Liputanindo.id JAKARTA – Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan masih memantau dengan mendalami fakta serta proses hukum kasus pembunuhan Vina di Cirebon.
“Komnas HAM masih mendalami fakta atau peristiwa, serta proses hukum atas kasus ini, dan belum bisa menyampaikan kesimpulan ataupun rekomendasi karena proses pemantauan masih berjalan,” kata Atnike saat rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, di Senayan, Jakarta, Rabu (29/5/2024).
Atnike tak memungkiri bahwa pembunuhan Vina menjadi kasus yang menjadi atensi publik dalam beberapa waktu terakhir yang diadukan ke pihaknya.
Dia menyebut Komnas HAM menerima dua pengaduan terkait kasus Vina, yakni dugaan penghalangan akses bantuan hukum, dan dugaan penyiksaan dalam penanganan kasus tindak pidana pembunuhan di Polres Cirebon.
“Yang pertama tadi adalah pengaduan dari pihak terdakwa yang mengadukan adanya penyiksaan, dan yang kedua yang belum masuk di dalam paparan adalah adanya pengaduan dari kuasa hukum almarhumah yang menjadi korban akan belum terpenuhinya hak-hak korban atas pemulihan,” paparnya.
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing menjelaskan, pihaknya telah menerima aduan dari kuasa hukum terdakwa Saka pada Maret 2016.
“Kuasa hukum Saka waktu itu dating, mengadukan dugaan adanya penyiksaan, dan juga terbatasnya akses keluarga dan lawyer-nya untuk bertemu dengan Saka dan kawan-kawan tersangka lainnya, di tahanan Polres Cirebon,” ujar Uli.
Komnas HAM kemudian menindaklanjuti pada Januari 2017 untuk meminta keterangan kepada pihak Polda Jawa Barat.
“Karena memang waktu itu ada proses hukum di Pengadilan Negeri Cirebon, sehingga kami harus menghormati proses tersebut. Komnas HAM tidak bisa intervensi,” ucapnya.
Selanjutnya setelah film berjudul ‘Vina: Sebelum 7 Hari’ dirilis dan mendapat perhatian publik pada Mei 2024, terdakwa Saka dan kuasa hukumnya kembali mendatangi Komnas HAM.
“Kuasa hukum Saka dua minggu lalu datang ke Komnas HAM, dan kami menerima Saka dan meminta keterangan dari Saka dan kuasa hukumnya,” ujarnya.
Sementara untuk aduan kedua, Komnas HAM menerima aduan dari kuasa hukum keluarga korban yang mengharapkan adanya pemulihan trauma (trauma healing), serta pemberian kompensasi dan restitusi.
“Kami juga akan koordinasi dengan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) terkait mendorong adanya kompensasi dan restitusi. Demi trauma healing kami segera berkoordinasi dengan pemerintah lokal di Kota Cirebon untuk menyediakan jasa trauma healing untuk ibunya Vina,” jelasnya.
Uli mengatakan, Komnas HAM akan berkoordinasi dengan pihak Polda Jawa Barat dan Inspektorat Pengawasan Lumrah Mabes Polri untuk menggali fakta-fakta atas pengaduan terkait kasus Vina.
“Meminta keterangan kepada Polda Jabar dan juga kami di lapangan sedang mengolah data informasi, saksi-saksi terkait dengan kasus pembunuhan Vina ini. Tentu Komnas HAM sangat hati-hati dalam mengumpulkan data, karena kami juga harus betul-betul valid. Berkualitas itu saksi-saksi yang ada di Cirebon, saksi-saksi di Bandung, dan juga di Bekasi,” katanya.
Pembunuhan dan pemerkosaan terhadap Vina terjadi pada Agustus 2016. Remaja Cirebon itu dibunuh bersama kekasihnya, Muhammad Rizky atau Eky.
Kasus ini kembali mencuat setelah film berjudul ‘Vina: Sebelum 7 Hari’ mendapat perhatian publik, karena masih menyisakan tiga tersangka yang belum tertangkap.
Pada 21 Mei 2024, Polda Jawa Barat telah menangkap otak dari kasus pembunuhan Vina dan Eky, yaitu tersangka Pegi Setiawan alias Perong.
Kombes Pol Surawan seperti dirilis Antara, menuturkan tidak menutup kemungkinan jika ada dugaan tersangka lainnya di luar mereka yang sudah diamankan. Penyidik siap melakukan pendalaman kembali. (BON)