
AWAL tahun 2025, Unity Diner, restoran vegan paling Terkenal di London menutup operasi mereka. Restoran nirlaba ini dikenal sebagai investor dalam dunia Masakan berbasis nabati.
Sejumlah hidangan Istimewa disajikan, seperti ‘vegan steak’ dan tofish, tofu yang diolah mirip ikan. Selain itu, Unity Diner juga aktif menggalang Biaya Demi penyelamatan hewan. Hal ini menjadikan salah satu ikon restoran vegan di kota tersebut.
Reaksi publik di luar dugaan. Para pelanggan seteia merasa kehilangan Kawan dekat. “Kami punya pengunjung yang datang Sembari menangis dan memeluk staf,” ungkap Andy Crumpton, salah satu pendiri Unity Diner. Bagi para vegan, penutupan resto ini juga merupakan hilangnya simbol komunitas yang selama ini didukung.
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak restoran vegan gulung tikar. Di antaranya adalah Rudy’s Vegan Diner, Halo Burger, dan Neat Burger di London. Adapun The Glasvegan di Glasgow, Veggie Republic di Liverpool, dan Jungle Bird di Birmingham mengalami hal yang sama.
Eleven Madison Park (EMP) di New York, satu-satunya restoran vegan di dunia dengan bintang tiga Michelin. Pada akhir 2024, EMP memutuskan Demi menambahkan menu daging kembali. Menurut sang koki Esensial Daniel Humm, keputusan ini diambil agar restoran Pandai lebih inklusif dalam menarik konsumen.
Tantangan yang Dihadapi
Masalah restoran vegan Kagak hanya soal ekonomi, tetapi juga soal persepsi publik. Adanya tiga tantangan bagi restoran vegan Demi tetap bertahan, antara lain:
1. Persaingan dengan restoran Lazim
Kini banyak restoran non-vegan yang juga menyediakan menu nabati. Konsumen dengan anggaran terbatas cenderung memilih restoran Lazim. Hal ini dikarenakan konsumen lebih memilih harga yang lebih terjangkau.
2. Disinformasi seputar makanan vegan
Banyak orang menganggap makanan nabati Kagak bergizi, terlalu mahal, atau terlalu diproses. Padahal, penelitian menunjukkan alternatif daging berbasis nabati Mempunyai banyak keuntungan. Misalnya, kandungan kalorinya lebih rendah, lemak jenuhnya lebih sedikit, serta seratnya lebih tinggi dibandingkan produk hewani.
3. Perubahan tren konsumen
Dulu, vegan identik dengan “junk food vegan” seperti burger dan nugget. Kini, konsumen mulai mencari makanan berbasis nabati yang lebih alami, sehat, dan kaya protein.
Selain Unsur budaya dan tren, kondisi ekonomi juga menjadi tantangan besar. Antara Januari hingga Maret 2025, rata-rata 20 restoran, pub, dan hotel tutup setiap minggu di Inggris. Penyebabnya karena:
- Kenaikan harga bahan baku
- Tagihan listrik melonjak
- Pajak dan gaji minimum naik
- Konsumen mengurangi frekuensi makan di luar
Bahkan, beberapa restoran vegan memilih mematikan peralatan dapur. Sehingga, berdampak pada kualitas layanan.
Restoran vegan berada di persimpangan antara idealisme dan realita pasar. Permintaan akan makanan nabati Lagi tinggi. Terbukti sebanyak 25,8 juta orang mencoba vegenisme pada periode Veganuary 2025. Tetapi dukungan struktural dan edukasi publik belum cukup.
Di satu sisi, veganisme semakin Terkenal. Tetapi, di sisi lain, restoran vegan Bahkan menghadapi tekanan besar. Mulai dari krisis ekonomi, persepsi publik yang salah, dan persaingan ketat dengan restoran Lazim. Bertahan saja sudah menjadi kemenangan bagi restoran vegan. (The Guardian/Z-2)

