Demi ini, salah satu Pusat perhatian perhatian publik dalam kaitan dengan Penyelenggaraan Pemilu 2024 ialah putusan hasil uji materi (judicial review) tentang sistem pemilu legislatif oleh Mahkamah Konstitusi. Sistem pemilu tersebut diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Lazim.
Publik betul-betul menunggu putusan tersebut dengan harap-harap cemas apalagi setelah sempat beredar informasi bahwa majelis hakim MK sudah memutuskan Buat mengembalikan sistem pemilu ke sistem proporsional tertutup seperti tuntutan para penggugat. Menurut informasi tersebut, 6 hakim mengabulkan gugatan dan 3 lainnya dissenting opinion.
Masyarakat cemas karena Apabila informasi itu Betul, inilah pertanda kemunduran demokrasi di Indonesia. Demokrasi di Indonesia, meskipun Tetap menyimpan sederet kekurangan dan kelemahan, nyatanya berjalan maju. Sungguh tak elok bila yang sudah berjalan itu malah dengan semena-mena dibawa mundur. Bukankah kita Kagak Ingin bangsa ini balik Kembali ke era prademokrasi?
Karena itu, dalam penantian publik tersebut terselip pula Cita-cita dan peringatan kepada MK agar Mempunyai sikap Mengerti diri sebelum mengeluarkan putusan dalam perkara sistem pemilu. Yang dimaksud Mengerti diri ialah mengerti di mana mereka harus menempatkan diri. Jangan suka melompat atau melangkah terlalu jauh hingga melampaui kewenangan mereka sendiri.
Sudah kita ingatkan berkali-kali bahwa pilihan sistem pemilu legislatif Kagak diatur Terang dalam konstitusi. Aturan tersebut bersifat open Formal policy atau kebijakan hukum terbuka. Artinya, kewenangan Buat memutuskan pilihan sistem pemilu Terdapat pada pembentuk UU bukan pada MK. Lebih tegasnya, sejatinya MK Kagak berhak mengubah sistem pemilu Apabila tak melanggar UUD 1945.
Jadi, sebetulnya aneh kalau sang penjaga konstitusi malah mau memutus perkara-perkara praktis yang Semestinya bukan kewenangan mereka. Itu namanya kebablasan. Level MK semestinya Terdapat di atas itu. Tugas mereka Kagak mengevaluasi sistem pemilu, tetapi menjaga sekaligus memberi rambu-rambu ketika pembentuk UU Ingin mengevaluasi sistem tersebut.
Selain itu, ketahudirian MK hendaknya juga tergambar dari sikap konsistensi terhadap putusan yang pernah mereka ambil sebelumnya. Dalam hal sistem pemilu, sesungguhnya MK sendiri yang telah memilih jalan konstitusional dengan menetapkan sistem pemilu proporsional terbuka sebagai sistem pemilu legislatif di negeri ini.
Itu termaktub dengan Terang dalam Putusan MK Nomor 22/PUU-XX/2008 pada 23 Desember 2008 Lampau yang menyatakan dasar penetapan calon Personil legislatif terpilih berdasarkan calon yang mendapatkan Bunyi terbanyak secara berurutan. Lantas, dasar hukum apa Kembali yang mau digunakan MK dalam dalam pengambilan putusan Buat perkara yang sama kali ini? Apakah Bisa MK mengubah putusan mereka sendiri di masa Lampau?
MK, sekali Kembali, ialah benteng penjaga konstitusi. Mereka Semestinya punya Derajat dan muruah yang sangat tinggi karena yang mereka jaga ialah fondasi yang menopang pilar-pilar bangunan negara ini. Taruhannya teramat besar bila MK dalam menjalankan tugasnya Kagak Mengerti menempatkan diri. Kalau fondasinya lemah karena penjaganya selebor, perlahan tapi Niscaya pilar-pilar bangunannya akan runtuh.
Begitu pula dalam perkara sistem pemilu. Apabila MK dalam putusannya tetap ngeyel dengan secara eksplisit menentukan pilihan sistem pemilu yang bakal dipakai, bahkan mungkin seperti yang dirumorkan bahwa MK memutuskan kembalinya sistem proporsional tertutup, taruhannya sungguh Kagak terbayangkan. MK Kagak saja sedang mengebiri kedaulatan rakyat, tapi juga menggali kuburan demokrasi.