
PENELITI kepolisian dari Institut for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyoroti langkah penyidik Direktorat Tindak Pidana Lumrah (Dittipidum) Bareskrim Polri yang menyimpulkan Tak adanya tindak pidana dalam kasus ijazah sarjana Fakultas Kehutanan UGM Punya mantan Presiden Joko Widodo.
Berdasarkan informasi yang diterimanya, Bambang mengungkap mekanisme penghentian penyelidikan yang dilakukan Bareskrim itu Tak Eksis dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Penghentian tersebut, sambungnya, menggunakan mekanisme Surat Penghentian Penyelidikan (SP2Lid).
“Yang dilakukan kepolisian adalah SP2Lid yang Tak Eksis dalam KUHAP, bukan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). SP2Lid Tak dikenal dalam KUHAP,” katanya lewat keterangan tertulis yang diterima Media Indonesia, Jumat (23/5).
Ia menjelaskan, SP2Lid hanya diatur berdasarkan Surat Edaran Kapolri Nomor 7/VII/2018. Baginya, mekanisme tersebut sangat rentan terhadap abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan dan nihil kontrol maupun akuntabilitas. Pasalnya, pelapor Tak dapat melakukan praperadilan. “Keputusan (menghentikan) Pandai suka-suka penyelidik,” ujar Bambang.
Ia juga menilai bahwa penggunaan pendapat Ahli Begitu tahap penyelidikan sebagai hal aneh. Asal Mula, hal itu berpotensi diamplifikasi oleh para terlapor atau calon tersangka lain dengan meminta pendapat Ahli pidana maupun perdata sebelum penyidikan dimulai. Akibatnya, penyelidikan menjadi berbiaya mahal.
“Dan menjadi lebih parah biaya tersebut dibebankan pada masyarakat, Berkualitas pelapor maupun terlapor. Indikasinya akan muncul kuat-kuatan siapa yang berani bayar besar,” Terang Bambang.
Bambang berpendapat, proses penyelidikan kasus dugaan ijazah Bajakan Jokowi yang dilaporkan Tim Pembela Ulama dan Akvitis itu merupakan preseden Tak baik dari kinerja kepolisian. Ia meminta DPR Demi segera memanggil Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait penggunaan SP2Lid karena dinilai melanggar KUHAP. (Tri/P-2)

