KPU Miskin Etika Demokrasi Gasing

KETUA Komisi Pemilihan Lumrah Hasyim Asy’ari didesak mundur dari jabatannya. Didesak mundur karena ia paling rajin melanggar etika sehingga merusak kepercayaan publik terhadap institusi maupun pelaksanaan pemilu itu sendiri.

Desakan mundur yang datang dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Rapi sangat masuk akal. Bukankah sudah dua kali Hasyim Asy’ari dijatuhi hukuman ‘peringatan keras terakhir’? Apakah masih menunggu berkali-kali peringatan keras terakhir untuk mundur atau dimundurkan dari jabatannya?

Peringatan keras terakhir dijatuhkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada 3 April 2023. Hasyim menjadi teradu dalam perkara 35-PKE-DKPP/II/2023 dan 39-PKE-DKPP/II/2023.

“Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada teradu Hasyim Asy’ari selaku Ketua KPU RI terhitung sejak putusan ini dibacakan,” kata Ketua DKPP Heddy Lugito pada 3 April 2023.

Menurut DKPP, Hasyim Asy’ari terbukti melakukan perjalanan pribadi dari Jakarta menuju Yogyakarta bersama Hasnaeni (pengadu II) pada 18 Agustus 2022. Menggunakan maskapai Citilink, tiket perjalanan ditanggung oleh Hasnaeni.

Hanya selang 10 bulan kemudian, DKPP kembali menjatuhkan sanksi ‘peringatan keras terakhir’ kepada Hasyim Asy’ari. Kali ini, pada 5 Februari 2024, DKPP memutuskan ketua dan enam anggota KPU melanggar etik terkait tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi mengenai syarat pencalonan presiden dan wapres.

Cek Artikel:  Kekuatan Perlawanan

Hasyim Asy’ari pun dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir. Terdapatpun enam anggota KPU dijatuhi sanksi peringatan keras. Ini adalah sanksi keras terakhir kali kedua untuk Hasyim Asy’ari.

Menurut peraturan perundang-undangan, ada tiga jenis sanksi jika penyelenggara pemilu melakukan pelanggaran etik, yaitu teguran tertulis, pemberhentian sementara, dan pemberhentian tetap.

Terdapat tiga jenjang teguran tertulis yang diatur dalam Peraturan DKPP 1/2021 tentang Panduan Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Pasal 37 menyebutkan teguran tertulis terdiri atas peringatan, peringatan keras, dan peringatan keras terakhir.

Dalam peraturan DKPP sama sekali tidak ada ketentuan bersifat rinci menyangkut banyaknya peringatan keras terakhir yang diterima penyelenggara pemilu hingga pemberhentian sementara dan pemberhentian tetap. Peringatan keras terakhir mestinya sekali saja diberikan. Apabila melakukan pelanggaran lagi, langsung dijatuhi sanksi pemberhentian sementara atau pemberhentian tetap.

Cek Artikel:  Iran yang Tabah

Kredibilitas penyelenggara sangat menentukan kualitas pemilu. Terdapat tujuh prinsip kredibilitas penyelenggara pemilu yang dirumuskan Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA), yaitu independensi, ketidakberpihakan, integritas, transparansi, efisiensi, profesionalisme, dan kehati-hatian dalam melayani.

Dua kali dijatuhi sanksi ‘peringatan keras terakhir’ tapi tetap kukuh menjabat Ketua KPU membuktikan Hasyim Asy’ari menjadi sosok yang tak bisa disentuh. Seakan-akan dia menjadi orang kuat setelah delapan tahun berada di KPU. Hasyim Asy’ari menjadi anggota KPU pergantian antarwaktu pada 29 Agustus 2016.

Amat disayangkan DKPP tidak berani memberhentikan Hasyim Asy’ari sebagai anggota KPU atau minimal mencopot jabatannya sebagai Ketua KPU. Menunggu yang bersangkutan punya kesadaran untuk mundur dari KPU sama saja mengharapkan matahari terbit dari barat. Mustahil!

Tanpa mengindahkan etika, pemilu akan diselenggarakan secara ugal-ugalan. Penyelenggara pemilu hendaknya tetap berlayar di atas samudra etika karena mereka yang menentukan legitimasi kepemimpinan nasional dalam kurun waktu lima tahun ke depan.

Cek Artikel:  Jalan Mundur Manufaktur

Kewenangan yang dimiliki penyelenggara pemilu sangat besar sehingga rawan diselewengkan. Kata Lord Acton, power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely. Semakin besar kekuasaan KPU, semakin besar pula kemungkinannya untuk diselewengkan atau untuk dimanipulasi oleh orang-orang dari dalam maupun luar sistem penyelenggaraan pemilu.

KPU memikul beban berat sekaligus mulia sebagai cermin kejujuran dan keadilan. KPU bukanlah perpanjangan tangan partai ataupun penguasa dengan sejibun kepentingannya.

KPU yang sejatinya memangku peran penting sebagai penyelenggara pemilu justru telah menjadi lembaga yang semakin menjauhkan pemilu dari nilai etika, profesionalitas, dan integritas.

Ketua Mahkamah Akbar Amerika Perkumpulan Earl Warren mengatakan hukum mengapung di atas samudra etika. Hasyim Asy’ari selaku nakhoda penyelenggara pemilu gagal menjaga hukum kepemiluan berlayar di atas samudra etika.

KPU miskin etika sehingga demokrasi negeri ini seperti gasing yang berputar-putar di tempat sambil bergeser sedikit.

Mungkin Anda Menyukai