KPK Jangan Tergagap Tangani Kaesang Pangarep Nebeng Jet Pribadi

Akhir-akhir ini kita disibukkan dengan pemberitaan mengenai anak bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep dan istrinya, Erina Gudono dengan private jet. Variasi rekaman visual beredar luas memperlihatkan kegiatan Kaesang dan istrinya yang melakukan perjalanan dengan private jet Gulfstream G650ER di tengah kehamilan di Bandara Adi Soemarmo Solo, Jawa Tengah.

Baca juga: Pimpinan KPK Bantah Abaikan Analisis Dugaan Gratifikasi Jet Pribadi Kaesang

Polemikpun muncul di tengah masyarakat. Perihal gaya hidup mewah Ketua Lumrah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tersebut. Tuntutan publik kepada lembaga antikorupsi untuk menelusuri dugaan gratifikasipun mencuat. Pasalnya, biaya yang diperkirakan sebagai biaya perjalanannya juga tidak tanggung-tanggung merupakan biaya yang besar.

Baca juga: Ketua KPK Belum Terima Laporan Analisis Gratifikasi Kaesang

Keduanya juga diketahui turun dari private jet membawa tentengan tas yang diyakini berisi oleh-oleh mahal. Kedua kejadian itu disebut-sebut beda waktu beda tempat.

Baca juga : Pimpinan KPK Bantah Abaikan Analisis Dugaan Gratifikasi Jet Pribadi Kaesang

Baca juga: Nawawi ingatkan Gratifikasi, Sindir Penjual Pisang Naik Jet Pribadi

Definisinya, bukan hanya sekali Kaesang dan sang istri menaiki jet pribadi. Setidaknya dua kali, bisa jadi pula tiga kali, atau bahkan beberapa kali. Terungkap pula, pesawat tersebut milik konglomerat Singapura pemilik lokapasar tenar.

Pergi naik jet pribadi lumrah bagi kaum berada, golongan sultan. Tetapi, menjadi tidak biasa jika yang menggunakan anak pejabat, apalagi putra orang yang paling berkuasa. Karena itu, indikasi adanya gratifikasi mengemuka. Rakyat juga marah karena anak presiden tega bermewah-mewah ketika masih banyak orang yang hidup susah, tatkala negara sedang tidak baik-baik saja.

Betulkah memang ada gratifikasi? Belum tentu. Betulkah telah terjadi korupsi? KPK tengah melakukan analisa. Masalahnya ialah ada-tidaknya gratifikasi ilegal yang diterima Kaesang sebagai anak presiden. Eksis potensi trading influence, perdagangan pengaruh, di situ.

Baca juga : Ketua KPK Belum Terima Laporan Analisis Gratifikasi Kaesang

Hilang hampir sebulan sejak kepergiannya ke Amerika Perkumpulan, akhirnya Kaesang mendatangi KPK untuk membuat laporan tentang dugaan gratifikasi pada 17 September lalu. Kaesang mengaku mendatangi KPK memberikan keterangan tentang apa yang terjadi dan penerimaan yang diduga sebagai gratifikasi.

Cek Artikel:  Hikmah Hari Santri Meneguhkan Pesantren Bukankekerasan

Kaesang mengaku ‘nebeng’ peswat pribadi temannya. Katanya, saat hendak berangkat, tiba-tiba ada teman yang memberinya tumpangan karena penerbangannya searah.

“Saya menyampaikan informasi mengenai perjalanan saya ke AS yang menumpang atau nebeng temen saya,” kata Kaesang dikutip mediaindonesia.com. Pulangnya, Kaesang bersama istri menggunakan pesawat komersial.

Baca juga : KPK Diminta Kagak Membeda-bedakan Kasus Dugaan Gratifikasi Kaesang

Pengakuan Kaesang yang nebeng justru menegaskan bahwa ia mendapat fasilitas gratis. Kaesang memang bukan penyelenggara negara, tapi bapaknya adalah Presiden Republik Indonesia dan abangnya adalah mantan Wali Kota Solo yang kini menjadi Wakil Presiden terpilih. Apakah mungkin Kaesang ditawari tumpangan jika bukan anak atau adik pejabat?

Respons KPK

Yang lebih mengejutkan yakni respons KPK. Tak seperti kasus dugaan gratifikasi yang melibatkan keluarga pejabat lainnya, Komisi Pemberantasan Korupsi terkesan “masuk angin” dalam penanganan kasus dugaan gratifikasi ini.

Meskipun kasusnya telah bergulir selama beberapa pekan, KPK tak kunjung mengumumkan hasil analisis mereka. Padahal mereka menjanjikan hasil analisa bakal tuntas dalam dua-tiga hari.

Baca juga : Nawawi ingatkan Gratifikasi, Sindir Penjual Pisang Naik Jet Pribadi

Kejanggalan-kejanggalan pun bermunculan. Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, misalnya, menyebut biaya yang mestinya dikeluarkan Kaesang untuk naik jet pribadi ke AS hanya Rp90 juta per orang berdasarkan pengakuan.

“Jadi kira-kira Rp90 juta, kalau berempat, kira-kira Rp360 juta kalau ditetapkan milik negara,” ujar Pahala seperti dikutip mediaindonesia.com.

Baca juga: Penggunaan Jet Pribadi Dipermasalahkan, Kaesang Disebut Siap Bayar Rp360 Juta ke Negara

Tetapi, ternyata, jumlah perhitungan dana yang ‘kecil’ itu juga mengundang kontroversi. Pasalnya, pada situs resmi, biaya sewa jet tipe itu sekitar US$11.000-17.000 atau setara dengan Rp169,67 juta hingga Rp262,22 juta per jam.

Cek Artikel:  Gibran sebagai Cawapres, Kenapa tidak

Pengamat penerbangan Alvin Lie mengungkapkan, bukan pesawat komersial atau niaga yang mengeluarkan tiket. Jadi pesawat seperti ini sistemnya sewa. Ia bahkan menyebut sekali perjalan ke AS dengan waktu tempuh 15 jam, akan membutuhkan biaya US$180 ribu dengan kurs Rp15 ribu per dollar berarti setara Rp2,7 miliar sekali jalan.

“Private jet ini kalau sewa biasanya dihitung pulang pergi. Pulangnya juga harus ditanggung penyewa. Definisinya nilainya Rp5,4 miliar,” ujar Alvin dalam sebuah siniar.

Sikap melindungi oleh KPK juga terlihat ketika KPK juga seolah tak berniat mengklarifikasi sobat Kaesang yang jet pribadinya ‘ditebengi’ oleh Kaesang. Menurut Pahala, klarifikasi hanya bakal dilakukan sesuai kebutuhan.

KPK juga seolah kehilangan indra penciuman terhadap dugaan gratifikasi anak pejabat. Berbeda tatkala KPK mengusut kasus pejabat pajak Rafael Alun yang dimulai dari gaya hidup mewahnya yang ditelusuri warganet dari anaknya. Begitu juga ketika kasus eks pejabat Bea Cukai Andhi Pramono juga berawal dari penelusuran Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) karena gaya hidup mewah Andhi viral di media sosial hingga menuai sorotan publik pada 2023.

Baca juga: Mario Dandy Satriyo, Anak Polah Bapak Kepradah

Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha menilai KPK terkesan tebang pilih dalam penanganan kasus Kaesang. Padahal, KPK cenderung bergerak kilat saat menangani kasus Rafael Alun dan Andhi Pramono.

“Apakah memang saat ini KPK sudah menjadi tumpul ketika berhadapan dengan kekuasaan? Hal ini tentu saja harus dibuktikan dengan kinerja KPK, bukan dengan retorika di media massa,” kata Praswad.

Baca juga: KPK Diminta Jangan Gampang Percaya Penerangan Kaesang

Padahal pada Kaesang ada potensi tiga penjuru kepentingan yang bisa ditelusuri. Pertama Kaesang sebagai anak Presiden Jokowi jelas memiliki potensi untuk menerima gratifikasi, meskipun sejumlah pihak menyebut Kaesang tidak lagi berada dalam satu kartu keluarga (KK) dengan presiden.

Cek Artikel:  Antara Kiky Saputri, Ganjar, dan Anies Baswedan

Kedua, Kaesang sebagai saudara dari pejabat negara. Abang kandungnya, Gibran Rakabuming Raka merupakan Wali Kota Solo, begitupun dengan kakak iparnya, Bobby Nasution, yang merupakan Wali Kota Medan. Potensi yang menurut sejumlah aktivis antikorupsi cukup besar mengingat pihak yang memberikan fasilitas jet pribadi tersebut memiliki kegiatan bisnis di wilayah pemerintahan kakaknya..

Ketiga, dan yang tidak boleh dilupakan, yakni Kaesang sebagai Ketua Lumrah PSI. Anak buah Kaesang di partai ada yang menduduki posisi sebagai pejabat negara. Belum lagi para anggota legislatif di DPRD yang juga merupakan penyelenggara negara.

Meskipun Kaesang bukanlah pejabat ataupun penyelenggara negara, tetapi ia beraktivitas di lingkaran pejabat negara. Di dalam praktik penegakan hukum, gratifikasi dapat diberikan secara langsung maupun tidak langsung kepada penyelenggara negara.

Kasus mantan Ketum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq yang juga bukan merupakan penyelenggara negara, menegaskan potensi korupsi oleh ketua umum parpol itu sangat besar. “Sehingga jangan ada yang coba-coba menyesatkan logika bahwa gratifikasi harus diterima langsung oleh penyelenggara negara,” kata Praswad.

Kasus nebeng jet pribadi ini seharusnya dijadikan pintu masuk bagi KPK untuk mengungkap dugaan-dugaan penyalahgunaan wewenang atau trade of influence lainnya yang mungkin diterima Kaesang sebagai putra Jokowi. Sebagaimana langkah KPK menjerat Andhi Pramono dan Rafael Alun yang berangkat dari kejadian yang melibatkan keluarga mereka.

“KPK selama ini selalu bisa membuktikan, pasti ada pemberian-pemberian lainnya selain yang terekspose di media. Mengapa untuk kasus dugaan gratifikasi Kaesang KPK seolah-olah menjadi kebingungan untuk memahami anatomi perkara ini,” ujarnya.

Mestinya KPK mengendus adanya trade of influence dalam kasus dugaan gratifikasi Kaesang. Perdagangan pengaruh inilah yang sebenarnya banyak menjadi pintu masuk dalam setiap perilaku korupsi. Ayolah KPK, rakyat ingin kepemimpinan KPK saat ini yang tinggal hitungan hari dapat meninggalkan legasi dalam pemberantasan korupsi.

 

Mungkin Anda Menyukai