Mahfud Md dan para Ahli Hukum Sorot Mafia Peradilan, Putusan Mardani Maming Disebut

Liputanindo.id – Kasus mantan Penjabat Eselon 1 Mahkamah Mulia Zarof Ricar, merupakan secuil kasus dari mafia peradilan di republik Indonesia yang sudah berjalan Pelan.

Kasus ini menurut Prof Mahfud Md merupakan titik balik bagi pemerintah Indonesia Kepada menegakkan kembali Marwah hukum negara ini. Mengingat kasus ini melibatkan sejumlah perkara yang sudah diputus sejak tahun 2012 hingga 2022.

“Harusnya perkara ini ditelusuri, kejaksaan harus buka Kembali perkaranya. Kalau Bisa disidang kembali. Biar Tak Eksis korban yang dihukum karena hanya menjadi kambing hitam,” ujarnya dalam chanel Yotube pribadi, beberapa waktu Lampau.

Ia menilai Apabila Eksis korban kambing hitam dalam sejumlah perkara yang terindikasi dalam kasus ini, jaksa Bisa melakukan Peninjauan Kembali.

Cek Artikel:  Menteri PPMI Sebut Pekerja Migran Indonesia Ilegal Lebih dari 5 Juta

Kasus tersebut membuka fakta banyaknya perkara yang selama ini ditangani Mahkamah Mulia terindikasi diputus secara Tak independen dan sarat intervensi.

Perkara yang cukup jadi perhatian Pengaruh dari kasus ini, terkait dengan kesesatan putusan hakim yang mengorbankan kebenaran adalah kasus Mardani Maming.

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran, Prof. Romli Atmasasmita, yang menjadi Ketua Tim Penyusun RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan RUU Pembentukan KPK, menyampaikan bahwa terdapat delapan kekeliruan serius dalam penanganan perkara Mardani Maming.

Ia menegaskan bahwa tuntutan dan putusan pemidanaan Tak didasarkan pada fakta hukum, melainkan lebih didasarkan pada imajinasi penegak hukum.

“Proses hukum terhadap terdakwa bukan hanya menunjukkan kekhilafan atau kekeliruan Konkret, tetapi merupakan sebuah kesesatan hukum yang serius,” tegas Prof. Romli yang dikutip ERA, 28 Oktober silam.

Cek Artikel:  Kaesang dan Partainya Formal Dorong Ahmad Ali-Karim Aljufri Maju ke Pilkada Sulteng

Senada dengan Prof Romli, Akademisi Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Dr Muhammad Arif Setiawan, menilai kasus Mardani Maming tanpa adanya bukti permulaan, tapi sudah berstatus tersangka.

Hal ini menunjukkan kasus yang melibatkan mantan BPP HIPMI ini merupakan bukti kasus yang proses dan prosedurnya Tak Akurat.

“Mungkin gak, menetapkan tersangka pembunuhan padahal bukti matinya belum Eksis,” ujarnya dalam talk show di sebuah televisi swasta.

Dalam kasus ini, ia Menyantap Mardani Maming ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi tanpa adanya kepastian audit kerugian negara.

Sebagai Spesialis hukum acara pidana Arif menyebut, kasus seperti ini biasanya bersifat materil, berarti harus Eksis kerugian negara terlebih dahulu sebelum penetapan tersangka.

Cek Artikel:  Sejajarkan Korupsi dengan Kanker, Prabowo ke Pengusaha AS: Kontak Saya Bila Terdapat Kesulitan

“Semestinya kalau Tak Eksis pembuktiannya, Tak Bisa dipaksakan. Karena Kepada bukti Eksis hukum pembuktian,” ujarnya.

Ia menerangkan dalam kasus ini, Apabila Mardani Maming dituduh menerima suap, harus Eksis dua pihak, Berkualitas pemberi dan penerima. Dalam pembuktiannya pun harus ditemukan kesepahaman antara kedua belah pihak, sedangkan dalam kasus ini si penerima Tak Bisa dibuktikan menerima.

“Sekarang gimana Metode pembuktiannya, pihak pemberi sudah Tak Eksis. Jadi gimana Metode membuktikannya,” ujarnya.

Menurutnya pasal yang disangkakan pada Mardani Maming Tak Bisa dibuktikan apakah yang bersangkutan menerima hadiah atau mengeluarkan surat keputusan atas Izin Usaha Pertambangan.

Mungkin Anda Menyukai