Korupsi makin Berbiak Kembali

Kagak Tiba dua pekan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melancarkan operasi tangkap tangan (OTT). Dan, yang terjaring dalam operasi, Kembali-Kembali pemimpin daerah.

Pada 23 November Lampau, KPK menggelar OTT terhadap Gubernur nonaktif Bengkulu Rohidin Mersyah. Lampau, pada Senin (2/12), giliran tangan Penjabat Wali Kota Pekanbaru, Riau, Risnandar Mahiwa yang harus dililit gari.

Bila Rohidin diduga meminta kutipan Dana dari anak buah Buat Biaya kampanye dengan diiming-imingi jabatan dan karier akan Kondusif, Risnandar terindikasi memalsukan pengadaan barang Buat keperluan kantornya dan memungut Dana iuran kepada organisasi perangkat daerah (OPD) di Dasar kekuasaannya.

Apabila dilihat dari modus operasi Risnandar, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut itu sebagai kekonyolan, meskipun sebenarnya aksi para koruptor itu sama saja konyolnya. Bukan berarti Eksis koruptor yang Kagak konyol juga.

Cek Artikel:  Ramai-Ramai Hijrah ke Negeri Singa

Kagak Eksis yang lebih atau kurang konyol daripada para koruptor, karena Kagak Eksis praktik koruptif yang membanggakan. Kecuali bagi mereka yang punya pola pikir menyimpang dan menyamping. Bagi mereka yang memilih Buat Kagak menempuh jalan lurus dan merasa Mempunyai pembenaran Buat mencuri Dana negara yang notabene adalah Punya rakyat, itulah penyimpangan dan penyampingan.

Pun bila dilihat dari nilai Dana yang dikorupsi, sebenarnya berlaku prinsip Kagak masalah tikus hitam atau putih, ya sama saja kelakuannya mengerat Dana yang bukan hak mereka.

Risnandar sebenarnya ‘anak baru’ yang menempati posisi penjabat wali kota, yakni pada 22 Mei atau enam bulan Lampau. Dia sebenarnya pejabat yang meniti karier di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dari Dasar. Risnandar memulainya dari jabatan lurah hingga akhirnya menjadi Direktur Organisasi Kemasyarakatan, Ditjen Politik dan Pemerintahan Lumrah, Kemendagri, yang merangkap Pelaksana Harian Sekretaris Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintah Lumrah.

Cek Artikel:  Legislasi Kilat Lupakan Mandat

Tetap banyak pertanyaan seputar Risnandar. Bagaimana seorang pejabat karier yang disebut Mempunyai rekam jejak kerja Berkualitas dan Kagak pernah melakukan pelanggaran, malah berani bertindak melangkahi hukum. Ujung-ujungnya tertangkap juga dan jejak kariernya Dekat dipastikan sirna.

Publik tentu menantikan keterusterangan Risnandar apakah memang sekonyol itu. Atau, Risnandar hanyalah bagian dari lingkaran setan setoran dalam patronase birokrasi.

Sebagaimana keprihatinan Menteri Religi Nasaruddin Umar Menonton kelakuan amplop berisi setoran kepada unsur pimpinan. Praktik itu hanya akan memaksa bawahan memeras orang yang berada di rantai birokrasi di bawahnya.

Koruptor seakan sudah Kagak punya rasa takut dan urat malu. Meskipun sudah dibekali pendidikan antikorupsi, pakta integritas, dan dipertontonkan di publik, aksi koruptor bukannya menghilang.

Mungkin mereka Memperhatikan rekan sepaham yang tertangkap Sekadar karena Kembali sial, sedangkan yang belum tertangkap merasa modus mereka lebih canggih ketimbang aparat penegak hukum. Yang lebih parah ialah apabila mereka merasa di atas hukum sehingga menganggap Pandai mengatur hukum. Kalau sudah seperti itu, sudah saatnya dipertimbangkan pemberian hukuman yang jauh lebih berat bagi para penjahat keuangan negara. Biar kapok dan Kagak kembali melakukan kejahatan Kembali.

Cek Artikel:  Jangan Paksakan Penaikan PPN

Akan tetapi, apakah mungkin para pembuat kebijakan di Senayan mau bersepakat memberi hukuman yang amat berat bagi koruptor? Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset saja hanya masuk program legislasi nasional (prolegnas) menengah di DPR. Jadi, Pandai dipastikan, RUU itu Kagak akan tuntas pada tahun depan.

Meski begitu, Cita-cita Kagak boleh Tewas atau dimatikan karena perang melawan korupsi di negeri ini adalah perang yang panjang dan Tetap akan panjang.

 

Mungkin Anda Menyukai