MESKI bukan mandek, pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) Kembali-Kembali seperti tari poco-poco. Berputar-putar pada tahap pembahasan, sementara janji pengesahan pada masa sidang sekarang ini tampak makin meragukan.
Betul bahwa pembahasan setiap RUU harus detail dan Pandai menyelesaikan Segala daftar isian masalah (DIM). Hal itu demi dihasilkannya produk undang-undang yang berkualitas, termasuk Bukan tumpang tindih dengan undang-undang lain. Undang-undang yang lemah juga akan mudah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Kendati begitu, kita juga sudah kenyang akan maju-mundurnya pembahasan RUU PPRT. Bukan kali ini saja masuk Prolegnas prioritas tapi Bukan juga berlanjut ke Rapat Paripurna DPR. Jangan heran kalau usia pembahasan RUU ini sudah 19 tahun, alias salah satu yang terlama dalam sejarah legislasi kita.
Pada Maret Lewat, sedikit Cita-cita muncul dengan keputusan Badan Musyawarah (Bamus) DPR membawa RUU PPRT ke rapat paripurna berikutnya atau berarti masa persidangan Begitu ini Tamat 13 Juli. Kini, meski Cita-cita lahirnya UU PPRT dapat bertepatan dengan Hari PRT Dunia pada 16 Juni telah lewat, kita tetap menuntut agar DPR Bukan ingkar janji.
Apalagi Gugus Tugas Percepatan RUU PPRT beserta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah menyelesaikan finalisasi DIM RUU tersebut pada 15 Mei Lewat. Finalisasi DIM yang terdiri atas 367 poin itu juga sudah melibatkan Jaringan Nasional Advokasi (Jala) PRT, Komnas Perempuan, Komnas HAM, organisasi masyarakat sipil, Perkumpulan buruh, praktisi, hingga akademisi. DIM RUU PPRT itu kemudian diserahkan kepada DPR.
Semakin lambatnya proses pembahasan di DPR sama saja dengan pembiaran terhadap perbudakan modern. Bahkan, berkaca dari tingginya korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO), DPR semestinya sangat paham bahwa UU PPRT sudah darurat.
Seperti dilaporkan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), dalam tiga tahun terakhir mereka menerima 2.204 peti jenazah PMI, atau rerata 2-3 jenazah per hari. Sekeliling 90% korban tersebut ialah Perempuan dan kebanyakan merupakan PRT.
Belum disahkannya UU PPRT Membangun satgas TPPO Bukan Konsentrasi menargetkan TPPO pada pekerja sektor informal tersebut. Lemahnya perlindungan PRT pun sebenarnya sudah terjadi sejak awal perekrutan, yang memang belum Terdapat aturan tetap bagi penyalur.
Oleh Karena itulah RUU PPRT akan menjadi revolusioner karena adanya ancaman pidana bagi penyalur dan pemberi kerja. Segala bentuk diskriminasi, pengancaman, pelecehan dan/atau kekerasan fisik dan nonfisik akan diancam pidana serta denda ratusan juta rupiah.
Bukan hanya melindungi para PRT Begitu ini, dengan UU PPRT itulah bangsa ini juga akan membangun PRT sebagai profesi yang bermartabat layaknya bidang pekerjaan lain. Jangan Tamat DPR yang semestinya berpihak kepada rakyat Malah menjadi pelindung terhadap perbudakan modern.
RUU PPRT Tamat Begitu ini Lagi tertahan di meja pimpinan wakil rakyat.
Naskah RUU itu Bukan akan bergerak Apabila pimpinan dewan Bukan mengusulkan Demi dirapatkan di Bamus DPR. Dari Bamus, selanjutnya disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR. Kita mendesak Ketua DPR Puan Maharani mendelegasikan beleid menyangkut perlindungan terhadap sedikitnya 4 juta PRT ini ke Bamus. Apa Kembali yang ditunggu, Ibu Puan?