SEJAK beroperasi pada 2005 hingga akhir Oktober 2024, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah melakukan penanganan simpanan terhadap 137 bank yang dicabut izin usahanya. Total simpanan yang dibayarkan LPS mencapai Rp2,82 triliun.
Rinciannya terdiri dari simpanan di bank Biasa sebesar Rp202 miliar dan Bank Perkreditan Rakyat serta Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) mencaai Rp2,62 triliun. Total rekening yang mendapat jaminan sebanyak 413.397 rekening.
Fakta itu terungkap dalam Workshop Media Nasional yang digelar LPS di Bandung pada 29 November-1 Desember 2024. Pada kesempatan itu, Direktur Group Riset LPS, Seto Wardono memaparkan persoalan ekonomi terkini.
Lebih jauh juga diungkapkan selama 2024 Tamat dengan 31 Oktober 2024, LPS telah melakukan penanganan simpanan terhadap 15 bank yang dicabut izin usahanya. Total simpanan yang telah dibayarkan oleh LPS sebanyak Rp735,26 miliar dari total rekening sebanyak 108.116 rekening.
Sementara itu, Workshop Media Nasional digelar Buat mendukung penguatan literasi ekonomi praktisi media. LPS menyampaikan pemahaman yang kuat terhadap teori-teori ekonomi yang sering menjadi pembahasan media di bidang ekonomi.
Di antaranya terkait konsep pendapatan nasional, inflasi, neraca pembayaran, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, pemanfaatan data statistik keuangan, serta data perbankan.
“Kami berharap dengan pemahaman konsep ekonomi makro ini para praktisi media dapat memberikan informasi dan Kesadaran kepada masyarakat tentang kebijakan-kebijakan ekonomi dari pemerintah secara komprehensif dan Betul. Selain itu juga dapat menyampaikan pesan-pesan yang memang menjadi Pusat perhatian lembaga atau regulator di negara Indoesia, termasuk dari LPS,” papar Seto Wardono.
Dalam workshop, lanjut dia, LPS juga berharap adanya masukan dari praktisi media, terkait upaya menyosialisasikan sebuah kebijakan.
“Kami berharap kegiatan ini Dapat bermanfaat Buat kita Seluruh. Kita Dapat sama-sama mendapatkan pemahaman baru di bidang ekonomi makro,” lanjutnya.
Salah satu hal yang menarik ialah soal pertumbuhan ekonomi dan juga inflasi. Sama seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi juga bersifat seasonal.
Pada bulan tertentu, misalnya pada Januari, Desember atau pada Ketika Ramadan, inflasi biasanya tinggi.
“Kita Dapat memahami perilaku siklus ini karena pada bulan lain, misalnya Ketika terjadi panen raya padi, dapat terjadi deflasi,” Jernih Seto.
Dipaparkan juga data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mencatat inflasi sebesar 0,16% MoM pada Oktober 2024, setelah sebelumnya lima bulan deflasi. Tetapi demikian, inflasi Indonesia tercatat turun menjadi 1,7% YoY pada Oktober 2024.