PAKAR Hukum Pidana Universitas ST Thomas Medan Berlian Simarmata mengingatkan lembaga penegak hukum diharuskan untuk menyerahkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada pihak yang berkepentingan dalam penanganan perkara. Penyerahan SPDP tertuang jelas dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 130 Mengertin 2015 yang berpendapat, tertundanya penyampaian SPDP oleh penyidik kepada Jaksa Penuntut Biasa bukan saja menimbulkan ketidakpastian hukum akan tetapi juga merugikan hak konstitusional terlapor dan korban.
“Ini hal yang wajib dilakukan lembaga penegak hukum, termasuk KPK. Jadi di putusan MK itu dikatakan penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban atau pelapor paling lambat tujuh hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan itu lah isi putusan MK. Jadi penyidik dikatakan wajib,” katanya, Selasa (17/9).
Pernyataan ini disampaikan Berlian merespon sikap KPK yang belum menyerahkan SPDP kepada para tersangka dalam kasus dugaan korupsi proses KSU dan akuisisi PT Jembatan Nusantara tersebut. Dia menyebut salah satu konsekuensi dari penundaan penyerahan SPDP itu adalah tidak sahnya proses hukum yang dilakukan KPK, baik dalam proses pemeriksaan hingga penetapan tersangka terhadap pihak terlapor.
Baca juga : KPK Soroti Pansel yang Buat Proses Wawancara Capim Tertutup
“Maka konsekuensinya menurut saya dan sering saya katakan di pengadilan kalau tidak dilakukan maka segala sesuatu yang didasarkan kepada sprindik yang bersangkutan menjadi tidak sah, jadi kalau berdasarkan sprindik tersangka diperiksa ya pemeriksaannya tidak sah, hasilnya tidak sah kalau SPDP itu tidak disampaikan,” tegasnya.
Berlian mengungkapkan alasan pentingnya penyerahan SPDP terhadap pihak terlapor atau tersangka. Salah satunya, untuk memberi kepastian hukum terhadap jaksa penuntut umum, terlapor, maupun pelapor.
Ia berpandangan putusan MK yang mengatur penyerahan SPDP bertujuan membatasi sikap kesewenang-wenangan lembaga penegak hukum. Termasuk, memberi ruang bagi pihak berperkara dalam untuk memperjuangkan hak-hak konstitusinya dengan mengajukan gugatan praperadilan
Baca juga : Capim KPK Didominasi Penegak Hukum, ICW Sebut Rawan Intervensi
“Nah maka itu harus segera disampaikan supaya ada kontrol satu sama lain. Jadi ada kepastian bagi penuntut umum, ada kepastian dari pelapor, ada kepastian dari terlapor sudah sampai sejauh mana kasusnya.”
Sebelumnya sidang lanjutan gugatan praperadilan tersangka kasus dugaan korupsi proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT Angkutan Sungai Anggaranu dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry Persero kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) kemarin.
Dalam persidangan, tim kuasa hukum tersangka IP membawa sejumlah dokumen dan bukti tertulis untuk membantah dalil KPK dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka. Salah satu pokok materi yang dipersoalkan dalam gugatan itu ialah tidak adanya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang diterima IP setelah menyandang status tersangka dari KPK. (Sru/M-4)