Korupsi Kecil

MENTANG-MENTANG kecil minta dimaklumi. Karena Eksis pemakluman, yang kecil-kecil Lalu dilakukan, Pelan-Pelan menjadi kebiasaan. Akhirnya, yang awalnya kecil berkembang menjadi besar, semakin besar. Si pemberi maklum pun belakangan menyesal kenapa dulu menganggap sepele perkara yang kecil-kecil itu. Tetapi, ya, namanya juga penyesalan, selalu datang terlambat. Si kecil kadung membesar, tak Bisa Kembali dibendung.

Kira-kira mungkin seperti itu bakal alur cerita tentang bahayanya menyepelekan korupsi kecil. Cerita itu terinspirasi dari pernyataan Personil DPR Fraksi Partai Golkar Melchias Markus Mekeng Begitu rapat kerja dengan Kementerian Keuangan, awal pekan ini. “Kebanyakan makan Dana haram itu. Kalau makan Dana haram kecil-kecil Kagak apalah. Ini makan Dana haram Tiba begitu berlebih maka Tuhan marah,” kata Mekeng.

Ia mengeluarkan pernyataan tersebut Begitu membahas gaya hidup mewah pejabat di lingkungan Kemenkeu. Menurut Mekeng, terkuaknya gaya hidup mewah pejabat-pejabat itu merupakan imbas dari perilaku memakan duit haram yang terlalu banyak. Tiba di situ sebetulnya sudah bagus, tapi sayang, Eksis embel-embel di belakangnya soal pemakluman dia terhadap perilaku yang sama, tapi dengan jumlah kecil.

Cek Artikel:  Sumber Pertumbuhan Baru

Kurang Lebih dua bulan Lampau, Jaksa Mulia Sanitiar Burhanuddin juga pernah melontarkan wacana yang sebangun dengan itu. Dalam rapat Serempak Komisi III DPR, Januari Lampau, ia menyampaikan pelaku tindak pidana korupsi dengan kerugian keuangan negara di Rendah Rp50 juta cukup diselesaikan dengan pengembalian kerugian negara. Menurutnya, penyelesaian kasus dengan mekanisme itu akan lebih Segera dan murah.

Meskipun spirit dan tujuannya agak berbeda, pernyataan Jaksa Mulia itu juga mengandung Arti pemakluman. Memang tak sefrontal Mekeng, tapi sebetulnya sama saja. Sama-sama bernuansa menganggap enteng korupsi dalam skala kecil. Seolah-olah, di mata Tuhan, korupsi kecil-kecilan tak menimbulkan dosa, atau kalaupun dosa, kadarnya tak sebesar korupsi yang jumbo. Di mata hukum, seakan-akan rasuah kelas receh layak diberikan impunitas atau perlakuan Tertentu.

Padahal, besar ataupun kecil, korupsi tetaplah korupsi. Sama saja dengan maling, mau Hanya mencuri seekor ayam atau mencuri sekilo emas batangan, tetap saja maling. Nyatanya, banyak maling ayam diproses hukum, kok. Lha, kenapa kini Bahkan maling Dana negara yang nilainya Niscaya lebih besar dari seekor ayam malah dianggap ‘tak apalah’, bahkan mau diampuni asal kembalikan kerugian negara yang ia tilap.

Cek Artikel:  Kebahagiaan Sepak Bola

Kagak semudah itu, Bro. KPK pun pernah bilang, korupsi kecil atau petty corruption Kagak Bisa dianggap sepele karena dapat membentuk kebiasaan Jelek dalam birokrasi sekaligus merenggut hak rakyat. Apabila negara permisif, para pelakunya Bahkan dapat berbuat lebih jauh dengan melakukan kejahatan yang lebih besar Kembali.

Mungkin Pelan-Pelan nanti akan muncul Ungkapan seperti ini. “Berlatihlah menjadi koruptor kakap dengan melakukan korupsi kecil-kecilan. Dijamin Kagak akan diproses hukum. Apes-apesnya kalau ketahuan paling hanya diharuskan bayar Dana pengganti kerugian. Jadi, jangan kendur. Teruslah berlatih demi korupsi yang lebih besar.”

Ampun kalau imajinasi saya terlalu liar. Tetapi, bukankah itu mungkin saja terjadi kalau kita Lalu-terusan menganggap remeh dan terlalu gampang memberi pemakluman terhadap praktik kejahatan kecil? Apalagi, kejahatan yang dimaksud ialah tindak pidana korupsi alias pencurian Dana negara yang punya Dampak merugikan masyarakat secara langsung. Salah-salah, nanti, masyarakat akan menganggap itu lumrah dan Biasa.

Cek Artikel:  Mewaspadai Cita-cita

Kembali pula korupsi kecil Nyaris selalu menyangkut sisi kehidupan sehari-hari masyarakat, rasuah skala kecil yang biasanya dilakukan pejabat publik dalam interaksinya dengan masyarakat. Karena itu, ketika dibiarkan Lalu-menerus, yang bakal muncul ialah masyarakat yang permisif, toleran, bahkan merasa nyaman dengan perilaku koruptif. Dengan masyarakat seperti itu, bisakah kita berharap mereka memberikan kontribusi dalam pemberantasan korupsi? Rasanya, Kagak.

Tetapi, kalau boleh saya berprasangka Berkualitas, para pemberi maklum itu sebenarnya bukan sedang menganggap enteng korupsi kecil-kecilan. Mereka juga bukan Kagak Mengerti bahayanya korupsi kecil. Begitu ini mungkin mereka Kembali betul-betul Pusat perhatian membantu KPK dan kejaksaan mengejar korupsi kelas kakap. Karena itu, korupsi kecil terpaksa ditaruh di prioritas belakang dulu.

“Korupsi kecil-kecilan? Ah, sudahlah. Jangan repotin kami dengan perkara-perkara kecil seperti itu. Kami sedang sibuk dengan korupsi yang besar,” begitu kata mereka dalam bayangan prasangka Berkualitas saya. 

Tetapi, di ujung cerita, mereka akhirnya menyesal Menyantap situasi negara yang tak Bisa Kembali terlepas dari cekikan korupsi gara-gara keteledoran mereka mengabaikan korupsi kecil.

Mungkin Anda Menyukai