MASYARAKAT Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendorong pemerintah melalui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar lebih berani Demi menindak tegas para pejabat negara yang memanipulasi hingga mangkir dalam memberikan laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN). Maklum, LHKPN menjadi salah satu parameter pencegahan korupsi dan sejauh mana keseriusan negara memberantas praktik korupsi.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menilai penyebab minimnya komitmen dan kepatuhan penyelenggara negara dalam pelaporan LHKPN dan Kalau pun melapor hanya berisi data abal-abal, disebabkan Tak adanya pemberlakuan Denda tegas.
“Pejabat akan semaunya sendiri, jangankan yang mengisi data Tak Akurat, banyak juga pejabat yang berani Tak lapor LHKPN. Sekalian itu terjadi karena Tak Eksis Denda tegas dan KPK juga Tak pernah meneliti lebih lanjut terkait detail isi LHKPN yang dilaporkan,” ujarnya kepada Media Indonesia, Jumat (13/12).
Boyamin menyebut banyak pihak yang mengisi LHKPN Kalau dalam kondisi terpaksa karena diperintah, bahkan hanya dianggap sebagai formalitas. Menurutnya, KPK harus Mempunyai taring tajam dalam menelusuri LHKPN abal-abal yang banyak dimanipulasi pejabat.
“Tapi yang selama ini terjadi, KPK hanya Pembuktian faktual LHKPN dengan sekedarnya, Tak pernah didalami dari mana hartanya, Tak pernah didatangi, dan Tak pernah diteliti, maka pejabat jadi semau-maunya saja. Sehingga orang berani Demi mengisi asal-asalan karena Tak Eksis sanksinya,” tuturnya.
Menurut dia, Kalau KPK tak Dapat membenahi sistem pengawasan LHKPN secara mendalam dan tak Bisa menerapkan Denda kepada para pejabat yang ‘Badung’ dalam pelaporan, ia mendorong lembaga antirasuah tersebut Demi memperjuangkan aturan Berdikari melalui undang-undang tentang LHKPN.
“Jadi kalau KPK mau memperjuangkan undang-undang tentang LHKPN, sistem pengawasan akan lebih mengikat bagi siapa yang Tak mengisi dan bagi yang mengisi (LHKPN) Tak Akurat. Di dalam aturan itu diberikan Denda pidana misalnya hukuman penjara atau denda yang tinggi,” katanya.
Kendati telah Eksis dasar hukum LHKPN melalui UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan KKN, Boyamin menjelaskan bahwa kehadiran UU LHKPN akan menjadi proyeksi penguat bagi KPK Demi menerapkan Denda tegas.
“Misalnya, dalam kasus pajak, orang mengisi SPT Tak Akurat itu Dapat terkena pidana pajak dan yang Tak melapor juga terkena denda administrasi dan denda dibuat tinggi. Kalau KPK Dapat menetapkan hal serupa kepada pejabat terkait LHKPN , saya mengira akan Eksis Pengaruh jera bagi pejabat,” ungkapnya.
Sebagai instrumen deklarasi aset, LHKPN kata Boyamin, secara praktikal belum mempunyai kekuatan. Salah satunya, pejabat dengan kekayaan yang tak wajar Tak Dapat dipidana. Atas dasar itu, Kalau hadir UU LHKPN maka KPK Dapat bekerjasama dengan petugas pajak Demi menelusuri kebenaran jumlah harta pejabat yang dilaporkan.
“Jadi KPK Dapat menindaklanjuti LHKPN yang mencurigai Tamat kepada harta-harta anak dan istrinya, pajaknya juga dihitung dan dilacak Berbarengan petugas pajak, sehingga dengan begitu pajaknya juga dihitung Berbarengan dengan pegawai pajak. Pejabat yang memanipulasi LHKPN harus dibuat repot, sehingga mereka kapok dan mau melaporkan dengan Akurat,” imbuhnya.
Selain itu, Boyamin juga mendorong pemberlakuan Denda yang tegas secara administrasi dan pidana bagi para penyelenggara negara yang Tak melaporkan LHKPN ataupun yang memanipulasi LHKPN.
“KPK harus melapor ke atasan mereka agar jangan Tamat yang Tak lapor mendapatkan promosi jabatan, bahkan harus diberhentikan dari jabatannya. Kalau itu menteri, harus lapor ke presiden dan wajib mundur, Lewat dipublikasikan. Dengan begitu, rasa tanggung jawab kepada masyarakat itu Eksis, sehingga Membikin pejabat jera, mau melapor dan mengisi dengan Akurat,” katanya. (J-2)