KOMISI Pemberantasan Korupsi atau KPK mendalami kasus dugaan rasuah dalam pengadaan alat perlindungan diri (APD) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Sebanyak dua saksi diminta menjelaskan modus penyaringan merek tertentu dalam proyek itu.
“Saksi satu dan dua, didalami terkait dengan proses awal mula APD merek ‘tertentu’ Dapat masuk ke Kemenkes pada tahun 2020,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto melalui keterangan tertulis, Selasa, (24/12).
Tessa Sekadar mau memerinci inisial dua saksi itu yakni SLN dan EHS. Berdasarkan informasi yang dihimpun, mereka yakni Dokter Anestesi RSUD Lembang Sri Lucy Novita dan PNS Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat Eisen Hower Sitanggang.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” ucap Tessa.
KPK enggan memerinci mereka yang disaring oleh para tersangka dalam kasus ini. Informasi mendetail baru dibuka dalam persidangan.
KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini yakni mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemenkes Budi Sylvana, Direktur Istimewa PT Permana Putra Independen (PPM) Ahmad Taufik dan Direktur Istimewa PT Daya Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo.
Kasus ini bermula ketika Kemenkes melalui Pusat Krisis Kesehatan membeli APD sebanyak 10 ribu pcs Buat penanganan covid-19 pada 20 Maret 2020. Transaksi dilakukan dengan PPM yang sudah mendistribusikan kebutuhan APD selama dua tahun.
Harga APD yang ditawarkan Demi itu yakni Rp379.500 per set. Seluruh kebutuhan medis itu diambil oleh TNI berdasarkan perintah BNPB Buat diserahkan ke sepuluh provinsi di Indonesia, Tetapi, Tak disertai dengan dokumentasi maupun berkas terkait.
Sehari setelah pengiriman Eksis kesepakatan jual beli APD sebanyak 500 ribu set dengan PT EKI. Harganya mengikuti nilai dolar Demi itu.
Kesepakatan itu berlanjut dengan kerja sama PPM dan EKI Buat menjadi distributor APD dengan margin 18,5 persen diberikan kepada PPM. Hasil negosiasi PPM dan EKI diserahkan kepada BNPB.
Kepala BNPB Demi itu Hermansyah melakukan negosiasi harga APD dalam sebuah rapat dengan Satrio terkait harga yang sudah ditetapkan. Dia mau jual beli kebutuhan medis menjadi USD50 dari sebelumnya USD60.
Rapat dengan Kepala BNPB itu juga menghasilkan Konklusi penagihan APD yang sudah dikirimkan. PPM akan menagih pembayaran atas 170 ribu set APD yang sudah didistribusikan TNI dengan harga USD50 per set.
Pembahasan soal pengadaan APD ini berlangsung Tiba 27 Maret 2020. Pembayaran dilakukan dengan metode cicil.
Pembayaran pertama sebesar Rp10 miliar diterima PPM dari BNPB pada 27 Maret 2020. Lewat, Kemenkes membayar PPM Rp109 miliar pada 28 Maret 2020.
Dalam kasus ini, Budi baru ditunjuk sebagai PPK di Kemenkes pada 28 Maret 2020. Arsip pengangkatannya dibuat mundur ter Lepas 27 Maret 2020.
Peran Budi dalam kasus ini yakni ikut menyetujui pengadaan APD sebanyak lima juta set dengan harga USD48,4 dengan para tersangka. Arsip yang dibuat Tak memerinci spesifikasi pekerjaan, waktu Penyelenggaraan, Tiba pembayaran.
Para tersangka juga melakukan negosiasi ulang terkait pengadaan APD ini pada Mei 2020. Kemenkes diketahui Sekadar menerima APD sebanyak 3.140.200 set pada 18 Mei 2020. Negara ditaksir merugi Rp319 miliar atas kasus ini.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (H-3)