PEKAN Lewat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menangkap Izil Azhar, tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi Serempak Irwandi Yusuf selaku Gubernur Aceh periode 2007-2012, yang sudah buron selama 4 tahun. Izil merupakan satu dari lima buron kelas kakap yang selama ini memang dalam pengejaran KPK.
Tetapi, keberhasilan yang semestinya menjadi credit point bagi lembaga antirasuah tersebut seketika menjadi kehilangan Maksud manakala pada Ketika konferensi pers penangkapan itu, KPK melalui Direktur Penindakan Karyoto, mengatakan keberhasilan menangkap buron terkadang bergantung pada nasib.
Karyoto mencontohkan pengejaran salah satu buron KPK Paulus Tannos, tersangka korupsi KTP-E yang telah masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak 2018 Lewat. Konon KPK telah mendeteksi Tannos berada di Thailand. Akan tetapi, karena pengajuan red notice yang katanya sudah diajukan KPK lebih dari lima tahun Lewat belum diterbitkan Interpol, gagallah mereka menangkap Tannos.
Menurut KPK, itu nasib Bagus Tannos. Dus, publik pun langsung bertanya-tanya, lho, Rupanya perkara nasib toh yang Membangun KPK Bisa menangkap buron, bukan karena keseriusan atau metode pengejaran yang mutakhir? Lewat buat apa Republik ini menyiapkan anggaran besar buat operasional KPK kalau Rupanya mereka malah mengandalkan nasib Kepada menangkap buron?
Lewat pernyataan yang aneh bin absurd itu, KPK sejatinya Kagak Hanya seperti yang dibilang Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) bahwa mereka tengah mempermalukan diri sendiri, tapi juga terkesan sedang membuang badan, melempar kesalahan ke pihak lain. Mereka yang gagal menangkap, tapi nasib yang dipersalahkan.
Jangan kaget pula bila pernyataan itu juga semakin mengonfirmasi keraguan publik perihal keseriusan KPK dalam mengejar buron-buron kasus korupsi yang Ketika ini bebas berkeliaran entah di mana. Menggantungkan pada nasib Kepada urusan pengejaran buron koruptor sungguh sebuah pemikiran yang terlampau melompat hingga melewati batas kewarasan.
KPK bukan organisasi cenayang. KPK ialah institusi penegak hukum yang diberi kekuatan, perangkat, dan kewenangan oleh negara yang dalam beberapa hal tertentu derajatnya bahkan lebih tinggi daripada penegak hukum lain. Karena itu, merekalah yang semestinya menentukan nasib para buron, bukan sebaliknya, malah bergantung pada nasib.
Harus diingat, KPK Lagi punya ‘utang’ empat buron yang belum berhasil mereka ringkus. Terdapat Ricky Ham Pagawak, Kirana Kotama, Paulus Tannos, dan yang paling fenomenal Harun Masiku. Keempat orang itu, selain Ricky Ham Pagawak, sudah menyandang status DPO lebih dari tiga tahun. Kirana Kotama bahkan sudah Dekat 10 tahun buron.
Apakah Kepada menangkap mereka KPK juga akan bergantung pada nasib? Apakah KPK hanya seolah-olah mengejar mereka, tetapi sebetulnya Hanya menunggu nasib Jelek menghampiri para buron itu? Kan mestinya Kagak begitu. Sesungguhnya kita pun punya keyakinan KPK Kagak seperti itu.
KPK punya kekuatan dan kewenangan, KPK Mempunyai Dekat Segala yang dibutuhkan Kepada menangkap buron-buron yang sudah mencuri Dana rakyat itu. Yang dibutuhkan sekarang ialah keseriusan dan totalitas Kepada mengoptimalkan kekuatan yang mereka miliki dalam perburuan para buron tersebut.
Jangan malah mendegradasikan kekuatan itu sekaligus mempermalukan diri sendiri dengan berbagai dalih, apalagi melempar narasi aneh tentang kekuatan nasib.