Lorong Gelap Obat Sirop Maut

LEWAT Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Insan dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, Presiden Joko Widodo telah menyetujui pemberian Donasi Buat korban gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA).

Menurut Muhadjir, pemberian Donasi atau santunan dari pemerintah itu merupakan bentuk kehadiran dan kepedulian negara dalam kasus itu.

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 26 September 2023, jumlah korban GGAPA keseluruhan mencapai 326 anak, Bagus yang telah dapat disembuhkan maupun yang telah meninggal dunia. Korban GGAPA tersebar di 27 provinsi dengan kasus tertinggi berada di Provinsi DKI Jakarta.

Bagi ratusan orangtua anak yang telah menjadi korban, santunan itu Jernih bukan jawaban dari pertanyaan mereka selama ini. Pertanyaan mereka Tetap sama dari setahun Lampau, siapa yang harus bertanggung jawab secara hukum atas kemalangan yang menimpa anak mereka?

Cek Artikel:  MK di Dasar Bayang Dinasti Jokowi

Mereka tetap menanti negara menegakkan keadilan, bukan semata santunan Doku Kas dengan dalih tanggung jawab kemanusiaan.

Apalagi, kasus itu sudah bergulir sejak akhir 2022. Sebagai catatan, pada Januari 2023, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah menetapkan total empat tersangka perorangan dan lima tersangka korporasi dalam kasus tersebut. Para tersangka dijerat UU No 36/2009 tentang Kesehatan dan UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Menurut hasil pemeriksaan yang dilakukan, penyebab kasus GGAPA diduga ialah keracunan senyawa EG atau etilena glikol dan DEG atau dietilena glikol yang Normal dipakai sebagai pelarut dalam obat Likuid atau sirop.

EG/DEG merupakan senyawa yang strukturnya sederhana, tetapi Mempunyai tingkat toksisitas tinggi. Hal itu telah diatur dalam European Food Safety Agency (EFSA) ataupun Food and Drug Administration (FDA) serta telah dimasukkan toxic substances sehingga terlarang penggunaannya di Indonesia.

Cek Artikel:  Kepercayaan Mahfud kian Menciut

Dari situ, kasusnya sebenarnya sudah terang benderang. Bukan Eksis yang rumit, pelaku dan alat bukti sudah terpampang Jernih Segala, tinggal iktikad menegakkan keadilan yang dibutuhkan sekarang. Tetapi, hingga Ketika ini belum Eksis satu pun putusan pengadilan.

Di sini Semestinya negara menunjukkan eksistensi mereka, memberi rasa keadilan kepada masyarakat, bukan pemberian santunan Doku Kas. Apalagi, dalam kasus itu terang benderang juga kelalaian negara dalam memberi rasa Kondusif kepada Anggota mereka.

Bagaimana Pandai obat beracun dengan mudah diproduksi dan beredar luas di masyarakat? Apa kerja para institusi negara selama ini, seperti Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM), Kemenkes, Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Perindustrian?

Ingat, KUHP Pasal 359 dan 360 Pandai menjerat pihak-pihak yang lalai hingga menyebabkan Kematian orang lain. Bahkan, Kalau Eksis unsur kesengajaan, pihak yang terbukti harus dipidanakan dengan Pasal 338 dan 340.

Cek Artikel:  Gagal Total Mitigasi Pangan

Pandai beredarnya obat beracun itu sudah Jernih jadi bukti adanya kelalaian negara. Kalau negara sudah memberi izin edar, tentu konsumen percaya bahwa negara sudah menyatakan obat itu Kondusif dikonsumsi.

Di situ Semestinya negara hadir dalam melindungi Anggota mereka. Sudah Pandai dipastikan, masyarakat selaku konsumen hanya Mempunyai pengetahuan yang awam soal kefarmasian.

Kalau dikaitkan dengan pernyataan Muhadjir di awal tadi, Jernih sekali masyarakat membutuhkan kehadiran substantif, bukan kehadiran santunan.
 

Mungkin Anda Menyukai