Liputanindo.id OPINI – Gerakan #KamiMuak mendadak merebak ke seantero negeri. Fenomena ini muncul tidak “ujug-ujug” dan bukan tanpa alasan. Tapi juga bukan karena sebuah desain dan skenario besar kepentingan politik partisan tertentu.
Apalagi disebut sebagai “Politik Belah Bambu” dimana yang satu diinjak, dan yang satunya lagi diangkat dan dinaikan. Bukan! Gerakan tanpa deklarasi ini muncul secara natural, alami, apa adanya, bahkan kelewat jujur.
Eksislah seorang remaja putri yang tidak dikenal publik yang mempopulerkan pertama kali gerakan #KamiMuak di media sosial. Dan seketika, postingan dari generasi Milenial dan Gen Z itu menjadi viral karena isinya sangat mewakili suasana bathin mayoritas rakyat Indonesia yang masih memiliki “Kewarasan Kolektif”.
Seperti diketahui, hanya dalam waktu singkat, sekitar satu minggu di sudut-sudut jalan di kota-kota besar, sudah terpasang baliho wajah putra bontot Sang Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep. Sekalian orang yang melintas di jalan pasti pernah melihat baliho itu dengan beragam pertanyaan besar di hatinya.
Apa sebenarnya motif pemasangan baliho besar Kaesang yang baru dua hari bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tapi langsung menggusur Giring Nidji sebagai Ketua Biasa PSI? Ya, yang sudah pasti ada motif politik karena ada logo partai, PSI. Tapi motif politik untuk apa? Atau, untuk siapa?
Jumlahnya di seluruh Indonesia diduga mencapai ratusan ribu bahkan mungkin jutaan baliho. Karena di setiap kecamatan jika dipukul rata-rata ada 20 baliho saja (minimal) dikali 7.277 kecamatan di seluruh Indonesia, jumlahnya mencapai 145.540 baliho. Wow!
Kalau 145.540 baliho itu dihargai senilai Rp150.000 perbuah dengan rincian biaya pembuatan, bambu, pemasangan dan transportasi, maka akan bisa merogoh kocek hingga sebesar Rp21.831.000.000 (21,8 miliar rupiah). Wow!
Itu baru anggaran untuk baliho se-Indonesia. Belum lagi ratusan hingga ribuan billboard di sejumlah kota di Indonesia. Dan terakhir iklan di sejumlah stasiun televisi. Anggarannya bisa membengkak mencapai dua kali lipat lebih. Dibulatkan, mungkin mencapai Rp50 miliar lebih. Wow…
Pertanyaan berikutnya, apakah PSI sebagai partai politik non Parlemen Senayan mampu dan berani merogoh kocek sebesar itu untuk sekadar mem-branding ketua umumnya yang baru seumur jagung? Kira-kira logis tidak? Apakah PSI bisa memasang baliho Kaesang semassif itu hanya dalam waktu singkat langsung tersebar di seluruh Indonesia?
Pertanyaan itu sudah jelas jawabannya, Enggak! Karena mulai dari modal dan gerak cepat pemasangannya mampu mengalahkan sejumlah atribut Capres-Cawapres kontestan Pilpres 2024 dan partai politik besar yang eksistensinya jauh lebih unggul dan matang dibanding PSI.
Ini bukan suudzon, tapi semua orang sudah bisa menebak hanya dengan menggunakan nalar sederhana, sepertinya ada tangan-tangan besar kekuasaan yang bermain. Tapi untuk apa? Kenapa seorang Kaesang dibranding sampai semegah itu? Memangnya siapa Kaesang Pangarep? Anak seorang presiden? Yes! Lantas, siapa penyandang dananya? Ini bukan demokrasi yang sewajarnya, kawan. Sungguh #KamiMuak!
Mr. Presiden, panjenengan jangan jadi Post Power Syndrome di etape terakhir ini. Tunjukkan kepada seluruh rakyat Indonesia, bahkan dunia, kalau seorang Jokowi adalah pemimpin sejati yang tidak akan merusak nilai-nilai demokrasi, tidak memperkosa konstitusi dengan memanipulasi hukum serta berjiwa ksatria untuk menghentikan segala praktek Politik Dinasti di negeri ini.
Semata-mata, agar panjenengan soft landing di akhir masa jabatan dan bisa menjadi contoh dan tauladan yang baik bagi generasi penerus di masa depan. Ingat, jangan pernah sekalipun menggunakan gaya Orba (Rezim Orde Baru; KKN dan Security Approach) dalam melanggengkan kekuasaan dengan cara main kayu. Kalau tidak, Semesta Rakyat Serempak Banteng Ketaton Dapat Bergerak Mencari Jalannya Sendiri. Maka, Sudahi Sekaliannya, Mr. Presiden!
“…Indonesia Negara Berdasarkan Hukum, Rechtsstaats, bukan Negara Kekuasaan, Machtsstaat…
Salam 1/2 Merdeka!
Baca Juga:
Kabupaten MAPPI Darurat Demokrasi
Nuryaman “Berry” Hariyanto (Sekadar Aktivis ’98)
Artikel penulis tidak mewakili pandangan dari Caritau.com
Baca Juga:
Anomali Pemilu 2024: Penuh Kecurangan TSM, Jokowi Khianati Demokrasi dan Konstitusi