Kolaborasi Seni Lintas Batas Membangun Jembatan Budaya Antara Indonesia dan Inggris

Kolaborasi Seni Lintas Batas: Membangun Jembatan Budaya Antara Indonesia dan Inggris
Kolaborasi antara seniman Indonesia dan komunitas seni internasional semakin menjadi fokus penting dalam dunia seni global(MI / Rahmatul Fajri)

Kolaborasi antara seniman Indonesia dan komunitas seni internasional semakin menjadi fokus penting dalam dunia seni global. Melalui program Connections Through Culture (CTC) yang diselenggarakan oleh British Council, seniman lokal mendapatkan kesempatan untuk menampilkan karya mereka di panggung internasional, memperkaya perspektif seni global.

Program CTC mendukung berbagai proyek kreatif, termasuk inisiatif Jogja Disability Art yang mengeksplorasi tantangan kolaborasi seni bagi seniman disabilitas. Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan inklusi dan menciptakan pedoman bagi seniman dengan kebutuhan beragam.

Kolaborasi budaya antara seniman Indonesia dan komunitas seni internasional kini memainkan peran yang semakin krusial. Tak hanya memperkaya sudut pandang, kolaborasi ini juga memungkinkan karya-karya seniman lokal menjangkau audiens global yang lebih luas. Pertukaran ide, gagasan, dan pengalaman dari kedua belah pihak menciptakan ruang bagi inovasi dan eksplorasi seni lintas batas yang mampu mempengaruhi perkembangan seni di tingkat dunia.

Baca juga : Indonesia dan Inggris Lakukan Kolaborasi Seni Budaya

Dari tahun ke tahun, sejumlah seniman Indonesia telah berhasil mendapatkan dukungan untuk mewujudkan proyek kolaboratif mereka melalui program CTC, di antaranya Munir & Zaizafun Alya Gunara dari Soboman 219 Art Space, Sukri Budi Dharma (Butong) & Nano dari Jogja Disability Art, Firda Marsya Kurnia, Widi Rahmawati, dan Euis Siti Aisyah dari Voice of Baceprot, serta Farah Wardani, seorang kurator seni dan sejarawan.

Cek Artikel:  Mendikdasmen Lagi Mengkaji Mengenai UN

Jogja Disability Art dalam proyeknya menggali lebih dalam tentang tantangan, hambatan, dan praktik terbaik dalam kolaborasi seni disabilitas. Proyek ini juga memperlihatkan bagaimana perkembangan kolaborasi seni disabilitas di Indonesia saat ini dan peran pentingnya dalam memberikan peluang yang setara untuk semua pihak.

“Proyek penelitian ini sangat penting karena membahas kesenjangan kritis dalam memahami kompleksitas kolaborasi seni disabilitas. Dengan mengidentifikasi tantangan dan hambatan spesifik yang dihadapi dalam kolaborasi semacam itu, proyek ini dapat berkontribusi pada pengembangan praktik yang lebih inklusif dan efektif,” kata Budi Dharma, melalui keterangannya, Kamis (19/9).

Baca juga : Inggris, dari Kekaisaran hingga Monarki Konstitusional dan Sains

Ia mengatakan kebutuhan untuk penyelidikan lebih lanjut berasal dari sifat disabilitas yang beragam dan kebutuhan unik setiap individu. Misalnya, orang dengan disabilitas fisik mungkin memerlukan alat bantu mobilitas tertentu dan fasilitas yang dapat diakses untuk dapat berpartisipasi penuh dalam kegiatan artistik. Demikian pula, individu dengan disabilitas sensoris atau kognitif yang memerlukan metode komunikasi yang disesuaikan atau lingkungan yang diadaptasi.

Dengan mendalami berbagai kondisi ini, penelitian dapat memberi informasi untuk pembuatan pedoman dan modul aktivitas yang komprehensif yang melayani kebutuhan beragam seniman disabilitas di Inggris dan Indonesia. Ini pada akhirnya akan mendorong lanskap seni yang lebih inklusif dan adil di mana seniman disabilitas dapat berkembang dan memberikan perspektif unik mereka.

Cek Artikel:  RS Perlu Siapkan Tim Multidisiplin untuk Penanganan Pasien Kanker

Trio metal asal Garut, Voice of Baceprot (VOB) tengah berjuang mengerjakan proyek besar yang menangani berbagai isu penting soal perempuan, terutama menyuarakan soal kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan. Spesialnya, trio yang terdiri dari Firda Marsya Kurnia (vokal dan gitar), Widi Rahmawati (bass), dan Euis Siti Aisyah (drum) bernyanyi dengan menggunakan bahasa Indonesia, Sunda, dan Inggris.

Baca juga : Supermoon dan Gerhana Bulan Sebagian Langka Menerangi Langit Mendunia

Melalui Voice of Baceprot, ketiga mojang Garut ini menjadikan musik sebagai media untuk menyuarakan dan meningkatkan kesadaran terhadap hak-hak perempuan. VOB berupaya untuk memperjuangkan otoritas perempuan terkait hak-hak hidupnya.

“Musik sebagai media perlawanan dan membangun kesadaran tetap kami pilih. Di masa itu kami membuat dan merilis lagu Not Public Property dan Perempuan Merdeka Seutuhnya. Kepada memperkuat gaung manfaatnya, kami juga mencanangkan gerakan Not Public Property sebagai ruang aman bagi perempuan untuk saling mendukung satu sama lain. Gerakan tersebut ternyata mendapat respons positif bahkan di kancah global. British Council adalah salah satu yang turut memperteguhnya,” kata Voice of Baceprot.

Dampak yang telah dihasilkan oleh proyek ini sangat signifikan dan patut diperhitungkan. VOB mengatakan melalui kolaborasi, mereka dapat menghasilkan lagu untuk meningkatkan kesadaran tentang pelanggaran hak-hak perempuan di seluruh dunia.

Baca juga : Indonesia-Inggris Raya Perkuat Kerja Sama Pembangunan

Cek Artikel:  Tips Membangun Rumah Tema Industrial

“Dampak dari kolaborasi gerakan tersebut kami rasakan telah turut membuka keberanian banyak perempuan untuk lebih berani bersuara tentang diskriminasi dan kekerasan yang mereka alami. Gerakan ini juga turut memantik kesadaran banyak perempuan tentang pentingnya memiliki otoritas atas tubuh, pikir dan hidupnya,” kata Voice of Baceprot. 

Diketahui, British Council mendukung munculnya ide seni baru melalui program hibah Connections Through Culture (CTC). British Council Country Director for Indonesia dan Director for Southeast Asia, Summer Xia menjelaskan CTC merupakan program yang dirancang untuk membangun dan mempertahankan pertukaran budaya baru antara Inggris dan negara-negara lain, dalam hal ini, Indonesia, melalui pendanaan hibah kepada seniman dan organisasi budaya untuk mendukung ide-ide seni baru dan mendorong kolaborasi antara seniman dan organisasi budaya di Indonesia dan Inggris.

Summer mengatakan hampir 50 kemitraan seni dan budaya kolaboratif antara Inggris dan Indonesia telah terwujud melalui dukungan dari program hibah CTC sejak 2019.

“Kami senang melihat melalui program hibah Connections Through Culture, kami telah memungkinkan berbagai proyek seni dan budaya kolaboratif muncul: dari meningkatkan kesadaran dan akses bagi seniman difabel hingga menangani kondisi iklim saat ini di dunia, dari pemberdayaan perempuan hingga memfasilitasi transfer pengetahuan antara profesional museum dan peneliti budaya di Indonesia dan Inggris, program ini mendukung berbagai topik/sektor untuk kolaborasi,” kata Summer. (Z-8)

Mungkin Anda Menyukai