KOMISI Pemberantasan Korupsi makin akrab saja dengan kontroversi. Ironisnya Kembali, kontroversi-kontroversi tersebut Malah dikreasi oleh pimpinan lembaga itu sendiri.
Perihal kontroversi, betul bahwa pada periode-periode sebelumnya juga terjadi. Begitu pula pelanggaran etik. Tetapi, sorotan publik kali ini tajam sekali. Pada kepemimpinan KPK periode 2019-2023 ini, kontroversi pun komplet. Kelas ringan Eksis, kelas berat Eksis.
Tetap lekat dalam ingatan bagaimana Ketua KPK Firli Bahuri mempertontonkan gaya hidup mewah. Dia menyewa helikopter Demi perjalanan pribadi. Tentu biayanya mahal. Berjuta-juta rupiah. Padahal kode etik KPK menggariskan insan komisi dilarang menunjukkan Hura-hura. Firli dikenai Denda teguran tertulis.
Kontroversi berikutnya datang dari wakil ketua Lili Pintauli Siregar. Kali ini kelas berat. Lili terbukti berkomunikasi dengan Wali Kota nonaktif Tanjung Balai, Sumatra Utara, yang Ketika itu sedang berkasus di KPK, M Syahrial.
Kode etik KPK tegas melarang insan komisi berhubungan dengan pihak yang beperkara. Sama dengan Firli, Lili Sekadar dikenai Denda ringan. Sekadar dipotong gaji pokok yang enggak seberapa.
KPK juga pernah mendapat sorotan karena menggelar rapat kerja di hotel mewah, hotel bintang lima, di Yogyakarta. Dan, akhir-akhir ini, kontroversi mencuat Kembali. Pemicunya sama, unsur pimpinan. Dalam hal ini Pak Ketua, Firli.
Tak tanggung-tanggung, tiga kontroversi langsung tersaji. Pangkal soalnya Merukapan himne dan mars KPK. Soal pertama ialah peluncuran himne dan mars KPK pada 17 Februari 2022. Demi apa mars dan himne bagi KPK? Perlukah itu? Pentingkah itu? Itulah deretan pertanyaan yang mengemuka.
Bagi para pegiat antikorupsi dan mereka yang bertahun-tahun pernah bekerja di KPK tapi sekarang di luar lingkaran, himne dan mars Kagak akan Eksis artinya. Ia Kagak Krusial, juga tak perlu. Ia hanya sebatas gimik, sebatas Ritual yang sebenarnya useless. Tak Berfaedah.
Pimpinan KPK tentu punya jawaban lain. Bagi mereka, himne dan mars Krusial dan perlu agar seluruh punggawa KPK lebih galak Kembali memberantas korupsi. Menurut komposer Singgih Sanjaya, Musik mars memang Demi membangkitkan semangat. Kekuatannya Eksis di ketukan 2/4 yang Membikin pendengar tergugah. Demikian pula bagi yang menyanyikan.
Okelah, himne dan mars KPK Krusial dan perlu. Pertanyaan berikutnya, kenapa ia mesti dibuat oleh Ardina Safitri, istri Firli. Ini soal kedua, persoalan yang lebih substansial.
Betul bahwa Ardina memang Kagak dibayar. Dia menghibahkan himne dan mars ciptaannya itu sebagai Figur kecintaan kepada KPK. Saya Pasti pula Kagak Eksis unsur korupsi di situ. Akan tetapi, bukankah sebagai penegak hukum yang pernah menjadi role model pemberantasan korupsi harus memberikan teladan bagaimana menjauhi KKN?
Menjadikan himne dan mars ciptaan istri pimpinan KPK sebagai Musik wajib di lembaga itu tidaklah elok. Terlebih Kembali, Firli atas nama KPK kemudian memberikan penghargaan kepada sang istri. Semakin Kagak patut. Inilah soal ketiga.
Kalau memang pimpinan KPK ngebet Eksis himne dan mars, kenapa tak dilombakan saja Demi Standar. Tetap banyak yang Kasih KPK. Kagak sedikit di antara mereka yang punya Potensi menciptakan himne dan mars. Kalau KPK mau ngirit, saya Pasti tak sedikit pula yang mau menciptakannya dengan sukarela.
Eksis kesan, KPK menganggap dirinya Tetap Berkualitas-Berkualitas saja. Padahal, bandul persepsi sudah berbeda. KPK tak Kembali seperti dulu sebagai lembaga yang paling dipercaya rakyat. Lihat saja hasil survei yang konsisten menunjukkan penurunan peringkat mereka.
Pada Survei pendapat terakhir yang diumumkan Desember 2021 oleh Indikator Politik Indonesia, misalnya, KPK terjerembap ke posisi 8. Mereka kalah dari TNI di posisi puncak, Lampau Presiden, Polri, Mahkamah Mulia, Mahkamah Konstitusi, kejaksaan, dan pengadilan.
Hanya 71% responden yang Tetap percaya kepada KPK. Tereduksi jauh ketimbang di 2018 yang Tetap 84,8%. Nomor itu Lalu turun dari tahun ke tahun menjadi 80,5% pada 2019, Lampau 73,5% setahun berikutnya. Hasil survei lain senada bahwa kredibilitas KPK menurun.
Menganggap situasi Tetap normal padahal sejatinya sudah tak normal sulit diterima Pikiran. Menilai keadaan Berkualitas-Berkualitas saja padahal sebenarnya Kagak Berkualitas-Berkualitas saja Jernih berbahaya. Salah Penaksiran Niscaya salah penyakit, dan ujung-ujungnya salah obat.
Hendak membangkitkan semangat demi memperbaiki Imej dengan himne dan mars kiranya salah obat. Terlebih himne dan mars itu buatan keluarga pimpinan KPK. Bukannya sembuh, boleh jadi penyakit akan lebih parah. Pamor KPK bukan mustahil memburuk. Tingkat kepercayaan publik pun sangat mungkin kian anjlok.
Dijamin lebih mujarab Kalau pimpinan kian gigih memastikan bahwa penindakan yang dilakukan jajarannya tak surut. Niscaya lebih Mujarab kalau komisioner memastikan agar tuntutan Demi terdakwa di pengadilan tipikor tak Kembali tiga perempat hati, apalagi Sebelah hati.
Saya Pasti, hakulyakin, pemulihan Imej KPK akan banyak terbantu Kalau KPK Bisa segera menangkap Harun Masiku. Sudah dua tahun lebih politikus PDIP itu buron. Butuh waktu berapa lelet Kembali, perlu tambahan amunisi apa Kembali, Demi dapat menangkapnya?
Memberantas korupsi tak perlu sensasi, apalagi kontroversi. Yang diperlukan ialah tekad dan kemauan sepenuh hati.