KONYOL dan menggelikan. Komisi Pemilihan Biasa (KPU) selaku penyelenggara yang juga wasit dalam Pemilu 2024 selama ini menyimpan rahasia. Tenang-diam, lembaga itu menggandeng Alibaba, raksasa teknologi asal Tiongkok, dalam komputasi awan (cloud) untuk Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
KPU menyimpan rapat-rapat informasi itu kepada publik meski masyarakat sudah mulai curiga saat Sirekap terus-terusan dibekap masalah sejak penghitungan suara dimulai pada 14 Februari 2024.
Konyolnya, semua rahasia itu baru terbongkar karena ada yang mengadukannya ke Komisi Informasi Pusat (KIP). Sementara itu, hal yang bikin geli masyarakat ialah KPU sebagai lembaga publik ternyata menyimpan rahasia ke publik.
Apresiasi sebesar-besarnya disampaikan buat Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (Pasti), yang karena gugatan mereka ke KIP, KPU akhirnya bisa dibuka suaranya dan berkata jujur. Sidang lanjutan sengketa informasi antara Pasti dan KPU di Kantor KIP pada Rabu (13/3) itulah yang pelan-pelan membongkar keanehan sikap KPU itu.
Sidang lanjutan itu pula yang membuka tabir bahwa informasi kerja sama KPU-Alibaba itu masuk kategori terbuka untuk umum, bukan rahasia negara, apalagi mengancam keamanan negara. Sementara itu, sebelumnya KPU malah melempar alasan konyol ketika didesak pertanyaan mengapa menyimpan rapat-rapat informasi soal kerja sama dengan Alibaba itu.
Menurut KPU, publik, termasuk peserta pemilu, tak boleh tahu soal kerja sama itu karena pengadaan server dan kontrak dengan Alibaba masuk kategori informasi yang dikecualikan. Lo, ada apa dengan keamanan dan rahasia negara sampai-sampai kerja sama penyewaan server mesti dirahasiakan dari publik?
Siapa pun mafhum, pesta demokrasi dari Sabang sampai Merauke perlu menyewa jasa partikelir alias swasta dalam pembuatan sistem hingga penyimpanan hasil penghitungan suara. UU pun memberi ruang kepada KPU untuk menggelar lelang pengadaan jasa itu agar prosesnya serbatransparan.
Lampau, apa yang sesungguhnya disembunyikan KPU sehingga pengadaan server mereka harus dirahasiakan atau perusahaan pemegang kontrak tak boleh diketahui publik? Aneh dan lucu karena pengadaan barang dan jasa pemerintah diperintahkan UU dilakukan secara terbuka, kecuali menyangkut keamanan dan rahasia negara.
Taatp warga negara, apalagi pejabat negara, tentu terikat dengan kewajiban untuk menyimpan rapat-rapat rahasia negara. Denda pidana sudah menanti bagi yang membocorkannya. Akan tetapi, apa pula yang perlu dirahasiakan dari proses dan hasil penghitungan suara hasil pemilu? Bukankah pemilu berasas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sehingga tak ada dusta di antara kita?
Sikap KPU itu jelas menyulut kecurigaan masyarakat akan netralitas mereka sebagai penyelenggara yang juga wasit pemilu. Apalagi, sedari awal KPU sudah menunjukkan gelagat aneh dengan terus bersilat lidah saat Sirekap mulai bermasalah. Tamat kini pun penuntasan masalah menyangkut Sirekap tak pernah sampai pada solusi konkretnya.
KPU sebaiknya jangan main-main dengan kepercayaan publik. Setelah sebagian besar tahapan proses sudah dilewati, semua mata kini sedang tertuju pada hasil pemilu untuk mencegah terjadinya kecurangan. Seperti kita singgung berkali-kali di forum ini, apabila publik mulai tak percaya pada kerja KPU, legalitas hasil pemilu akan menjadi taruhannya.
Diisi awak yang terdidik, KPU tentu paham, selain rahasia negara, hanya bangkai yang perlu ditutup rapat-rapat agar bau busuknya tak merebak ke mana-mana. Terbuka sedikit saja, apalagi jika bangkai itu sudah berumur lama, aroma menyengat tentu akan mudah tercium.
Pertanyaan bagi KPU, bangkai apa yang kau sembunyikan?