GURU Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada, Lucia Kris Dinarti, mengatakan, hingga Demi ini penyakit jantung merupakan penyebab Kematian dan kesakitan nomor satu di dunia.
“Penyakit jantung dapat dikategorikan menjadi dua, yakni dalam penyakit jantung dapatan dan penyakit jantung bawaan (PJB),” papar dia Demi Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Kardiologi Kedokteran Vaskuler, Kamis (28/12), yang berjudul Pulmonary Arterial Hypertension sebagai Komplikasi Penyakit Jantung Bawaan: Tata Laksana Komprehensif dari Prevensi hingga Rehabilitasi.
Penyakit jantung dapatan, Terang Lucia, merupakan penyakit jantung yang terjadi karena paparan Elemen lingkungan dan gaya hidup yang terjadi setelah lahir, misalnya penyakit jantung koroner, penyakit jantung Tutup, dan gagal jantung. Sementara itu, penyakit jantung bawaan merupakan penyakit jantung yang terjadi akibat abnormalitas perkembangan jantung Demi Lagi dalam janin dan berlanjut hingga setelah lahir.
Baca juga : Ini Tanda dan Gejala Penyakit Jantung Bawaan pada Anak
Ia mengatakan, belum adanya sistem deteksi Awal di Indonesia yang diterapkan pada anak-anak mengakibatkan sebagian besar anak dengan keluhan ringan Kagak terdiagnosis dengan Benar. “Tiba Demi ini, deteksi Awal kesehatan pada anak-anak Kagak secara spesifik mendeteksi kelainan bawaan pada jantung,” terang dia.
Padahal, di negara maju, seperti Jepang misalnya, deteksi Awal Demi PJB telah dilakukan secara berjenjang mulai dari masa janin, bayi, anak-anak, dan usia sekolah.
“Dengan melakukan metode deteksi Awal berjenjang tersebut, PJB dapat diketahui sejak Awal sebelum muncul manifestasi klinis yang lebih berat sehingga dapat dilakukan tindakan penutupan,” kata dia.
Di Jepang, keberhasilan deteksi Awal berjenjang tersebut menurunkan secara drastis Bilangan kejadian PJB pada usia dewasa.
Banyaknya penderita PJB pada usia dewasa di Indonesia, khususnya Yogyakarta, pada umumnya menunjukkan kurangnya deteksi Awal pada Demi awal masa kanak-kanak, bahkan pada bayi. Demi ini, lanjut dia, deteksi PJB kritis pada bayi baru lahir dengan menggunakan metode pulse oxymetry sudah mulai dilaksanakan dan sudah diadopsi oleh Kementerian Kesehatan menjadi program nasional. (H-2)