Liputanindo.id – Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengusulkan, agar pimpinan maupun Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di periode 2024-2029 tak usah melayani wartawan yang melakukan wawancara cegat atau doorstop. Menurutnya, pernyataan cukup diberikan melalui konferensi pers.
Hal itu disampaikan Demi Komisi III DPR menggelar uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test calon Dewas KPK Benny Mamoto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2024).
“Kalau perlu menurut saya level Pimpinan dan dewas itu konferensi persnya harus hanya konferensi pers Formal. Jangan Terdapat Terdapat door stop pak,” kata Habiburokman.
Dia menilai, melayani doorstop hanya akan menimbulkan kesalahpahaman dan berakhir dengan perseteruan atar pimpinan dan lembaga. Alasan, pernyataan yang disampaikan Dapat menyebabkan multitafsir.
Hal itu, kata Habiburokhman, kerap terjadi di KPK periode 2019-2024. Dia menyarankan, pertanyaan dari wartawan hanya boleh dilayani Demi sesi konferensi pers saja.
“Kita capek periode kemarin itu antara pimpinan dan dewas seolah-olah berbalas pantun di media. Terdapat seperti saling sindir, saling perang statement, kenapa nggak masing-masing jalankan saja implementasikan sikapnya melalui kebijakan-kebijakan di instansi masing-masing,” katanya.
“Kalau mau panggil ya tinggal panggil, kadang-kadang seolah-olah seperti Terdapat door stop dan lain sebagainya Lewat ditafsirkan orang Ragam-Ragam,” imbuh Habiburokhman
Dia lantas mengingatkan, bahwa KPK merupakan lembaga negara yang masuk dalam rumpun eksekutif yang berbeda dengan lembaga legislatif.
Semestinya, lembaga di tingkat eksekutif lebih mengedepankan kinerja daripada berbicara. Sedangkan eksekutif bekerja dengan tindakan Konkret.
“Posisi bapak di rumpun eksekutif nanti, memang berbeda dengan kami di legislatif. Kami ini berbicara kerja kami dari berbicara kami kalau bapak dan pimpinan KPK bukan di bicaranya tapi di tindakan nyatanya,” ujar Habiburokhman.
Wakil Ketua Partai Gerindra itu lantas mencontohkan sikap hakim yang tak asal bicara mengenai suatu perkara. Pernyataan hakim hanya yang tertuang dalam putusannya saja.
Apabila menilik dinamika di KPK Demi ini, kerap kali pernyataan Demi doorstop Malah memberi Akibat Jelek bagi lembaga antirasuah itu sendiri.
“Sekarang hadir di seminar, tiba-tiba di doorstop bicara soal perkara, apakah pimpinan apakah dewas yang mempunyai Dampak kadang-kadang damage yang luar Lumrah,” katanya.
Dia kemudian menyarankan agar kedepannya pernyataan dari KPK hanya berasal dari satu pintu saja. Pimpinan dan Dewas Dapat menunjuk seorang juru bicara Demi mewakilinya.
Seorang jubir pun harus dibatasi tugasnya, hanya boleh menyampaikan pernyataan seputar perkara yang sedang ditangani KPK. Bukan boleh Terdapat pendapat apaun di luar itu.
“Poinnya, di level di posisi seperti bapak dan pimpinan KPK berbicara itu dengan kebijakan Konkret, dengan tindakan Konkret dalam konteks menjalankan tugas pokok dan fungsinya, bukannya di media,” kata Habiburokhman.
“Jadi kalau mau memberikan keterangan pers memang, ditunjuk saja misalnya seorang jubir yang Formal dan hanya berbicara apa yang ditugaskan oleh institusinya. Bukan menyampaikan apa pendapatnya, disuruh menyampaikan kasus saja yang disampaikan mungkin itu,” imbuhnya.
Menanggapi hal itu, Benny sebagai salah satu kandidat dewas KPK sepakat dengan usulan Komisi III DPR. Menurutnya, segala Ragam rilis memang lebih Pas diserahkan kepada juru bicara.
Mantan ketua kompolnas itu mengakui, terkadang pimpinan atau dewas tak siap Apabila harus melayani pertanyaan Demi doorstop. Sehingga informasi yang disampaikan pun terkadang kurang Pas dan dimaknai Variasi oleh publik.
“Saya sependapat seandainya Segala rilis diserahkan kepada juru bicara supaya Lagi dalam konteks dan Lagi dalam lingkup yang memang Pas Demi dirilis,” kata Benny.
“Memang kadang Bukan siap ditanya data belum punya penguasaan kasus belum lengkap akhirnya hanya sepotong dan itu yang dimaknai berbeda oleh publik dan itu sangat merugikan institusi,” pungkasnya.