Malabahasa di Hari Merdeka

INDONESIA sudah memasuki usia ke-80 tahun pada Agustus 2025. Usia yang cukup matang Kalau dianalogikan dengan Insan. Tetapi, di tengah geliat pembangunan dan semangat menuju Indonesia emas 2045, terselip satu hal yang jarang jadi sorotan Primer, Adalah dinamika bahasa negara. Ya, bahasa Indonesia yang pernah dielu-elukan sebagai lambang persatuan kini Malah mengalami kegalauan identitas. Ia harus Bertanding dengan bahasa asing yang makin merajalela di ruang publik.

Layaknya menapak di jalan raya, bahasa Indonesia tengah beradu di Lewat lintas Dunia yang padat. Di satu sisi, bahasa Indonesia Lalu dipakai dalam komunikasi formal, tetapi di bagian lain ia terdesak oleh bahasa asing yang dinilai lebih Krusial. Oleh karena itu, menjelang usia ke-80 ini, sudahkah bahasa Indonesia merdeka di negeri sendiri?

 

BAHASA DI Sekeliling KITA

Beberapa hari Lewat, saya menaiki kereta jarak jauh keluaran terbaru dari PT KAI. Meskipun nyaman karena kereta model baru, saya sedikit terusik dengan iklan di layar informasi yang bertuliskan ‘next stop station’, ‘current station’, dan ‘estimated time of arrival’. Kagak Terdapat padanan dalam bahasa Indonesia, padahal mayoritas pengguna kereta ialah Penduduk lokal yang lebih akrab dengan bahasa Indonesia ketimbang bahasa Inggris.

Mengapa Kagak menuliskan ‘stasiun tujuan berikutnya’, ‘stasiun Ketika ini’, dan ‘perkiraan waktu tiba’? Apakah menggunakan bahasa Indonesia pada layar informasi itu akan mengurangi keistimewaan dari kereta model baru? Jawabannya tentu Kagak.

Alih-alih menggunakan tulisan ‘pencuci kaki’, ‘meja perawatan bayi’, dan ‘tekan Kepada membuka pintu’, papan informasi di kereta tersebut cenderung menggunakan ‘foodwasher’, ‘baby care desk’, dan ‘press the door open‘. Meskipun hanya di beberapa tempat, rasanya penggunaan bahasa asing itu mencederai rasa nasionalisme kita terhadap bahasa nasional.

Bahkan, di media sosial pun penggunaan bahasa asing Tetap ditemukan, seperti ‘the grand opening ceremony central station’, ‘field trip’, ‘suite class compartment’, dan ‘coming soon’ Kalau dibandingkan dengan menggunakan ‘peresmian stasiun pusat’, ‘kunjungan lapangan’, ‘kompartemen kelas suite’, dan ‘segera hadir’.

Cek Artikel:  Memaknai Diplomasi Senyum Beijing

Fenomena itu menunjukkan sikap berbahasa kita telah bergeser dari jalan yang semestinya, Adalah mengutamakan bahasa Indonesia. Bahasa asing, terutama bahasa Inggris, bukan saja sekadar tempelan belaka, melainkan juga pengganti fungsi bahasa Indonesia dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Ruang publik yang dekat dengan masyarakat Malah dijejali bahasa asing dan menyisihkan bahasa sendiri.

Hari Kemerdekaan ini menjadi momentum Berkualitas Kepada pembenahan bahasa. Di negeri yang telah merdeka selama lebih dari delapan Sepuluh tahun ini, bahasa Indonesia mesti dirayakan sebagai bahasa yang merdeka, bahasa yang menyatukan, dan bahasa yang berdaulat.

 

TERPINGGIRKAN DI RUMAH SENDIRI

Fenomena degradasi atas sikap pengutamaan bahasa Indonesia di ruang publik bukan semata soal pilihan kata di papan fasilitas Lazim, melainkan juga lebih dalam Kembali menyangkut Metode kita memaknai, menghormati, dan memosisikan bahasa sendiri dalam kehidupan sehari-hari.

Bahasa Indonesia seolah hanya digunakan di Naskah-Naskah sekolah, teks pidato, teks pewara, dan di naskah skripsi, walakin dipinggirkan di pusat perbelanjaan, hotel, maupun restoran. Kalau dibiarkan, lelet laun bahasa Indonesia menjadi pemeran figuran di Mimbar bahasa.

Penggunaan bahasa Inggris di ruang-ruang publik, sadar maupun Kagak, menumbuhkan anggapan bahwa bahasa Inggris tampak lebih elegan, lebih keren, lebih Global. Padahal, mayoritas masyarakat kita lebih akrab dengan ‘layanan Sendiri’, ‘barang baru’, ataupun ‘promo waktu tertentu’ Kalau dibandingkan dengan ‘self service’, ‘new arrival’, dan ‘happy hour promo’.

Dalam ilmu bahasa, Terdapat dua istilah yang dapat menjelaskan kondisi ini, Adalah kompetensi dan performansi bahasa. Keduanya berkelindan dengan Metode bertutur pengguna bahasa jati. Yang pertama berkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki penutur tentang tata bahasa, kosakata, dan aturan penggunaan bahas, sedangkan performansi bahasa berkaitan dengan praktik Konkret penggunaan bahasa tersebut dalam komunikasi sehari-hari.

Dalam konteks ruang publik, masyarakat Indonesia sebenarnya Mempunyai kompetensi bahasa Indonesia yang Berkualitas karena mempelajarinya sejak kecil. Kompetensi itu akan sempurna Kalau bahasa dalam konteks ruang publik juga menggunakan bahasa Indonesia. Intuisi kebahasaan penutur Asli bahasa Indonesia akan lebih mudah memahami ungkapan dari bahasa Indonesia meskipun mereka juga mengerti bahasa asing. Penguasaan bahasa Inggris di ruang-ruang masyarakat menimbulkan kesenjangan bahasa. Mereka memahami kaidah, tetapi sering disuguhkan bahasa yang bukan Punya mereka.

Cek Artikel:  Belajar Melalui Bermain Strategi Pendidikan Anak yang Terlupakan

Inilah ironi besar yang kita pelihara tanpa sadar. Negara yang dibangun dengan semangat keindonesiaan Malah mengesampingkan bahasa Indonesia itu sendiri. Kalau bahasa ialah identitas bangsa, malabahasa yang terjadi sekarang ibarat memberikan singgasana kepada tamu, sedangkan kita duduk berimpitan. Kita selalu menilai rumput tetangga lebih hijau dan melupakan bahwa rumput yang kering, Kalau dirawat, akan lebih hijau. Jangan Tiba kita membuka payung sesudah kuyup. Kesadaran kita baru muncul ketika bahasa Indonesia telah dilupakan.

Kemerdekaan bukan saja perihal upacara bendera, atraksi pesawat terbang, dan kegiatan simbolis lainnya, melainkan juga berkenaan dengan menjaga identitas nasional, salah satunya bahasa Indonesia. Senyampang ini pula bahasa Indonesia telah diakui UNESCO sebagai salah satu bahasa Formal Konferensi Lazim UNESCO. Pengakuan itu bukan hanya simbol Martabat, melainkan juga bukti bahwa bahasa Indonesia Mempunyai daya hidup dan peran strategis di kancah Dunia.

Pengakuan UNESCO Sebaiknya menjadi pelecut semangat bagi kita Kepada merawat dan memartabatkan bahasa Indonesia di ruang publik. Kalau dunia saja memberi tempat terhormat bagi bahasa Indonesia, mengapa kita Tetap ragu memakainya dengan bangga di pusat perbelanjaan, hotel, terminal, atau media sosial? Kedaulatan bahasa Kagak hanya ditentukan oleh pengakuan luar, tetapi juga oleh kesadaran kolektif kita Kepada menjadikannya tuan rumah di negeri sendiri.

 

PURITANISME BAHASA

Terdapat anggapan bahwa ikhtiar pengutamaan bahasa Indonesia di ruang-ruang publik dinilai sebagai bentuk penolakan terhadap bahasa asing. Justifikasi itu mengacu pada keinginan Kepada ‘menasionalisasikan’ bahasa asing di ruang publik. Bahasa Inggris, sebagai bahasa Dunia, tentu tetap Krusial sebagai bahasa Global yang membuka akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan komunikasi Dunia. Tetapi, penerapan bahasa itu harus sesuai dengan konteksnya. Ketika kita berada di Indonesia, sudah barang tentu bahasa nasional yang diutamakan.

Xenofilia terhadap bahasa asing perlu diarahkan pada waktu dan tempat yang Pas. Penggunaan bahasa asing yang berlebihan Pandai mengikis kompetensi dan performansi penggunaan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia di ruang publik ialah bentuk penghormatan terhadap identitas nasional, sebagaimana bangsa lain bangga menggunakan bahasa mereka di ranah publik.

Dalam konteks inilah Moto Trigatra Bangun Bahasa, utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing, menjadi Panduan yang relevan. Moto itu menegaskan keseimbangan antara bahasa Indonesia yang harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri, bahasa daerah yang tetap dijaga sebagai warisan budaya, dan bahasa asing yang perlu dikuasai sebagai jendela dunia. Kalau ketiga gatra itu berjalan serasi, Indonesia emas 2045 akan diisi Insan yang berpikir Dunia dan bertindak lokal (think globally and act locally).

Cek Artikel:  Pendidikan di Persimpangan

Upaya itu bukan soal puritanisme bahasa, melainkan upaya Serempak Kepada menjadikan bahasa Indonesia lebih bermartabat dan bermanfaat.

 

MENUJU KEMERDEKAAN BAHASA YANG SEJATI

Kemerdekaan bahasa Kagak cukup diperingati dengan lomba pidato atau upacara bendera tahunan. Kemerdekaan sejati ialah Ketika bahasa Indonesia hadir dan dihormati di setiap ruang-ruang kehidupan, Berkualitas di dunia maya maupun dunia Konkret, Berkualitas di kota besar maupun di sudut desa. Pengutamaan bahasa Indonesia ialah bagian integral dari penghormatan terhadap sejarah perjuangan para pahlawan bangsa Kepada mencapai kemerdekaan.

Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, telah mengambil langkah serius dalam penggunaan bahasa Indonesia. Salah satunya diwujudkan melalui penerbitan Permendikdasmen Nomor 2 Tahun 2025 tentang Panduan Pengawasan Penggunaan Bahasa Indonesia. Peraturan itu menjadi payung hukum yang mengatur peran pemerintah pusat dan daerah, dalam memastikan bahasa Indonesia digunakan secara Pas dan bermartabat, terutama di ruang publik, Berkas Formal, serta komunikasi pemerintahan.

Permendikdasmen itu menegaskan pengutamaan bahasa negara bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan juga pemerintah daerah. Gubernur, bupati, dan wali kota diberi kewenangan Kepada mengawasi penggunaan bahasa di Kawasan masing-masing. Media massa juga diharapkan Pandai menumbuhkembangkan sikap bangga berbahasa Indonesia melalui pemberitaan.

Di sisi lain, masyarakat juga berkesempatan Kepada melaporkan bentuk malabahasa di ruang publik. Kolaborasi tripusat pengawasan bahasa, Adalah pemerintah, masyarakat, dan media, menjadi langkah Krusial sebagai Figur partisipasi semesta bagi pengutamaan bahasa Indonesia.

Usia ke-80 Indonesia ini menjadi pengingat bahwa merdeka juga berarti berdaulat dalam bahasa. Mari kita songsong Indonesia emas 2045 dengan Bakat-Bakat muda yang berpikiran luas dengan kultur keindonesiaan. Kita rayakan kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia dengan memerdekakan bahasa Indonesia, Berkualitas di lisan, di tulisan, dan di setiap ruang-ruang kehidupan.

Mungkin Anda Menyukai