Mahal dan Tetap Terbatas, Vaksin Mpox Bukan untuk Lumrah

Mahal dan Masih Terbatas, Vaksin Mpox Bukan untuk Umum
Ilustrasi(freepik.com)

MENTERI Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan sampai hari ini, vaksin untuk menangani virus mpox masih mengimpor dari Denmark. Sehingga vaksin tersebut tidak murah, yaitu sekitar Rp 3,5 juta per dosis dan diperuntukkan bagi kelompok tertentu yang berisiko.

Penularan virus Mpox ini, kata Menkes, ini mirip seperti HIV sama AIDS, yaitu terjadi di kelompok-kelompok tertentu dan hampir seluruhnya terjadi karena kontak fisik.

“Di Indonesia, hampir 95% penularan ini karena kontak seksual,” kata Menkes, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, (Selasa, 27/8/2024).

Baca juga : Menkes: Fatality Rate 10%, Varian Baru Mpox Membikin Status Kewaspadaannya Naik

Sebelumnya Indonesia sudah mendatangkan 1000 dosis dari Denmark, dan masih tersisa 40 dosis, yang akhirnya dikirim ke Bali dalam rangka event Indonesia-Africa Perhimpunan (IAF), untuk orang-orang yang berisiko tinggi seperti petugas laboratorium, tenaga kesehatan kemudian kelompok yang berisiko tinggi.

“Itu kita vaksinasi. Sekarang kita sedang datangkan lagi mudah-mudahan minggu ini bisa datang 1000 dosis lagi dari Denmark. Sedangkan vaksin yang Jepang ini belum, karena mereka belum ekspor. Nanti arahan Presiden akan mencoba mendekati pemerintah Jepang apakah kita bisa mendatangkan vaksin Mpox dari Jepang,” kata Budi.

Cek Artikel:  MTQ Nasional ke-30 Dongkrak Ekonomi Kreatif Masyarakat

Di sisi lain, di Afrika, virus ini juga menularkan ke anak-anak. Menkes menjelaskan, itu terjadi karena di Afrika, orang-orang saling berbagi barang yang sama, seperti baju, handuk, selimut, dan tidur di tempat tidur yang sama.

Baca juga : Menkes Paskan Orang tua Korban Perundungan PPDS Undip, Meninggal

“Jadi kalau orang tuanya kena, anak-anak di Afrika itu jadi tertular karena kan cairannya juga akhirnya kena ke anaknya. Itu sebabnya kenapa di Afrika banyak anak-anak yang tertular,” kata Menkes.

Kemenkes kemudian mendapat jawaban peningkatan status menjadi perhatian khusus kesehatan dunia Mpox di Afrika oleh WHO karena adanya varian baru, strain baru, bernama 1B. Ini fatalitasnya lebih tinggi daripada yang sebelumnya. Alasan wabah mpox yang ada di Indonesia dan di Asia itu umumnya Mpox varian 2B.

Cek Artikel:  Menpan-RB Janji Sederhanakan Birokrasi Permudah Dosen Raih Profesor

Sejak tahun 2022 hingga saat ini , kasus Mpox di Indonesia tercatat ada 88 kasus, paling banyak terjadi di tahun 2023, ada sekitar 73. Di tahun 2024 sendiri itu ada 14 yang sudah dikonfirmasi positif dari awal tahun. Daerahnya semua berada di Nusa Jawa dan Kepulauan Riau.

Baca juga : WHO Sarankan Vaksinasi Terarah Buat Atasi Wabah Cacar Monyet 

“Tapi sejak WHO menaikkan kembali status di Agustus 2024. Jadi ada 11 suspek, tapi semuanya negatif. Jadi sesudah di tes PCR dia negatif. Apalagi saya sampaikan dari 88 ini 100% sembuh. Karena 100% mereka adalah varian 2B, kita sudah genome sequence semuanya, karena fasilitas laboratorium bagus, PCR bagus, genome sequencingnya bagus, udah kita genome sequence semuanya 2B,” kata Menkes.

Cek Artikel:  Mengenal Aksara Lontara Warisan Budaya Tertulis Etnis Bugis dan Makassar

Menkes juga mendorong edukasi masyarakat, bahwa Mpox yang di Indonesia itu varian 2B dengan risiko fatal 0,1%. Sedangkan Mpox yang beredar di Afrika adalah varian 1B, yang risiko fatalnya mendekati 10%.

Varian 1B ini belum menyebar kemana-mana kecuali Swedia dan Thailand yang juga berasal dari kedatangan dari Afrika.

Kemudian, penularan Mpox terjadi melalui kontak fisik, salah satunya kontak seksual, dan terjadi di kelompok tertentu. Oleh karena itu penyebarannya tidak akan secepat Covid-19 dan risikonya pasti di kelompok-kelompok tertentu.

“Yang ketiga, vaksinasinya sudah ada, sedang kita datangkan. Tapi sekali lagi, karena vaksinnya ini harga yang mahal sekitar Rp 3,5 jutaan satu (dosis), kita berikan ini ke yang berisiko tinggi, petugas laboratorium, petugas kesehatan, dan orang-orang yang tadi berisiko di daerah-daerah yang memang sudah ada outbreaknya. Kita waspada, tapi tidak usah khawatir berlebihan,” kata Budi Gunadi. (H-2)

Mungkin Anda Menyukai