KPAI Datangi Korban Perundungan Peserta Didik Berkebutuhan Tertentu di SMPN 8 Depok

KPAI Datangi Korban Perundungan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus di SMPN 8 Depok
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra.(Dok. MI)

PASCAPERISTIWA perundungan kepada Peserta Didik Berkebutuhan Tertentu di salah satu SMP Negeri Cimanggis Kota Depok, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra mengatakan bahwa pihaknya langsung menuju rumah orangtua korban.

“Hari ini KPAI melaksanakan mandat pengawasan, dengan mengunjungi rumah keluarga korban. Eksis persoalan serius, tentang bullying yang selama ini dilaporkan orangtua korban, namun kurang mendapat perhatian sekolah,” ungkapnya, Sabtu (5/10).

Dalam pernyataan kepada KPAI, korban menyatakan peristiwa tersebut bukan yang pertama. Begitupun orangtua korban menyatakan setiap dilaporkan perlakuan teman-temannya tersebut, tidak pernah tuntas ditangani pihak sekolah

Baca juga : 2 Pelajar SMP di Depok Aniaya Siswa SD Hingga Tak Sadarkan Diri

“Hal ini terbukti ketika Kepala Sekolah merespons peristiwa yang baru saja terjadi dengan berkata “masih sadar ya pak (anaknya)”. Orangtua menilai Kepsek tidak sensitif korban, tidak memiliki perspektif disabilitas, dan seperti menormalisasi keadaan. Sehingga apa yang menjadi hambatan dalam penyelenggaraan pendidikan untuk anaknya terus terjadi,” tegas Jasra.

Anak korban menjelaskan peristiwa pascaselesai Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila bubar, di situ terjadi penindasan. Ia mengatakan menerima tendangan, kekerasan di punggung, tangannya dicakar. Pelakunya tidak hanya 1 orang.

Ia juga menjelaskan beberapa peristiwa yang pernah dialami, seperti pernah kepala dan tubuhnya didorong, hingga hampir terjatuh. Hanya saja Anak Korban tidak bisa melihat wajah yang mendorongnya, karena langsung berlari menghindar.

Cek Artikel:  Moderasi Keyakinan Kemenag Luncurkan Pasraman sebagai Pusat Pendidikan

Baca juga : Ciptakan Sekolah Terjamin Tanpa Kekerasan

“Orangtua korban menyampaikan, selama ini anaknya tidak bisa melawan, karena perilaku yang terus berulang yang ujungnya kurang diperhatikan dalam berkomunikasi. Padahal ia ingin menyampaikan apa yang dialami. Dengan peristiwa melukai diri sendiri, menunjukkan rasa kecewa mendalam, atas ketidak perhatian. Sehingga terjadilah peristiwa tersebut,” tuturnya.

Orangtua juga kecewa, kepada respon seorang Guru SR di dalam berita yang menyampaikan “selama ini anak baik-baik saja”. Guru dinilai hanya melihat anak melukai diri sendiri, tidak ada yang memukul anak. Padahal ini hambatan anak dalam mencari akses komunikasi ke sekolah, yang berakhir dengan anak putus harapan dan menyampaikan kekecewaan mendalamnya dengan kaca pecah dan urat tangan anak putus.

“Maksudnya ada masalah serius, soal mindset sekolah melihat anak disabilitas yang sudah menunjukkan kekecewaan besarnya namun belum dilihat sebagai bentuk protes,” ujar Jasra.

Baca juga : Aksi Luluk Nuril Bentak Siswi SMK Langgar UU Perlindungan Anak

Orangtua merasa perhatian selama ini dalam tumbuh kembang anaknya, dengan peristiwa ini justru anak korban berani melukai diri, membuat situasi sangat khawatir kondisi anak ke depannya. Anak mengalami tekanan, hingga berani self harm.

“Orangtua mendorong berbagai pihak membantu dalam pemulihan sampai tuntas, karena takutnya akan berdampak ke depan, setelah memuncaknya kekesalan, dan kekecewaan atas peristiwa tersebut. Kekhawatiran orangtua bertambah, setelah lepas visum dan BAP,” urainya.

Cek Artikel:  Edukasi dan Peringatan Awal Kebencanaan akan Menekan Korban Jiwa

Orangtua melaporkan kepada KPAI, Anaknya setelah pulang dari visum di RS Polri, lewat dari depan sekolah. Korban menunjukkan perubahan sikap yang sangat cepat dari gesturnya, yang menutup muka dan tidak mau lihat sekolah.

Baca juga : Korban Perundungan di Berbagai Kampus di Semarang Letih 70 Orang

Pihak orangtua juga menyampaikan harapan kepada Kepolisian dan pra orangtua, agar ada penegakan hukum, karena ini sudah berkali-kali terjadi.

“Dengan peristiwa ini, menandakan pelaksanaan program sekolah inklusi, tidak ada yang bisa memastikan, sehingga terus menjadi pengabaian. KPAI juga disampaikan oleh siswa lainnya, memang di sekolah tidak pernah ada sosialisasi mengenai Anak Disabilitas,” kata Jasra.

Para orangtua di sekolah tersebut berharap, kasus ini bisa menjadi trigger menyelesaikan berbagai kasus yang pernah terjadi di sekolah. Sekolah didorong untuk berbenah, pentingnya memperkuat Tri Pusat Pendidikan yaitu sekolah, orangtua dan masyarakat.

“Demi masalah yang dihadapi, guru, anak, orangtua harus rajin berkomunikasi. Bukan hanya sekadar soal pelajaran, tapi bagaimana menciptakan ruang kondusif agar anak-anak bisa belajar dan mengejar ketertinggalan. Asa orangtua mudah-mudahan sekolah lebih baik dalam pelayanan ke depan,” jelasnya.

Lepas pertemuan dengan orangtua, KPAI menanyakan harapan anak. Anak Korban menyampaikan harapannya ke KPAI ingin punya banyak teman yang baik, dan baik kepadanya.

Memang Kemendikbud-Ristek menyampaikan beberapa yang masih jadi persoalan dari penyelenggaraan pendidikan inklusi bagi Peserta Didik Berkebutuhan Tertentu (PDBK) mulai dari SDM, Perspektif, dan dukungan sarana prasarana.

Cek Artikel:  Pengumumanwan Kecam Tindakan Brutal Aparat saat Aksi Demo

KPAI berharap Kemendikbud-Ristek turun untuk menangani kasus ini, sebagai bentuk evaluasi dan monitoring terhadap pelaksanaan Regulasi Permendikbud 46 tahun 2023 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan. Dengan kasus ini, KPAI mendesak agar Unit Layanan Disabilitas (ULD) harus ada dan berfungsi maksimal untuk layanan perlindungan anak-anak disabilitas di lingkungan satuan pendidikan.

“Sebenarnya peristiwa ini adalah peristiwa berulang, menurut orangtua, anak-anak yang melakukan pada korban sudah dipanggil Guru BK.  Hanya saja KPAI melihat, seringkali anak-anak yang dipanggil Guru BK, merasa terstigma dan akhirnya justru, bisa jadi mereka bersikap lebih keras lagi kepada korban. Tentu baru dugaan dan butuh pendalaman. Tetapi dari pengalaman KPAI ini terjadi. Karena kekerasan dan sikap kekerasan selalu menindas dengan menyasar yang lebih lemah. Dapat juga persoalan pengasuhan dari rumah yang dialami anak anak yang menyerang korban. Sehingga perlu asesmen mendalam,” ucap Jasra.

“KPAI mendorong pemulihan sampai tuntas, mohon ketuntasannya dipastikan melalui pernyataan para profesi, seperti psikolog, dokter, guru, orangtua,” sambungnya.

KPAI juga mendapatkan keluhan, penanganan peristiwa sebelumnya di sekolah tersebut, terkait link video pornografi di kelas yang sampai saat ini belum diselesaikan secara tuntas oleh sekolah. Sehingga ini perlu perhatian berbagai pihak, agar dapat membantu sekolah untuk menuntaskan. (Z-9)

 

Mungkin Anda Menyukai