Mantan PM Bangladesh Tuding Eksis Adonan Tangan AS dalam Penggulingannya

Liputanindo.id – Mantan Perdana Menteri (PM) Bangladesh, Sheikh Hasina menuding Amerika Perkumpulan (AS) berada di balik penggulingannya karena ia menolak menyerahkan Nusa Saint Martin.

Menurut laporan harian India The Economic Times (TET), Hasina menuduh bahwa AS berupaya menggulingkannya dari kekuasaan karena penolakannya untuk menyerahkan kendali Nusa Saint Martin, yang akan memungkinkan AS untuk mempengaruhi Teluk Benggala.

Laporan tersebut menulis “rekan dekat” Hasina menyatakan bahwa Hasina bisa saja tetap berkuasa dengan menyerahkan kedaulatan Nusa Saint Martin.

Nusa Saint Martin adalah sebuah daratan kecil seluas hanya tiga kilometer persegi yang terletak di bagian timur laut Teluk Benggala, sekitar 9 kilometer di selatan ujung semenanjung Cox’s Bazar-Teknaf. Nusa ini menandai titik paling selatan Bangladesh.

Cek Artikel:  Pengeboman Israel Berlanjut, Gelombang Pengungsian Kaum Gaza Palestina Terjadi

Menjelang penggulingannya yang mengakhiri masa jabatannya selama 15 tahun, Hasina mengklaim pada Mei bahwa ada rencana untuk menciptakan negara Katolik seperti Timor Timur dengan mengambil bagian dari Bangladesh dan Myanmar.

Tanpa menyebut negara mana pun secara spesifik, Hasina mengatakan dia “ditawari pemilihan kembali yang bebas masalah pada pemilu 7 Januari jika dia mengizinkan negara asing untuk membangun pangkalan udara di wilayah Bangladesh,” menurut Daily Star yang berbasis di Dhaka.

Hasina juga mengaku sedih melihat kerusuhan politik di Bangladesh setelah pengunduran dirinya pada 5 Agustus, yang dimulai dengan protes tuntutan penghapusan sistem kuota kontroversial dalam pekerjaan publik.

Hasina melarikan diri dari Bangladesh pada 5 Agustus ke negara tetangga India di mana dia saat ini tinggal untuk sementara waktu, menurut pejabat India.

Cek Artikel:  Desak Pembebasan Anggotanya di Korea Utara, Menteri Korsel: Mereka Ditahan Bukan Absah!

Menurut harian Prothom Alo, setidaknya 580 kematian dilaporkan selama proten menentang pemerintahan Hasina sejak 16 Juli, dengan 326 di antaranya terjadi dalam tiga hari sepanjang 4-6 Agustus.

Segera setelah dia melarikan diri pada 5 Agustus, Kepala Bilangantan Darat Bangladesh Jenderal Waker-uz-Era mengatakan bahwa Hasina telah mengundurkan diri. Era juga mengumumkan pembentukan pemerintahan transisi. Sehari kemudian, Presiden Bangladesh Mohammed Shahabuddin membubarkan parlemen.

Pemenang Nobel Ekonomi, Muhammad Yunus lalu dilantik sebagai “penasihat utama” pada 8 Agustus untuk memimpin pemerintahan transisi yang beranggotakan 17 orang di Bangladesh.

Partai oposisi utama Partai Nasionalis Bangladesh menuntut pemilu nasional dalam waktu tiga bulan untuk menyerahkan kekuasaan kepada perwakilan rakyat.

Cek Artikel:  Kembali, Yordania Tutup Perbatasan dengan Israel

Mungkin Anda Menyukai