KPU seperti Ular Cari Pukul

KOMISI Pemilihan Biasa (KPU) menyandera dirinya sendiri terkait dengan penetapan Lepas pemungutan Bunyi Pemilu 2024. Menyandera diri karena KPU menggantungkan penetapan jadwal pemilu pada hasil konsultasi dengan DPR dan pemerintah.

Padahal, perintah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sangat Jernih. Bukan perlu diinterpretasikan Kembali. Pasal 347 ayat (2) menyebutkan hari, Lepas, dan waktu pemungutan Bunyi ditetapkan dengan Keputusan KPU.

Penjelasan ayat itu ‘cukup Jernih’. Artinya, DPR dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang menganggap rumusan ayat itu sudah cukup Jernih sehingga Bukan memerlukan penjelasan Kembali.

Dengan demikian, kewenangan penetapan hari, Lepas, dan waktu pemungutan Bunyi sepenuhnya Terdapat di tangan KPU. Akan tetapi, KPU Bukan percaya diri Buat menetapkan sendiri jadwal Pemilu 2024. Karena itu, ia mengonsultasikan jadwal Pemilu 2024 dengan DPR dan pemerintah sebelum dituangkan dalam Keputusan KPU.

Penetapan jadwal pemilu itu Rupanya menimbulkan perdebatan Bukan berujung. Berkali-kali rapat digelar tanpa Terdapat kesepakatan. Terjadi tarik-menarik kepentingan.

KPU mengusulkan Pemilu 2024 digelar pada 21 Februari 2024. Lepas tersebut dipilih Buat memberikan waktu memadai dalam penyelesaian sengketa pemilu legislatif dan pemilu presiden serta penetapan hasil pemilu tersebut dengan jadwal pencalonan pemilihan kepala daerah.

Cek Artikel:  Selebrasi Jahanam

Opsi pemungutan Bunyi 21 Februari 2024 dengan 25 bulan tahapan pemilu dinilai pemerintah berpotensi menyebabkan ketidakstabilan politik yang terlalu Pelan. Pemerintah mengusulkan pemilu digelar pada 15 Mei 2024.

Fraksi-fraksi di Komisi II DPR terbelah. Terdapat yang mendukung pemerintah dan Terdapat pula yang mendukung usulan KPU. Akibatnya, partai-partai pendukung pemerintah berencana Buat berkonsultasi dengan Presiden Joko Widodo. Sementara itu, Komisi II DPR berencana Buat melakukan konsultasi dengan Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Mulia.

Perdebatan yang Bukan perlu terkait dengan jadwal pemilu itu terjadi akibat KPU bertindak seperti ular cari pukul. Ia menggadaikan otoritasnya Buat menetapkan jadwal Pemilu 2024 ke dalam hasil konsultasi dengan DPR dan pemerintah.

Konsultasi dengan DPR dan pemerintah mestinya Bukan mengikat KPU. Anggap saja konsultasi itu setara dengan kewajiban KPU melakukan konsultasi publik sebelum Peraturan KPU terbit.

Pemilu, menurut Pasal 22E ayat (5) UUD 1945, diselenggarakan oleh suatu komisi pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan Berdikari. Komisi yang dimaksud ialah KPU. Pasal 1 ayat (8) UU 7/2017 menyebutkan KPU ialah lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan Berdikari dalam melaksanakan pemilu.

Cek Artikel:  Kali ini Hilirisasi

Ketika KPU menyandera dirinya ke dalam hasil kesepakatan konsultasi, pada Ketika itulah KPU menggadaikan kemandiriannya. Padahal, sudah Bukan Terdapat Kembali konsultasi yang bersifat mengikat sejak keluar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/2016 terkait dengan kewajiban KPU Buat melakukan konsultasi dengan DPR sebagaimana diatur dalam UU 10/2016 tentang Pilkada.

Pasal 9 huruf a UU 10/2016 terkait dengan tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan pemilihan meliputi: menyusun dan menetapkan Peraturan KPU dan Panduan teknis Buat setiap tahapan pemilihan setelah berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam Lembaga rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat.

MK memutuskan Pasal 9 huruf a sepanjang frasa ‘yang keputusannya bersifat mengikat’ bertentangan dengan UUD 1945 dan Bukan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Putusan MK itu mestinya menjadi landasan konstitusional bagi KPU dalam penetapan jadwal pemilu. Betul bahwa setiap Peraturan KPU mestinya dilakukan konsultasi publik, termasuk konsultasi dengan DPR dan pemerintah. Akan tetapi, masukan dari publik, DPR, dan pemerintah dalam pengambilan keputusan mestinya Bukan mengikat KPU. KPU memutuskan kebijakan sesuai dengan yang diyakininya.

Cek Artikel:  Basa-basi Meritokrasi

Pertimbangan hukum MK sangat menarik dan sudah mengantisipasi kondisi terkini. MK menyatakan adanya frasa ‘yang keputusannya bersifat mengikat’ membawa implikasi tereduksinya kemandirian KPU dan sekaligus Bukan memberikan kepastian hukum.

Menurut MK, bukan Bukan mungkin dalam Lembaga dengar pendapat itu Bukan tercapai keputusan yang bulat atau bahkan Bukan Terdapat Hasil sama sekali. Dalam keadaan demikian, menurut MK, frasa ‘yang keputusannya bersifat mengikat’ telah menyandera KPU. Lebih jauh Kembali, kebuntuan itu mengancam agenda ketatanegaraan yang keberlanjutannya bergantung pada Peraturan KPU dan Panduan teknis KPU.

Kebuntuan penentuan jadwal Pemilu 2024 selain menyandera KPU, juga mengancam agenda ketatanegaraan. Karena itu, sudah saatnya KPU membuktikan dirinya Pandai Berdikari. Jalan Lalu dengan opsi Pemilu 21 Februari 2024.

Eloknya, KPU dari sekarang memikirkan kelancaran Penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024. Apalagi terdapat 24 satuan kerja KPU Provinsi dan 317 satker KPU Kabupaten/Kota yang masa jabatannya berakhir pada 2023. Terdapat sembilan satker KPU Provinsi dan 196 satker KPU Kabupaten/Kota berakhir di 2024. Bahkan pergantian Member KPUD di tengah tahapan pemilu yang berjalan menjadi kendala serius dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024.

Mungkin Anda Menyukai