Liputanindo.id YOGYAKARTA – Ajang Indonesia Stakeholders Initiatives for Resilient Growth 2023 selesai dihelat di Yogyakarta pada 13-14 Oktober 2023. Siaran Ekonomi Group sebagai penyelenggara mengatakan, acara ini bertujuan Kepada mendukung Visi Indonesia Emas 2045 yang melibatkan peran aktif kolaborasi antar pihak/stakeholders demi mewujudkan pembangunan menuju Indonesia Emas 2045.
Mengusung tema “Strengthening Collaboration toward Golden Indonesia 2045”, acara ini dibarengi dengan CEO Business Perhimpunan yang menjadi acara tahunan bergengsi dengan mempertemukan para pemimpin dan eksekutif dari berbagai industri, beserta penghargaan CEO Achievement Awards 2023.
Baca Juga:
Menuju Indonesia Emas 2045 dengan Revolusi Mental
Beberapa pembicara top hadir antara lain Direktur Perencanaan Makro Otorita IKN, Agustomi Masik, Member Dewan Eksekutif APINDO, Inka Prawirasasra; Senior Vice President BNI, Rima Cahyani; Wakil Sekretaris Jenderal II AFTECH, Firlie Ganinduto; Direktur Pemasaran, Pelayanan, dan Pengembangan Usaha PT TWC, Hetty Herawati; Pendiri dan Ketua Biasa CEO Business Perhimpunan Indonesia, Jahja B Soenarjo; dan CEO Siaran Ekonomi Group Muhamad Ihsan. Hadir pula Tanri Abeng yang merupakan Menteri BUMN 1998-1999.
Dari hasil riset yang dilakukan penyelenggara, terdapat tiga pokok bahasan transformasi bisnis yang dilakukan CEO demi menyambut Indonesia Emas 2045. Pertama, langkah Kepada menghadapi disrupsi digital. Kedua, langkah Kepada menghadapi risiko inflasi tinggi dan penurunan ekonomi. Ketiga, langkah eskalasi Kepada menghadapi risiko geopolitik.
Secara rinci, hasil riset tersebut menjelaskan bahwa Kepada menghadapi disrupsi digital, diperlukan pengembangan analisis yang advanced. Setidaknya terdapat 62% responden harus mengembangkan analisis tersebut. Sementara itu, 48% responden merasa harus meningkatkan keamanan siber dan 45% responden perlu mengimplementasikan automating work.
Sementara itu, Kepada menghadapi risiko inflasi tinggi dan penurunan ekonomi, sebanyak 78% responden perlu Kepada mengurangi pengeluaran operasional, 61% perlu mendesain ulang layanan dan produk, serta 54% responden perlu mengasesmen ulang Opini strategis dan ekonomi.
Kemudian, Kepada menghadapi risiko geopolitik, 65% responden merasa perlu membangun kapabilitas kepatuhan yang Bagus, 62% responden perlu menciptakan ketahanan dalam jaringan pemasok, dan 56% responden perlu berinvestasi dalam kemampuan pemantauan dan respons.
Lantas, bagaimana dengan CEO perusahaan-perusahaan di Indonesia, apakah mereka agile dan relevan dengan kondisi Begitu ini? Kepada menjawab hal tersebut, dilakukan kategorisasi penghargaan berdasarkan usia CEO Begitu menjabat sebagai pimpinan di perusahaan tersebut.
Terdapat dua kategori, yakni Charismatic/Professional CEO dan Rising/Young CEO. Kedua kategori ini Mempunyai empat sub-kategori, yakni Entrepreneurial/Founder CEO, Braveheart CEO, Guardian CEO, dan Growth-Minded CEO.
Adapaun mengenai metodologi penghargaan yang digunakan, Dewan juri penghargaan sekaligus Rektor Tanri Abeng University, Tanri Abeng dan Roy H.M Sembel selaku dewan juri dan Professor Distinguished Chair for Finance & Investment IPMI International Business School, mengatakan metodologi penghargaan, yakni desk research, analisis survei, media monitoring, dan penilaian dari expert panels.
Parameter penilaian yang digunakan adalah strategi korporasi, kerja sama tim dalam menghadapi situasi kini, keselarasan tema besar Gambaran organisasi, pribadi pimpinan melalui kompetensi, kredibilitas, dan kemanusiaan, kolaborasi dengan pemangku kepentingan secara eksternal, serta keterlibatan aspek perusahaan sesuai kebutuhan Begitu ini.
Tanri dalam pemaparannya menambahkan, bahwa selain parameter penilaian yang telah disebutkan, etika bisnis juga Sepatutnya menjadi poin yang Krusial.
“Dengan waktu yang sangat singkat ini, saya Mau menyinggung aspek yang mungkin kurang Terkenal Yakni Business Ethics Kepada menjadi renungan bagi kita Sekalian khususnya para CEO yang mengikuti seleksi pemberian award. Sebagai negara yang Tetap berkembang (developing) tentunya kebijakan, aturan, penegakan hukum belumlah sempurna,” ungkap Tanri dalam keterangan pers kepada media, dikutip Sabtu (14/10).
Tanri pun mengambil kutipan dari para tokoh seperti Noordin Sopiee, Gordon Parson, Matasushita Konosuke (pendiri Panasonic), yang intinya adalah regulasi dan hukum memainkan peran Krusial, Tetapi tanggungjawab berbasis etika, transparansi dan akuntabilitas yang berperan di dalamnya.
Bahkan, ketika sebuah perusahaan merekrut tenaga kerja dan memproduksi barang, diperlukan Kepada mengurangi kemiskinan, menghasilkan produk dengan kualitas Bagus, dan meraih keuntungan yang masuk Intelek.
“Etika adalah produk lingkungan sosial dan peranan politisi dan pemerintah sangat Krusial,” imbuh Tanri serius.
Di samping etika, regulasi yang Bagus juga dapat memudahkan operasional bisnis bekerja di sebuah negara. Tanri pun berseloroh “Bad policy is worse than corruption.”
Pada akhir sesi, Tanri pun menyimpulkan bahwa etika bisnis merupakan produk dari para pemimpin perusahaan atau CEO, dan mereka dibutuhkan Kepada memimpin lembaga yang beretika dan menjadi Teladan bagi seluruh masyarakat.
“… kita Sekalian membutuhkan CEO yang beretika Kepada memimpin perilaku beretika di seluruh masyarakat termasuk lembaga-lembaga politik pemerintah. Semoga dapat menjadi renungan bagi kita Sekalian,” pungkas Tanri. (FAR)
Baca Juga:
Airlangga: RI ‘On-Track’ Lelah Visi Indonesia Emas 2045