Liputanindo.id JAKARTA – Kasus sengketa lahan di Cilincing, Jakarta Utara masuk dalam penyidikan. Indra Hardimansyah, selaku Kuasa Hukum Suryati membeberkan salah satu fakta di hadapan penyidik Polda Metro Jaya.
Indra menjelaskan terkait dikeluarkannya sertfikat Girik C 732, pada tahun 1983. Menurutnya Girik tersebut benar dikeluarkan oleh pihak kelurahan Marunda.
“Pada faktanya Girik tersebut benar adanya yang dikeluarkan oleh pihak kelurahan Marunda dari hasil pecahan tanah yang di jual dari H Uman kepada Abdoel Soekoer pada tahun 1983,” tegas Indra saat menampingi saksi pihak Suryati, yakni Narowi di Polda Metro Jaya.
Duketahui, pada Selasa tanggal 27 februari 2024 silam, kuasa hukum Indra Hardimansyah bersama Eke Hatianto mendampingi saksi dari pihak Suryati, yaitu Narowi yang tak lain adalah suami Suryati.
Pemeriksaan saksi Narowi itu berdasarkan laporan Polisi Nomor :LP/7019/X/2019/PMJ/Ditreskrimum Polda Metro Jaya, tertanggal 31 Oktober 2019.
Menurut Indra, bahwa pada intinya ketiga AJB 130,131 dan 135 Pahamn 1988 tidak tercatat di kecamatan cilincing. Sementara yang tercatat adalah kedua akta hibah 384/2008 dan 385/2008 sesuai dengan Putusan MA (INKRAH) Nomor : 3326/K/PDT/2021.
Dirinya menyayangkan sikap penyidik Polda Metro Jaya Unit Ill Harda yang mencecar pertanyaan diluar sepengetahuan saksi. Padahal dikatakannya, saksi yang dihadirkan pihaknya telah memberikan keterangan sebenar-benarnya berdasarkan data.
“Penyidik selalu menanyakan bahwa tanah tersebut sudah di jual oleh H Uman kepada alm Nurhavin Aziz, alm Darsono dan Herman Supriyanto kepada saksi. Pada kenyataan tidak benar,” terang Indra, Minggu (3/3/2024).
Tetapi, saat ditanya mengenai tempat kejadian penjualan tanah, warna pakaian yang dikenakan H Uman, serta soal ada tidaknya dokumentasi foto dan video? penyidik tidak bisa menjawab.
“Inikan aneh,” jelas Indra.
Dirinya berharap dengan adanya asistensi supervisi dari Kepala Biro Pengawasan dan Penyelidilan (Wassidik) Mabes Polri, kasus sengketa lahan ibu Suryati, maka proses penyidikan dapat berjelan netral, tapi pada kenyataannya tidak.
Perkara perdata ini dimulai dari Pahamn 2017 sampai Pahamn 2021, dan dimenangkan oleh pihak Suryati. Pada tahun 2018 pihak Suryati pernah membuat Laporan Polisi Nomor : TBL/181/K//2018/PMI/RESIU Copot 23 Januari 2018.
Tetapi, berjalan selang beberapa bulan kasus tersebut langsung di SP3 kan, dikarenakan masih adanya Perkara Perdata di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara.
“Anehnya kok bisa ya berjalan laporan polisi di Polda Metro Jaya Nomor 11P/7019/x/2019/PMJ/ Ditreskrimum Tertanggal 31 Oktober 2019 berjalan sampai tahun 2024,” jelasnya.
Dikatakannya, pada kenyataannya perkara Suryati sudah dimenangkan sampai tingkat Mahkamah Akbar (MA) dan sudah inkrah.
Pada Fakta Hukum ke tiga AJB Nomor: 130/1988,131/1988 dan 135/1988 sudah pernah kalah dalam Perkara Perdata melawan dua akta hibah Nomor : 384/2008 dan 1385/2008 sampai Tingkat MA Nomor : 3326/K/PDT/2021.JO dan sudah berkekuatan hukum tetap.
Bahkan kata Indra, sampai saat ini belum pernah ada yang membatalkan kedua Akta Hibah Nomor 384/2008 dan 385/2008 tersebut. Maka secara otomatis Perkara Pidana Nomor 1/7019/X/2019/PMI/Ditreskrimum tetanggal 31 Oktober 2019 Gugur secara hukum dan Diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Atas Nama Suryati.
Dirinya selaku kuasa hukum Suryati, sepakat akan membawa permasalahan ini sampai tingkat akhir, dan akan segera di rapat dengar pendapat (RDP)-kan di Komisi III DPR RI. Tak cuma itu, pihaknya juga mengancam akan menggelar aksi di depan Istana, agar mendapat keadilan hukum, kepastian hukum dan perlindungan hukum. (DID)