SIDANG praperadilan Menteri Perdagangan (Mendag) periode Agustus 2015-Juli 2016 Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) nomor 113/Pid. Pra/1024/PN. Jkt.Sel melalui tim kuasa hukumnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan permohonan tentang Kagak sahnya penetapan tersangka dan penahanannya oleh Kejaksaan Akbar (Kejagung) telah memasuki tahap akhir.
Segala bukti dan keterangan saksi telah dikemukakan pada persidangan praperadilan perkara tindak pidana korupsi berdasarkan surat penetapan tersangka nomor TAP-60/F 2/F 2/10/2024 Copot 29 Oktober 2024 yang digelar sejak 18 November 2024. Kontroversi dalam persidangan tersebut mencuat karena pembuktian unsur pidana pokok kerugian keuangan negara sebagai dasar menersangkakan Tom Lembong belum menemukan titik terang.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 25/PUU-XIV/2016 dalam perkara pengujian Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor mengubah pidana korupsi dari delik formal menjadi delik materiel. Konsekuensi putusan MK tersebut pembuktian delik kerugian keuangan negara harus Konkret dan Niscaya berdasarkan audit Pengusutan perhitungan kerugian keuangan negara (PKKN).
Faktanya, Tiba menjelang akhir persidangan terbukti PKKN yang diperkirakan sebesar Rp400 miliar Tetap berupa dugaan, potensi, dan perkiraan yang belum Terang konstruksinya. Pada persidangan yang berjalan lima hari belum terungkap kejelasan Nomor PKKN yang Tetap sumir tersebut. Alasannya pada persidangan praperadilan penjelasan PKKN tersebut telah memasuki aspek materiel.
Padahal, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menilai Pembangunan hukum kasus korupsi impor gula Tetap sumir dan meminta Kejagung menyampaikan kepada publik kasus tersebut secara Terang dan detail. Pandangan tersebut sesuai dengan Pasal 51 KUHAP hak tersangka Buat diberitahukan dengan Terang dalam bahasa yang dimengertinya mengenai delik hukum yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai, termasuk kerugian keuangan negara yang disangka sebagai perbuatannya.
Pembangunan kerugian keuangan negara
Unsur kerugian keuangan negara sebagai dakwaan terhadap Tom Lembong menjadi tersangka melakukan perbuatan yang berakibat kerugian KN sebesar Rp400 miliar pertama kali disampaikan Kejaksaan Akbar kepada publik pada 29 Oktober 2024 dengan siaran pers nomor PR – 910/073/K.3/Kph.3/10/2024. Keterangan pers tersebut tentunya berasal dari informasi yang diterima Kapuspenkum Kejagung dari Direktur Penyidikan Jaksa Akbar Muda Kejagung.
Pengenaan dakwaan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor Kagak mudah Buat dibuktikan menjadi delik Buat seorang menteri apabila yang bersangkutan Kagak menerima suap, gratifikasi, dan bentuk Jenis Anggaran lainnya karena mengandung unsur kesengajaan yang merupakan kejahatan terencana. Penyidik harus memastikan adanya mens rea dan actus reus dari peristiwa pidana tersebut yang dilakukan tersangka sebagai pelaku tunggal pada kemeterian yang dipimpinnya.
Perpres Nomor 48 Tahun 2015 tentang Kementerian Perdagangan telah membagi habis kewenangan mendag kepada pejabat eselon I di Dasar dalam kewenangan yang bersifat delegatif. Menteri pembuat kebijakan dan bukan pelaksana kebijakan, dan dalam organisasi kementerian menteri dibantu dirjen sebagai pelaksana kebijakan, irjen sebagai pengawas kebijakan dan sekjen sebagai koordinasi dan dukungan kebijakan.
Arti frasa Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, mensyaratkan pembuktian perbuatan tersebut dilakukan tersangka dengan sengaja dan terencana. Tersangka yang bukan pelaku perbuatan sulit dibuktikan dengan sengaja dan aktif merancang kejahatan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau suatu korporasi.
Menurut Intelek sehat, Demi Membangun kebijakan tersangka Kagak merencanakan melakukan pemufakatan jahat dan persekongkolan. Alasannya, kebijakan bukan merupakan perbuatan yang secara langsung Mempunyai kausalitas memperkaya diri sendiri atau orang lain, padahal ia mengetahui Kagak Mempunyai keterkaitan dengan terjadinya perbuatan.
Frasa Pasal 3 UU Tipikor, setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, Kagak Benar didakwakan kepada tersangka. Dakwaan itu Mempunyai Arti tersangka dengan sengaja Mempunyai tujuan dengan sengaja dan aktif merancang kejahatan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Penyidik harus membuktikan Demi Membangun kebijakan tersangka melakukan pemufakatan jahat menguntungkan diri sendiri atau suatu korporasi, padahal dia mengetahui Kagak Mempunyai keterkaitan dengan kemungkinan terjadinya perbuatan tersebut dari pemberian izin impor.
Keterangan pers Kejaksaan Akbar kepada publik mencerminkan bagaimana Pembangunan hukum yang menimpa tersangka sudah cukup Terang, tetapi Kagak disampaikan pada tanggapan termohon. Kerugian negara yang timbul akibat perbuatan tersebut senilai Rp400 miliar, Adalah nilai keuntungan yang diperoleh delapan perusahaan swasta yang Sepatutnya menjadi Punya negara/BUMN (PT PPI) memberikan bukti kerugian keuangan negara pada PT PPI Kagak mencerminkan kerugian keuangan negara yang Niscaya dan Konkret.
Berikut ini beberapa kelemahan Pembangunan kerugian negara yang dikemukakan pada siaran pers Kejagung. Pertama, keuntungan swasta diperoleh dengan Dugaan harga gula kristal putih (GKP) se Rp16 ribu per kg karena harga Rp16 ribu sudah termasuk keuntungan distributor. Selain itu, menggunakan harga jual Rp16 ribu Kagak mencerminkan harga jual yang berfluktuasi secara periodik sesuai dengan mekanisme pasar.
Kedua, keuntungan perusahaan swasta sebesar Rp3.000 dari selisih harga jual di pasaran dengan harga eceran tertinggi Kagak mencerminkan konsepsi keuntungan praktik bisnis sesungguhnya.
Ketiga, keuntungan yang Tetap bersifat potensi Rp400 miliar yang diperoleh swasta Rp3.000 per kg Kagak mungkin diraup PT PPI kalau melakukan impor secara langsung karena BUMN tersebut Kagak melakukan praktik bisnis menjual seperti perusahaan swasta karena terikat kewajiban stabilitasi harga gula dan operasi pasar.
Keempat, keuntungan swasta yang Tetap bersifat potensial Kagak mungkin sebagai kerugian aktual BUMN dijadikan delik unsur kerugian keuangan negara.
Pembangunan kerugian negara tersebut bertentangan dengan Pasal 1 ayat (22) UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Kerugian negara/daerah ialah kekurangan Fulus, surat berharga, dan barang, yang Konkret dan Niscaya jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum Berkualitas sengaja maupun lalai. Kerugian keuangan Konkret dan Niscaya itu mengandung Arti kerugian itu harus betul-betul Terdapat dan merupakan akibat yang Konkret dari perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan.
Kerugian negara telah terjadi Kalau adanya pelaku/penanggung jawab kerugian, Adalah bendahara, pegawai negeri bukan bendahara/pejabat lain yang telah melakukan tindakan melawan hukum Berkualitas sengaja maupun lalai yang mengakibatkan terjadinya kekurangan Fulus, surat berharga, dan barang yang jumlahnya Konkret dan Niscaya serta tindakan melawan hukum yang dilakukannya tersebut Mempunyai Interaksi Asal Mula akibat dengan kerugian yang terjadi.
Interaksi Asal Mula akibat kerugian keuangan negara sebagai sumber menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, berarti kerugian keuangan negara mengalir menjadi keuntungan diri sendiri atau orang lain. Selain kejahatan pungli, suap dan gratifikasi, dan penerimaan Jenis Anggaran dalam bentuk apa pun kerugian keuangan negara harus dimaknai sumber dari memperkaya atau menguntungkan atau diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
Audit Pengusutan perhitungan keuangan negara
BPK telah melakukan audit kepatuhan pengelolaan impor periode 2016 dari semester I 2017 LHP BPK nomor 47/LHP/XV/03/2018 Copot 2 Maret 2018. Sesuai dengan Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara apabila pemeriksa menemukan adanya predikasi atau indikasi bahwa kecurangan telah dan sedang terjadi, BPK melakukan audit Pengusutan. Fakta BPK Kagak menyimpulkan adanya kerugian keuangan negara dan indikasi terjadi tindak pidana korupsi/fraud atas pengelolaan impor dimaksud.
Selain itu, BPK telah mengaudit Buat periode 2015 dan 2016 telah menerbitkan LHP atas laporan keuangan Kemendag dengan opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Mengingat pada periode yang diduga Kejagung telah terjadi kerugian keuangan negara telah diterbitkan tiga laporan audit tersebut, Sepatutnya Kejagung mengajukan permohonan perhitungan kerugian keuangan negara kepada BPK yang telah mengaudit sebelumnya. Apalagi, antara BPK dan Kejagung sudah terjalin MoU Buat meminta audit Pengusutan PKKN.
SE Mahkamah Akbar Nomor 4 Tahun 2016 antara lain menyatakan instansi yang berwenang menyatakan Terdapat-tidaknya kerugian keuangan negara ialah BPK yang Mempunyai kewenangan konstitusional. Pasal 13 UU No 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.
Sementara itu, isi Pasal 14(1) UU No 15 Tahun 2004, apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, Pasal 10 UU No 15 Tahun 2006 tentang BPK menyatakan BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan perbuatan melawan hukum Berkualitas sengaja maupun lalai yang dilakukan bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.
Fakta persidangan mengakui Kejagung belum Mempunyai alat bukti surat berupa laporan audit investasi PKKN. Pengakuan Kejagung bahwa proses PKKN Tetap sedang dilakukan menunjukkan penetapan tersangka belum berdasarkan laporan audit Pengusutan PKKN. Buktinya PKKN diakui Tetap dalam proses dan hanya berupa surat permintaan Kejagung kepada instansi pengawas, Informasi acara ekspose kasus, dan surat tugas dari instansi pengawas.
Padahal, Kejagung belum menemukan Jenis Anggaran yang diterima Tom Lembong dan Tetap menelusuri Jenis dananya. Buat kasus korupsi yang menimpa pejabat negara atas kebijakan yang diambilnya mutlak adanya laporan audit Pengusutan PKKN kalau Kagak Terdapat ditemukan Jenis Anggaran kepadanya.
Pernyataan Kejagung Buat menersangkakan seorang pejabat Kagak diperlukan pembuktian menerima suap atau gratifkasi serta bentuk Jenis Anggaran apa pun merupakan pernyataan yang keliru. Seorang menteri yang Membangun kebijakan sebagai Penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pelayanan publik dapat saja merugikan kerugian keuang negara yang Kagak disengaja.
Sepanjang Kagak menerima Jenis Anggaran, suap, dan gratifikasi, di menteri tersebut Kagak dapat dipidanakan atas kebijakan yang diambilnya. Selama era reformasi sebanyak 14 menteri yang terpidana bukan karena kebijakan yang dibuatnya, melainkan Asal Mula adanya Jenis Anggaran Berkualitas yang diterima langsung atu melalui pihak orang lain. Para menteri yang terpidana tersebut, selain pidana penjara, membayar denda dan Fulus pengganti sebagai pembuktian telah melakukan perbuatan korusi dengan menerima Jenis Anggaran, suap, atau gratifikasi.