meningkatkan kualitas SDM, baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan vokasi, dalam rangka meningkatkan kompetensi sebagai moda dasar di dalam dunia kerja.

Keempat, terinternalisasinya budaya etos kerja agar mampu memberikan motivasi atau spirit dalam memasuki dunia kerjanya sejak dini dan masif agar memiliki spirit sebagai modal soft skill selain hard skill (kompetensi) yang dimiliki.

Kelima, terjadinya penguatan terhadap mentalitas kaum milenial secara lebih matang dan kuat. Dengan begitu, dapat dijadikan pijakan dan kemampuan untuk mempertahankan eksistensi dan peluang masa depan yang lebih baik.

Posisi dan peluang generasi milenial di era Indonesia emas ini harus dipastikan; memiliki modal dan kemampuan yang kuat untuk bisa menghadapi dan menjawab tantangan perubahan ke depan yang sulit diprediksi sehingga menimbulkan keragu-raguan, ambiguitas, atau kegamangan yang dapat mengikis mentalitas generasi milenial.

Demi mengatasi keraguan atau kegamangan generasi milenial, selain dipersiapkan soft skill dan hard skill-nya, yang tidak kalah penting untuk dipersiapkan ialah penanaman nilai-nilai budaya keindonesiaan sebagai fondasi dan karakter milenial Indonesia menghadapi dunia yang semakin mengglobal.

Meminjam istilah yang sering kali digunakan Soekarno terkait dengan nation character building, harus mendapatkan porsi yang memadai di dalam rangka membangun karakter milenial yang mengglobal berbasis keindonesiaan.

 

Literasi perlindungan sosial 

Loyalp orang yang memasuki dunia kerja, khususnya milenial, pasti akan mengalami risiko-risiko pekerjaan, baik itu yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja, kehilangan pekerjaan, pensiun dan jaminan hari tua, maupun kematian.

Cek Artikel:  Menyoal Pesawat Tempur Rongsokan dan Ekonomi Pertahanan

Oleh karena itu, generasi milenial sudah seharusnya memiliki pengetahuan, literasi, dan kesadaran penuh akan arti pentingnya perlindungan sosial ketenagakerjaan. Hal itu dibutuhkan agar di dalam memasuki dunia kerja dapat memberikan kepastian terhadap perlindungan, produktivitas kerja, dan kesejahteraan sosialnya. Salah satunya ialah jaminan sosial ketenagakerjaan (jamsostek).

 

Kolaborasi lintas generasi

Milenial sebagai generasi yang memiliki potensi tinggi tidak lantas menjadikan generasi berkualitas yang datang secara tiba-tiba, tetapi menjadi tugas generasi sebelumnya untuk mempersiapkan dengan matang. Tujuannya agar bonus demografi ini dapat dimanfaatkan optimal untuk kemajuan bangsa dan negara. Kegagalan Brasil dan Afrika Selatan bisa menjadi contoh.

Mempersiapkan generasi milenial sebagai modal utama kemajuan bangsa, juga perlu memperhatikan karakteristik dari generasi yang memiliki sifat dan karakter berbeda. Spirit yang menjadi keunggulan milenial tetap harus dikelola dengan baik oleh generasi sebelumnya. Di sini diperlukan adanya kesamaan persepsi antargenerasi untuk memberikan peluang kepada milenial untuk berkembang di masa yang akan datang.

Riset bertajuk World Competitiveness Ranking 2023 yang dikeluarkan Institute for Management Development (IMD) Swiss dan Lembaga Management FEB UI, menghasilkan peringkat daya saing RI naik dari ranking 44 pada 2022 menjadi 34 pada 2023 dari total 64 negara yang diperingkat. Hal tersebut menunjukkan optimisme yang terus harus dijaga terkait dengan kualitas generasi bangsa untuk menuju Indonesia Emas 2045.

Kerja sama, sinergi, dan kolaborasi para pihak terkait lintas generasi, kolonial-milenial harus bersinergi untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maju. Taklah berlebihan kala Bung Karno mengucapkan, “Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncang dunia!” Selamat Hari Sumpah Pemuda.

Mungkin Anda Menyukai