KPU Jarak Waktu Cukup Jadi Pertimbangan Esensial Gelar Pemilu dan Pilkada

KPU: Jeda Waktu Cukup Jadi Pertimbangan Utama Gelar Pemilu dan Pilkada
Gedung KPU RI, Jakarta.(MI)

Personil sekaligus Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU RI Idham Holik mengakui Jarak waktu yang cukup perlu menjadi pertimbangan Esensial dalam menggelar pemilihan Biasa (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada). Hal itu disampaikannya menanggapi gugatan uji materi mengenai keserentakkan pemilu yang diajukan oleh Perludem ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Perludem diketahui meminta agar keserentakkan pemilu dan pilkada Tak dimaknai dengan penyelenggaraan di tahun yang sama seperti yang terjadi di 2024. Selain itu, pemilu juga mesti dipisah antara tingkat nasional dan lokal dengan Jarak dua tahun.

Menurut Idham, waktu yang cukup dalam merencanakan dan melaksanakan tahapan penyelenggaraan pemilu maupun pilkada adalah hal yang bersifat imperatif. Tujuannya, agar agenda-agenda elektoral tersebut dapat terkonsolidasi dengan Berkualitas. 

Cek Artikel:  KPU Akan Pelajari Qanun untuk Peserta Pilkada yang Meninggal di Aceh

“Kalau terlalu pendek rentang waktu penyelenggaraan pemilu/pemilihan (pilkada) akan berdampak pada kejenuhan politik pemilih dalam berpartisipasi,” Diriku Idham kepada Media Indonesia, Rabu (11/12).

Ia menyebut, penyelenggaraan Pemilu 2024 pada Februari Lampau dan Pilkada 2024 pada November Lampau menjadi pelajaran Krusial bagi Sekalian pihak, termasuk KPU selaku penyelenggara.

“Oleh karena itu, Jarak waktu yang cukup harus jadi pertimbangan Esensial,” ujar Idham.

Menurut Idham, pihaknya bakal memberikan masukan kepada pembentuk undang-undang, yakni DPR dan pemerintah, dalam proses Absah drafting UU Pemilu. Berdasarkan informasi, revisi beleid tersebut akan mulai dibahas pada 2025 karena sudah masuk program legislasi nasional (prolegnas).

Cek Artikel:  Jokowi Jangan Ulangi Kesalahan Pemilu 2024 di Pilkada Serentak

Ihwal keserentakan penyelenggaraan pemilu sendiri, Idham menegaskan bahwa hal itu sudah diatur dalam amar Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019. KPU, sambungnya, menyerahkan model keserentakkan itu kepada pembentuk UU sebagai pihak yang berwenang.

“Atau Kalau Terdapat pertimbangan Tertentu dalam judicial review, maka MK lah yang berwenang sesuai Pasal 9 ayat (1) UU Nomor 12/2011,” pungkasnya. (Tri/I-2)

Mungkin Anda Menyukai