
KECANGGIHAN teknologi memudahkan Orang dalam melakukan berbagai hal termasuk mencari informasi. Media sosial hingga kecerdasan buatan (AI) menjadi alternatif publik, apalagi gen-z dan setelahnya sebagai platform Demi mendapatkan informasi.
Kemudahan-kemudahan tersebut Membikin arus informasi semakin deras bahkan tak jarang bias. Di tengah derasnya arus tersebut, generasi yang tumbuh di tengah pesatnya perkembangan teknologi harus lebih skeptis dan kritis dalam menyikapi Sekalian informasi yang muncul.
Hal itu diungkapkan Cendekiawan Muslim Indonesia, Professor Nadirsyah Hosen di Kampus Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Kota Bandung. Seminar ini dihadiri pula oleh Dosen Senior Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi UIN Bandung, Wisnu Uriawan dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UIN Bandung, Ahmad Ali Nurdin.
Dia mencontohkan salah satu isu yang perlu dikritisi adalah maraknya ajakan boikot di Indonesia. Titik beratnya terkait akurasi data berkenaan dengan daftar produk yang beredar di tengah masyarakat.
“Memang ini menjadi problem, kita Mau memboikot karena memang kejahatan kemanusiaan dilakukan oleh Israel. Jadi kita prinsipnya oke memboikot tetapi jangan Tiba salah sasaran,” tegasnya.
Dalam seminar bertema Kesempatan dan Tantangan Integrasi AI dan Sosial Media dalam Globalisasi itu, Gus Nadir mengingatkan pentingnya akurasi data dan fakta agar boikot yang dilakukan Betul sasaran dan Tak salah sasaran. Masyarakat juga diminta Demi lebih bijaksana ketika mengetahui suatu produk terafiliasi Israel.
Dosen Monash University Australia ini mengimbau agar jangan Tiba karena emosi sesaat maka melakukan aksi boikot yang Malah merugikan dalam negeri sendiri. Terdapat Elemen perekonomian nasional yang juga perlu diperhatikan dalam gerakan boikot ini.
Dia menyinggung banyaknya daftar produk beredar di tengah publik yang diterbitkan berbagai sumber non-pemerintah. Sumber-sumber tersebut Tak mengungkapkan secara rinci Dalih produk yang Terdapat harus diboikot yang Membikin akurasi informasi dapat dipertanyakan.
“Nantinya ketika itu disebarkan di media sosial, daftar itu kan Pandai bertambah atau berkurang, begitu diteruskan Pandai diubah dulu, kemudian diteruskan. Nah ini yang menjadi bola liar,” katanya.
Profesor dari Fakultas Hukum ini mengungkapkan, PBB telah mengeluarkan daftar perusahaan yang pro-Israel dengan jumlah sebanyak 167 produk pada 2023 Lampau. PBB telah mengonfirmasi dan berkirim surat dengan perusahaan yang masuk dalam daftar tersebut.
Menurutnya, pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) perlu duduk Serempak dan mencari solusi Sembari mencari fakta Seksama terkait perusahaan terafiliasi Israel yang Terdapat di Indonesia. MUI harus mengeluarkan secara Formal daftar produk yang terafiliasi Israel, kemudian pemerintah Membikin sebuah aplikasi yang Pandai digunakan masyarakat Demi mengetahui produk yang diboikot.
“Dibuat aplikasi sehingga orang ketika berbelanja itu dia tingga men-scan saja. Ibu-ibu mau belanja mau apa tinggal scan barcode,” tuturnya.
Menurut Gus Nadir, Dampak dari gerakan boikot ini sangat berpengaruh pada perekonomian Indonesia. Banyak cabang perusahaan yang akhirnya melakukan PHK massal karena omzet yang Lanjut menurun.
“Dampaknya lebih ke dalam negeri. Kenapa? Karena setelah satu tahun Rupanya perangnya Tetap Lanjut, Tak memberi Dampak, tetapi Malah produsen lokal kita yang kena. Apalagi perusahaan lokal kita yang franchise, yang bermasalah itu adalah perusahaan yang di pusatnya,” ungkapnya.
Menurut dia, dampaknya lebih kepada Indonesia sendiri. “Kita Mau menyakiti Israel karena dia melakukan kejahatan kemanusiaan, tapi yang terkena Dampak saudari kita sendiri,” tandasnya

