Mahasiswa tanpa Skripsi

Mahasiswa tanpa Skripsi?
(Dok. Pribadi)

PERUBAHAN kebijakan pendidikan Lalu mengalir. Ketika ini, tugas akhir mahasiswa menjadi diskursus menarik. Apabila dahulu tugas akhir mahasiswa dapat berupa skripsi, tesis, dan disertasi, kini dapat digantikan prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis. Perubahan kebijakan tugas akhir mahasiswa itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia No 53/2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.

Perubahan kebijakan tugas akhir bagi mahasiswa sarjana terdapat dalam Pasal 18 ayat (9) huruf a Permendikbud-Ristek No 53/2023 bahwa program studi pada program sarjana atau sarjana terapan memastikan ketercapaian kompetensi lulusan melalui salah satunya ialah pemberian tugas akhir yang dapat berbentuk skripsi, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis, Bagus secara individu maupun berkelompok.

Pada jenjang magister, perubahan kebijakan tugas akhir tertuang dalam Pasal 19 ayat (2) Permendikbud-Ristek No 53/2023 bahwa mahasiswa pada program magister/magister terapan wajib diberikan tugas akhir dalam bentuk tesis, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis. Begitu pun dengan jenjang doktor diatur dalam Pasal 20 ayat (3) Permendikbud-Ristek No 53/2023 bahwa mahasiswa pada program doktor/doktor terapan wajib diberikan tugas akhir dalam bentuk disertasi, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis.

 

Menimbang tugas akhir mahasiswa

Kebijakan itu pun kemudian mendapat berbagai respons dari berbagai kalangan akademisi. Di satu sisi, Kemendikbud-Ristek menganggap ini merupakan kebijakan terobosan, berupa transformasi di perguruan tinggi program studi secara merdeka dapat menentukan bentuk tugas akhir mahasiswa dengan opsional.

 

Sementara itu, di sisi lain, beberapa pihak menilai bahwa kebijakan ini pada dasarnya bukanlah kebijakan baru. Sebelum kebijakan itu muncul, Apabila ditelusuri beberapa perguruan tinggi pun sudah menerapkannya. Misalnya, di Universitas Terbuka dan beberapa perguruan tinggi lain, menerapkan tugas akhir bagi mahasiswanya bukan skripsi, tetapi berupa karya tulis ilmiah atau artikel jurnal. Oleh karenanya, kebijakan itu pada dasarnya berupaya memperkuat kebijakan yang telah diimplementasikan beberapa perguruan tinggi. Utamanya, memperkukuh praktik Bagus otonomi kampus di bidang akademik.

Cek Artikel:  Pemilu dan Evolusi Disinformasi Kebutuhan Respons yang Representatif

Tetapi, setidaknya terdapat beberapa catatan yang perlu dipertimbangkan terkait dengan perubahan kebijakan tugas akhir mahasiswa itu. Alangkah baiknya, Apabila kebijakan tugas akhir yang opsional itu hanya diterapkan di program diploma, sarjana, dan magister. Sementara itu, Demi program doktor (bukan doktor terapan) harus tetap Eksis tugas akhir berupa disertasi. Alasannya ialah disertasi merupakan karya monumental bagi mahasiswa doktor yang merepresentasikan keahlian dan kepakarannya di bidang kajian sesuai dengan disertasinya.

Selain itu, ke depan, setiap perguruan tinggi perlu merumuskan peraturan turunannya secara bijak dan memperhatikan Tanda khas program pendidikannya. Perlu dipahami bahwa dalam UU Republik Indonesia No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) terdapat beberapa jenis pendidikan tinggi, di antaranya pendidikan akademik, pendidikan vokasi, dan pendidikan profesi.

Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) UU Dikti, pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan/atau program pascasarjana yang diarahkan pada penguasaan dan pengembangan cabang ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara itu, Pasal 16 ayat (1) UU Dikti menyebutkan bahwa pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi program diploma yang menyiapkan mahasiswa Demi pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu Tamat program sarjana terapan.

Cek Artikel:  Ekonomi Sirkular Jerman Cerminan untuk Visi Indonesia 2045

Lewat, Pasal 16 ayat (2) UU Dikti menyebutkan pendidikan vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikembangkan pemerintah Tamat program magister terapan atau program doktor terapan.

Memperhatikan Tanda khas tersebut, pada dasarnya dapat menjadi acuan bagi kampus Demi menentukan tugas akhir mahasiswanya. Bagi program sarjana dan pascasarjana akademik, tentu tugas akhir yang sesuai dengan Tanda khas dan tujuannya ialah skripsi, tesis, dan disertasi. Ketiga jenis tugas akhir itu dapat menjadi bukti bahwa mahasiswa telah menguasai dan Pandai mengembangkan cabang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sementara itu, bagi program diploma, sarjana, magister, dan doktor yang bersifat terapan atau vokasi, tugas akhir yang cocok ialah prototipe ataupun proyek yang lebih implementatif. Kedua jenis ini dapat menjadi portofolio yang menggambarkan kompetensi mahasiswa dengan keahlian terapan tertentu yang Bermanfaat nantinya di dunia kerja.

Berdasarkan Pasal 104 huruf a Permendikbud-Ristek No 53/2023, setiap perguruan tinggi diberi waktu selama dua tahun Demi menyesuaikan pengelolaan dan penyelenggaraannya sesuai dengan peraturan itu. Oleh karenanya, kampus harus segera menyusun secara komprehensif dan terperinci panduan dan instrumen teknis dari setiap bentuk tugas akhir mahasiswa, mulai penyusunan Tamat pengujiannya. Kampus pun harus bijak dan memastikan kualitas dari setiap bentuk tugas akhir mahasiswa tetap sama guna menjamin mutu lulusannya.

 

Kewajiban publikasi ilmiah mahasiswa

Selain itu, Permendikbud-Ristek No 53/2023 itu pun menghapuskan kewajiban mahasiswa magister dan doktor dalam publikasi ilmiah. Sebelumnya, dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No 3/2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi menyebutkan salah satu keterampilan Biasa mahasiswa magister ialah Pandai menyusun makalah yang diterbitkan di jurnal ilmiah terakreditasi atau diterima di jurnal Dunia.

Cek Artikel:  Beragama Maslahat Buat Kesejahteraan Masyarakat

Begitu juga dengan mahasiswa doktor disebutkan bahwa salah satu keterampilan umumnya ialah Pandai menyusun makalah yang diterbitkan di jurnal Dunia bereputasi. Sementara itu, Demi mahasiswa doktor terapan harus Mempunyai keterampilan Biasa, salah satunya makalah yang diterbitkan di jurnal nasional terakreditasi atau diterima di jurnal Dunia. Akan tetapi, kewajiban publikasi itu kini dihilangkan dalam Permendikbud-Ristek No 53/2023.

Hal itu pun dikonfirmasi juga oleh Kemendikbud-Ristek, mahasiswa program magister/magister terapan dan doktor/doktor terapan wajib diberikan tugas akhir, tapi Tak wajib diterbitkan di jurnal. Apakah kebijakan itu dapat menurunkan kualitas lulusan mahasiswa? Tentu perlu kajian dan riset yang mendalam. Tetapi, sejatinya menulis jurnal nasional terakreditasi ataupun jurnal Dunia dapat melatih kemampuan kepenulisan mahasiswa secara kritis dan ilmiah.

Selain itu, adanya publikasi ilmiah pun dapat menjadi wahana proses diseminasi atau penyebaran ide, gagasan, dan pemikiran mahasiswa yang tertuang dalam tesis dan disertasinya kepada masyarakat luas. Melalui publikasi ilmiah ini pun dapat menggambarkan kepakaran mahasiswa di bidang kajian tertentu sehingga mudah dikenali di lingkungan akademis.

Meski demikian, dalam perspektif hukum, sesuatu yang Tak diatur dalam regulasi bukan berarti dilarang atau dengan kata lain Dapat jadi diperbolehkan. Apalagi, setiap kampus Mempunyai otonomi di bidang akademik dan mengejar pemeringkatan kampus kelas dunia. Oleh karenanya, kebijakan publikasi itu perlu dikaji dan ditinjau ulang oleh setiap perguruan tinggi ataupun Kemendikbud-Ristek agar mutu dan kualitas lulusan mahasiswa pascasarjana tetap terjaga.

Mungkin Anda Menyukai