Lapor SPT Diperpanjang hingga April, Setoran Pajak Turun 18,1%, Apakah Dampak Coretax?

Liputanindo.id – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) baru-baru ini mengumumkan kebijakan perpanjangan waktu pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Kepada Wajib Pajak Orang Pribadi hingga 11 April 2025. Keputusan ini diambil seiring dengan adanya libur nasional dan cuti Berbarengan yang cukup panjang di akhir Maret hingga awal April. Tujuannya adalah Kepada memberikan kelonggaran bagi wajib pajak yang mengalami kendala administratif dan teknis dalam proses pelaporan.

Tetapi, di tengah pelonggaran tersebut, Indonesia mengalami penurunan tajam dalam penerimaan pajak. Hingga Maret 2025, tercatat bahwa setoran pajak mengalami penurunan hingga 18,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran, terutama dalam kaitannya dengan peluncuran sistem administrasi perpajakan baru, Coretax. Dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini, penggunaan payroll software menjadi solusi Krusial bagi perusahaan Kepada memastikan kepatuhan pajak tetap berjalan tanpa hambatan.

Simak selengkapnya!

Penerimaan pajak merosot: Bilangan dan analisis

Penurunan penerimaan pajak di Indonesia Kagak Dapat dianggap remeh. Berikut beberapa data dan fakta terkini:

●       Januari 2025: Penerimaan pajak hanya mencapai Rp88,89 triliun, turun 41,86% dari Rp152,89 triliun pada Januari 2024.

●       Februari 2025: Penurunan berlanjut dengan total penerimaan sebesar Rp187,8 triliun, atau turun 30,19% secara tahunan (year-on-year).

●       Maret 2025: DJP melaporkan bahwa setoran pajak turun sebesar 18,1%, penurunan tajam yang dianggap luar Normal di awal tahun fiskal.

Cek Artikel:  Couple Goal Stylish, Rahasia Donna Agnesia dan Darius Sinathrya Kompak Mengenakan Outfit Selalu Matching

Penurunan ini terjadi di berbagai jenis pajak, termasuk Pajak Pendapatan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan pajak dari sektor ekspor-impor. Dampaknya Kagak hanya dirasakan oleh DJP, tetapi juga oleh pemerintah secara keseluruhan dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

Coretax: Hasil karya yang belum sepenuhnya siap?

Coretax merupakan sistem inti administrasi perpajakan berbasis digital yang diluncurkan secara nasional pada Januari 2025. Sistem ini mengintegrasikan berbagai layanan perpajakan dalam satu platform terpadu, termasuk pendaftaran NPWP, pelaporan SPT, pembayaran pajak, hingga pengajuan restitusi.

Sayangnya, pada fase awal peluncuran, Coretax belum sepenuhnya Kukuh. Banyak wajib pajak, Berkualitas individu maupun badan usaha, mengeluhkan:

●       Gagal akses sistem di jam sibuk,

●       Lambatnya proses validasi Berkas,

●       Gangguan Ketika pelaporan atau penyetoran pajak elektronik,

●       Integrasi dengan sistem internal perusahaan yang belum optimal.

Kendala teknis ini secara langsung memengaruhi kepatuhan wajib pajak dan menyebabkan keterlambatan pelaporan maupun pembayaran, yang berujung pada penurunan pendapatan negara secara signifikan.

Unsur lain di balik penurunan pendapatan pajak

Selain Coretax, Eksis beberapa penyebab lain dari penurunan penerimaan pajak pada awal 2025:

1. Dampak harga komoditas Mendunia

Penurunan harga komoditas seperti batu bara, nikel, dan minyak sawit mentah (CPO) turut menurunkan kontribusi pajak dari sektor sumber daya alam.

Cek Artikel:  Gambarkan Emosional Gen Z, Perpaduan Tenun Badui dan NTT Melenggang di JFT 2024 Lewat Model Bertopeng

2. Koreksi lebih bayar dari Tarif TER PPh 21

Penerapan Tarif Efektif Rata-rata (TER) pada PPh 21 yang mulai berlaku sejak 2024 menimbulkan lebih bayar Sekeliling Rp16,5 triliun. Di awal 2025, pengusaha dan karyawan mengajukan klaim restitusi lebih bayar secara massal, yang turut menggerus penerimaan Kudus negara.

3. Kebijakan penghapusan Hukuman

Melalui Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-67/PJ/2025, DJP menghapuskan Hukuman keterlambatan pelaporan dan pembayaran selama masa transisi Coretax. Hal ini Membangun beberapa wajib pajak menunda kewajiban hingga sistem Betul-Betul Kukuh.

Apa dampaknya bagi APBN dan perekonomian nasional?

Turunnya penerimaan pajak akan berdampak besar terhadap program pembangunan nasional. Pemerintah mengandalkan pajak sebagai sumber Primer pembiayaan Kepada:

●       Program Donasi sosial (Bansos),

●       Proyek infrastruktur prioritas,

●       Pendidikan dan kesehatan,

●       Bonus fiskal bagi UMKM dan sektor produktif lainnya.

Apabila penerimaan Lanjut anjlok dan Kagak Eksis langkah Segera, defisit anggaran akan melebar. Potensi shortfall pendapatan negara diprediksi meningkat, dan ini Dapat memengaruhi kepercayaan investor maupun peringkat kredit Indonesia.

Peran teknologi dan payroll software dalam mitigasi risiko pajak

Dalam kondisi ini, perusahaan perlu lebih proaktif dalam menyesuaikan diri dengan dinamika kebijakan perpajakan. Beberapa langkah strategis yang Dapat diambil antara lain:

Cek Artikel:  Terinspirasi dari Makeup Ala WINTER aespa, Yuk Coba Ikut Trennya

●       Mengadopsi payroll software yang terintegrasi dengan sistem e-Filing dan e-Billing DJP agar penghitungan pajak karyawan lebih Presisi dan Mekanis.

●       Menyediakan pelatihan internal tentang Coretax kepada tim keuangan dan HR Kepada mempercepat adaptasi.

●       Menggunakan fitur reminder dan dashboard pajak Kepada meminimalkan risiko keterlambatan atau denda.

●       Melakukan audit internal secara berkala terhadap kewajiban perpajakan perusahaan.

Payroll software modern juga mempermudah pelaporan PPh 21 bulanan dan tahunan, pemotongan pajak karyawan, serta integrasi NPWP dan data BPJS. Ini Sekalian akan mendukung kepatuhan perusahaan terhadap regulasi DJP dan menghindari Hukuman yang tak diinginkan.

Turunnya setoran pajak hingga 18,1% di awal tahun 2025 menjadi peringatan serius bagi pemerintah dan pelaku usaha. Meskipun Coretax bertujuan Berkualitas sebagai digitalisasi sistem pajak nasional, fase transisi yang belum matang memberikan tantangan yang Kagak kecil.

Perusahaan perlu mengantisipasi perubahan ini dengan memperkuat sistem internal mereka. Salah satu Langkah paling efektif adalah dengan menggunakan payroll software yang Pandai memastikan proses perhitungan dan pelaporan pajak berjalan Mekanis, efisien, dan sesuai ketentuan.

Kesiapan teknologi dan pemahaman terhadap regulasi terbaru akan menjadi kunci agar perusahaan tetap Taat, sekaligus membantu pemerintah memulihkan penerimaan pajak secara bertahap.

Mungkin Anda Menyukai