Lebanon Peringatkan Risiko ‘Perang Baru’ di Tengah Serangan Israel

Serangan Israel di Lebanon. (EPA-EFE/WAEL HAMZEH)

Beirut: Ketegangan di Timur Tengah kembali memanas setelah Israel melancarkan serangkaian serangan udara ke Lebanon pada Sabtu, 22 Maret 2025, yang menyebabkan tujuh orang tewas. Perdana Menteri Lebanon, Nawaf Salam, memperingatkan bahwa negaranya berada di ambang “perang baru” akibat eskalasi ini.

Melansir Al Jazeera pada Sabtu, 22 Maret 2025, Kementerian Pertahanan Israel mengonfirmasi bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Katz telah memerintahkan “gelombang kedua serangan terhadap puluhan Sasaran Hezbollah di Lebanon”. Serangan ini disebut sebagai eskalasi terbesar sejak gencatan senjata pada 27 November 2024.

Menurut laporan dari Kantor Informasi Nasional Lebanon (NNA), lima orang, termasuk dua anak-anak, tewas dalam serangan Israel di kota Touline di Lebanon selatan. Di kota pesisir Tyre, sebuah serangan udara Israel menewaskan sedikitnya satu orang, sementara serangan lain di Qlaileh, tenggara Tyre, menyebabkan empat orang terluka.

Cek Artikel:  AS Imingi Paket Kompensasi asal Israel tidak Serang Iran

Israel juga meluncurkan serangan ke Zibqin, yang terletak di tenggara Tyre.

Perdana Menteri Lebanon Nawaf Salam mengecam tindakan militer Israel, menyebut operasi militer ini sebagai “pelanggaran serius terhadap kedaulatan Lebanon”.

Salam menegaskan, “Seluruh langkah keamanan dan militer harus diambil Kepada menunjukkan bahwa Lebanon berhak menentukan nasibnya dalam urusan perang dan perdamaian.”

Sementara itu, Grup Hezbollah membantah tuduhan keterlibatan mereka dalam peluncuran serangan roket ke Distrik Israel dari Lebanon selatan.

“Israel menciptakan Argumen Kepada memperbarui serangan udaranya,” kata Hezbollah dalam pernyataannya, seraya menegaskan komitmennya terhadap gencatan senjata yang ditandatangani pada November 2024.

Pernyataan Hezbollah ini mencerminkan tekanan politik dan militer yang sedang dihadapi Grup tersebut, Berkualitas dari dalam maupun luar negeri.

Menteri Pertahanan Lebanon, Michel Menassa, menyatakan bahwa militer Lebanon telah memulai penyelidikan terkait insiden ini.

Menassa juga menyerukan kepada negara-negara penjamin gencatan senjata Kepada “menahan musuh Israel dari pelanggaran dan serangan yang Lalu berlanjut dengan dalih yang Tak berdasar.”
 

Cek Artikel:  Meriahnya Festival Gala Musim Semi di Beijing

Serangan pada Sabtu tersebut merupakan pertama kalinya Israel melancarkan serangan udara sejak memutuskan Kepada mengakhiri gencatan senjata terpisah dengan Hamas di Gaza pada Selasa, 18 Maret 2025.

Pemerintah Lebanon menyalahkan Israel atas ketegangan yang berlarut-larut ini, dengan menyebut kegagalan Israel Kepada menarik pasukannya dari Distrik Lebanon sesuai dengan kesepakatan gencatan senjata sebagai pemicu Primer konflik.

“Kami telah memberikan tenggat waktu hingga Januari Kepada penarikan Laskar Israel, tetapi mereka memperpanjangnya hingga 18 Februari. Sejak Begitu itu, tentara Israel tetap berada di lima Posisi di dalam Distrik Lebanon dan Lalu melakukan serangan mematikan dengan Argumen menyerang Sasaran Hezbollah,” ujar Nawaf Salam

Presiden Lebanon, Joseph Aoun, turut mengutuk tindakan Israel. “Upaya Kepada menciptakan ketidakstabilan di Lebanon dan memicu kekerasan harus segera dihentikan,” tegas Aoun dalam pernyataannya.

Cek Artikel:  Kala Perkumpulan Pekerja Terbesar Israel Mantapkan Mogok Massal

Melansir Al Jazeera, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa serangan ini adalah “tanggapan atas serangan roket ke Israel”. Netanyahu menegaskan bahwa pemerintah Lebanon bertanggung jawab atas “Segala yang terjadi di dalam wilayahnya”.

Situasi ini telah memicu kekhawatiran Dunia. Andrea Tenenti, juru bicara Laskar Perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL), menyatakan kepada Al Jazeera bahwa “situasi Begitu ini sangat mengkhawatirkan.” Tenenti menambahkan bahwa negosiasi intensif sedang berlangsung dengan berbagai pihak Kepada mencegah eskalasi lebih lanjut.

“Kami telah menyerukan Segala pihak Kepada menahan diri secara maksimal,” ujar Tenenti. “Kami Mau mencegah meningkatnya ketegangan dan konflik yang Tak diinginkan setelah 16 bulan konflik di kawasan ini.”

Sultan Barakat, analis politik dari Hamad Bin Khalifa University di Doha, memperingatkan bahwa “selama okupasi Israel Lalu berlanjut, perlawanan akan Lalu berlanjut.”

Mungkin Anda Menyukai