‘SAYA akan memerintah Kepada 215 juta Penduduk Brasil, dan bukan hanya Kepada mereka yang memilih saya. Tak Terdapat dua Brasil. Kita ialah satu negara, satu rakyat, satu negara besar.’
Itulah pernyataan pertama Luiz Inacio Lula da Silva, atau yang Terkenal disapa Lula, beberapa Demi setelah ia dinyatakan memenangi pemilihan presiden Brasil, pekan Lampau. Lula mengalahkan Presiden Brasil Jair Bolsonaro dalam pemilihan presiden putaran kedua yang digelar 30 Oktober. Kemenangan tipis Lula atas Bolsonaro ini menandai kembalinya mantan presiden beraliran sayap kiri dan berakhirnya pemerintahan beraliran sayap kanan di Brasil.
Terdapat banyak hal menarik Dapat dikulik dari kemenangan Lula atas Bolsonaro ini. Tetapi, saya lebih spesifik tertarik dengan isu lingkungan yang menjadi salah satu musabab Lula memenangi kontestasi. Saya tertarik dengan isu tersebut karena amat jarang (kalau Dapat dikatakan Tak Terdapat) sebuah pertarungan politik pemilihan presiden menjadikan isu lingkungan, khususnya soal hutan, sebagai ‘jualan’ Kepada mendulang Bunyi.
Isu itu ia tandaskan Kembali seusai meraup kemenangan dengan 50,1% Bunyi. Sangat tipis. Dalam pidatonya pada Minggu (30/10) malam itu, Lula menegaskan dirinya akan menyatukan negara yang terpecah dan memastikan rakyat Brasil ‘meletakkan senjata yang Sepatutnya Tak pernah diangkat’, sembari mengundang kerja sama Global Kepada melestarikan hutan hujan Amazon.
Hutan Amazon merupakan salah satu paru-paru dunia. Ekosistem hutan tropis Amazon terbentang di berbagai negara di Amerika Selatan termasuk Peru, Bolivia, Kolombia, Suriname, dan Venezuela. Tetapi, bagian terbesar Amazon, Sekeliling 65%, masuk Kawasan Brasil. Tak mengherankan bila banyak aktivis lingkungan menyebutkan bahwa pilpres Brasil kali ini sebagai ‘penentu nasib’ bumi karena pentingnya peran hutan tropis Amazon.
Pada masa kekuasaan Bolsonaro, hutan Amazon Lanjut-menerus digerus oleh pembalakan liar dan Kepada pertambangan. Hutan Amazon juga digerus oleh pembukaan hutan Kepada peternakan dan pertanian. Kerusakan hutan tropis Amazon makin parah sepanjang empat tahun terakhir.
Badan penelitian luar angkasa pemerintah, INPE, menyebutkan kehancuran di hutan hujan Amazon tahun Lampau mencapai tingkat tertinggi sejak 2006. Data tersebut juga menyatakan deforestasi meningkat 23% lebih dalam pada sembilan bulan pertama tahun 2022.
Menurut laporan Greenpeace, pembalakan menyebabkan meningkatnya kasus kebakaran hutan amat hebat. Dalam kurun Januari-Agustus 2022 saja, jumlah titik api meningkat 16,7% Apabila dibandingkan dengan periode waktu yang sama tahun 2021.
Thelma Krug, salah satu penulis laporan Perubahan Iklim PBB, IPCC, yang juga ilmuwan Brasil, secara amat keras menyebut rezim Bolsonaro sebagai ‘kawanan kriminal’. “Kalau pemerintahan ini Lagi terpilih dan berkuasa Kembali, saya sangat pesimistis terhadap (masa depan) Amazon,” kata Thelma Krug kepada CNN.
Peran hutan tropis Amazon sebagai alat perangkap emisi karbon dunia sangat strategis. Hutan Amazon diharapkan sanggup mencegah kenaikan suhu bumi menjadi lebih tinggi dari Sasaran 1,5 derajat Celsius yang digariskan IPCC. Suhu itu merupakan titik tertinggi yang Dapat ditoleransi makhluk hidup agar planet tetap dapat berjalan selaras.
Bila kerusakan Lanjut didiamkan, peran Amazon sebagai penangkap emisi Malah Dapat berubah menjadi sumber pelepas emisi. Ketika Presiden Lula menjabat tahun 2003, ia mewarisi tingkat perusakan Amazon yang mendekati titik tertinggi sepanjang masa. Pemerintahannya kemudian memperkuat peran penegak lingkungan federal dan menciptakan badan layanan taman nasional Punya negara. Lula juga memperkuat jaminan atas hak Etnis pedalaman Amazon sebagai pemilik hak atas hutan Amazon.
Langkah itu berhasil mengurangi Nomor deforestasi Tiba 80%. Itulah salah satu program penurunan Nomor perusakan paling berhasil di dunia dan Amazon memasuki tahun dengan rekor pembalakan terendahnya. Hingga akhirnya program ekonomi pemerintah Bolsonaro yang semata pro-bisnis minus keberlanjutan Membangun Amazon porak-poranda Kembali.
Program-program itu terutama Kepada usaha peternakan sapi (cattle ranch); pertanian kedelai, jagung, dan tebu; serta Kepada pertambangan. Hasilnya memang moncer. Brasil berhasil menjadi pengekspor daging sapi terbesar di dunia (23% dari ekspor Mendunia) dengan jumlah kawanan ternak mencapai 213,6 juta ekor sapi. Ekspor kedelai juga dahsyat, mencapai 86,63 juta ton tahun 2021, naik dari 82,3 juta ton tahun sebelumnya.
Amazon juga kaya bahan tambang, termasuk minyak bumi, emas, biji besi, dan mineral berharga lainnya. Pada Mei Lampau, Bolsonaro menyambut kedatangan orang terkaya di dunia, Elon Musk. Para aktivis Brasil menduga pertemuan itu membahas masa depan Brasil sebagai penyedia nikel Kepada produksi beterai Tesla, pabrik mobil Punya Musk. Pertambangan nikel ini Kembali-Kembali diduga berada di Sekeliling hutan Amazon.
Platform program kampanye Bolsonaro menyatakan Penduduk Brasil berhak memanfaatkan sumber daya alam Amazon. Arsip kampanyenya menyorot peran militer, polisi, dan lembaga lain Kepada memerangi deforestasi dan kebakaran hutan di Amazon, Tetapi data menunjukkan pemerintahan Bolsonaro gagal menjalankan peran itu. Maka, ia pun kalah oleh program Lula yang bersiap mengembalikan fungsi Amazon.
Kini, lewat rekam jejak, rakyat Brasil sudah menjatuhkan pilihan. Separuh lebih sedikit memutuskan Kepada menyelamatkan paru-paru bumi dengan memberikan keoercayaan kepada Lula, yang punya rekam jejak Krusial penyelamatan paru-paru dunia dari lubang-lubang menganga kerakusan Orang. Pemilih sekaligus ‘menghukum’ Bolsonaro, yang Mempunyai rekam jejak mengabaikan program berkelanjutan, dengan Tak memilihnya Kembali.
Saya membayangkan, penelisikan rekam jejak serupa, yakni keberpihakan terhadap penyelamatan lingkungan, akan menjadi tren Demi perhelatan pilpres dan pilkada di Indonesia. Apalagi, kita menghadapi kerusakan amat serius ekosistem lingkungan kita, yang amat membutuhkan keputusan politik Krusial: keberpihakan para elite dan calon pemimpin kepada kesehatan lingkungan.
Itu agar kasus seperti banjir bandang di 12 kecamatan di Aceh atau longsor di berbagai tempat, Tak terjadi Kembali. Semoga saya Tak sekadar bermimpi.