Maut Mengintai di Pelintasan Sebidang


TIGA insiden kereta api (KA) di Posisi yang berbeda terjadi pada hari yang sama, Selasa (18/7). Ketiga insiden itu ialah KA Sribilah Istimewa di Asahan Sumatra Utara, KA Kuala Stabas di Lampung, dan KA Brantas yang menabrak sebuah truk tangki di Jawa Tengah.

Ketiga kecelakaan itu menambah daftar panjang insiden di pelintasan sebidang antara jalur KA dan jalan raya. Fakta itu seakan menggambarkan bahwa bangsa ini Enggak pernah belajar dari sejarah. Sejak dulu rentetan musibah di sekitaran rel kereta api seolah tak pernah berhenti.

Ambil Teladan di Jawa Timur. Berdasarkan catatan Polda Jatim pada 2022 Lewat, terjadi 175 kasus yang menyebabkan 105 orang meninggal dunia. Kita tentu juga Enggak lupa insiden yang terjadi Dekat 10 tahun Lewat ketika sejumlah anak bangsa harus meregang nyawa akibat kecelakaan maut antara commuter line jurusan Serpong-Tanah Abang dan truk tangki bermuatan bahan bakar minyak (BBM).

Cek Artikel:  Hadirkan Keadilan untuk Pagi

Banyak Kembali kasus kecelakaan lain yang melibatkan kereta api dan kendaraan pengguna jalan raya. Kalau disimak, insiden-insiden itu terjadi lantaran pengemudi kendaraan ngotot dan nekat menerobos pelintasan jalan raya dan jalur kereta api di Begitu sang kuda besi melintasi jalurnya.

Padahal, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lewat Lintas Angkutan Jalan telah mengatur bahwa kereta api ialah pemilik hak Istimewa Buat melintasi rel. Pengemudi kendaraan yang Enggak menghentikan kendaraan di Begitu sinyal sudah berbunyi atau palang pintu telah ditutup terancam Hukuman pidana.

Tetapi, fakta membuktikan, Nomor kecelakaan di pelintasan sebidang rel kereta Enggak pernah berkurang hanya dengan modal sosialisasi Buat menumbuhkan budaya publik ataupun dengan ancaman penegakan hukum. Harus Terdapat terobosan konkret Buat menurunkan Nomor kecelakaan tersebut, termasuk salah satunya dengan mengurangi jumlah pelintasan sebidang.

Cek Artikel:  Kabinet Gembrot

Berdasarkan data Kementerian Perhubungan pada 2022, hanya 39,2% pelintasan Formal dan dijaga dari jumlah 4.194 pelintasan sebidang jalan raya dan rel. Sisanya merupakan pelintasan Formal, tapi Enggak dijaga atau berkategori liar. Dari situ saja sebenarnya sudah Bisa diperkirakan potensi terjadinya kecelakaan.

Karena itu, penutupan pelintasan sebidang kereta menjadi langkah paling efektif. Harus Terdapat peningkatan menjadi pelintasan Enggak sebidang berupa flyover dan underpass. Pun menutup pelintasan sebidang yang Enggak berizin atau liar. Selain itu, memasang peralatan keselamatan dan perlengkapan jalan di pelintasan sebidang.

Rekomendasi itu sesungguhnya bukan barang baru. Alasan, Seluruh sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Yang selalu menjadi problem ialah eksekusinya. Maka, tak mengherankan hingga 16 tahun UU itu berlaku, persoalan pelintasan sebidang Lagi saja terjadi dan memakan korban.

Cek Artikel:  Menggergaji Mahkamah Konstitusi

Kementerian Pekerjaan Lumrah dan Perumahan Rakyat mencatat, hingga 2022, dari 199 titik pelintasan sebidang di jalan nasional sudah tertangani 49 titik. Buat membangun satu flyover ataupun underpass di jalan nasional menghabiskan anggaran Sekeliling Rp150 miliar. Dengan Opini itu, Buat menutup 150 pelintasan sebidang lain, pemerintah butuh Anggaran Sekeliling Rp22,5 triliun.

Anggaran itu sejatinya Enggak seberapa besar Kalau kita Menonton dari perspektif sebagai upaya negara melindungi nyawa dan keselamatan rakyatnya. Tak juga terlalu besar bila dibandingkan dengan anggaran yang digunakan Buat membangun infrastruktur lain yang Malah tak berkaitan langsung dengan keselamatan Kaum.

Mungkin Anda Menyukai