KKN Plus, Ruang Perjumpaan Muhammadiyah-NU

SEJAK muncul gerakan Reformasi pada 1998, kita mengenal ada dua jenis KKN. Pertama, KKN dalam pengertian yang sangat positif-konstruktif, dan kedua, KKN dalam pengertian yang sangat negatif-destruktif.

KKN pertama ialah kuliah kerja nyata yang dirintis Koesnadi Hardjosoemantri pada saat beliau menjadi Direktur Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada 1971. KKN itu merupakan kegiatan pengabdian mahasiswa pada masyarakat yang pada tahap awal (tahun akademik 1971/1972) dilaksanakan di tiga kampus, yakni Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta; Universitas Hasanuddin, Makassar; dan Universitas Andalas, Padang.

Eksispun KKN kedua ialah korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dicetuskan Amien Rais saat menjadi Ketua Lumrah Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Istilah KKN itu jauh lebih populer dari yang pertama karena terkait erat dengan kejahatan struktural yang menjadi musuh utama gerakan Reformasi yang antara lain dipimpin oleh Amien Rais.

Baca juga : NU Muhammadiyah sudah Dapat Jatah, Giliran MUI Kaji Izin Kelola Tambang

 

KKN konstruktif

Tulisan ini akan fokus pada KKN dalam arti yang konstruktif sebagai bagian integral dalam kehidupan kampus. KKN termuat dalam Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Mengertin 2003 tentang Pendidikan Nasional, yakni setiap perguruan tinggi memiliki tri darma dengan kewenangan menjalankan tiga hal, yakni pendidikan dan pengajaran, penelitian, serta pengabdian pada masyarakat. 

Baca juga : 4 Hal yang Disampaikan Jokowi dalam Pertemuan dengan Presiden UEA

Di lingkungan Perguruan Tinggi Muhammadiyah-‘Aisyiyah (PTMA), KKN disebut sebagai catur daarma PTMA yang tidak hanya pada tiga hal di atas, tetapi juga ada tambahan di urutan pertama, yakni al-Islam dan kemuhammadiyahan (AIK).

KKN yang konstruktif itu, seperti disebutkan di awal tulisan, merupakan bentuk pengabdian pada masyarakat luas yang dilakukan oleh mahasiswi/a dengan pendekatan lintas keilmuan, program studi, dan sektoral pada waktu dan daerah tertentu di Indonesia.

Seiring dengan perkembangan waktu, KKN mengalami banyak perubahan dan improvisasi. Ketika saya menyelesaikan S-1 di UIN Jakarta, antara 2001-2004, kebijakan KKN dapat dikonversi dengan aktif berkegiatan di tingkat kampus dan masyarakat yang dibuktikan dengan sertifikat minimal ada 100 lembar, surat tugas, publikasi tulisan di koran nasional, dan foto kegiatan.

Baca juga : PBNU Siap Kelola Tambang dengan Halal, Muhammadiyah belum Beri Kepastian

Definisinya, kala itu dengan mengumpulkan semua persyaratan, saya termasuk yang tidak perlu KKN pada masyarakat. Kini, KKN bahkan ada KKN internasional, KKN antarkampus PTMA yang dikenal dengan KKN MAs (KKN Muhammadiyah-‘Aisyiyah), KKN mandiri atau KKN reguler yang diadakan internal kampus. 

Cek Artikel:  Korupsi Rezim Infrastruktur

 

Perjumpaan Muhammadiyah-NU

Baca juga : UNHCR Niscayakan Biaya Zakat dan Sedekah Bantu Pengungsi Membutuhkan

KKN Plus 2024 ialah inisiatif baru, pertama kali di ITB Ahmad Dahlan Jakarta, dan bisa jadi akan menyusul di kampus lain. KKN Plus ialah model pengabdian kepada masyarakat yang berfokus pada pesantren tradisional dan masyarakat sekitar pesantren yang bertujuan mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari mahasiswi/a, terutama dalam hal digitalisasi, paperless, dan teknologi lainnya. 

KKN Plus dirancang untuk membantu pesantren tradisional meningkatkan kapasitas mereka dalam hal pengenalan program teknologi terbarukan, marketing dan branding, administrasi dan manajemen tata kelola pesantren yang profesional dengan pencatatan keuangan, akuntansi dan pengenalan sistem perpajakan, serta pendekatan alam seperti green pesantren.

Karena dilaksanakan oleh PTMA dan diabdikan untuk membantu pesantren di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU), KKN Plus itu bisa dikatakan sebagai salah satu bentuk ruang perjumpaan Muhammadiyah dan NU.

Sekalipun para peserta tinggal di pesantren selama KKN, mereka juga memiliki kewajiban melakukan hal serupa pada masyarakat, seperti kelurahan atau kelompok masyarakat yang memiliki usaha kecil, termasuk pada sekolah-sekolah negeri atau swasta yang masih menggunakan tata kelola dengan sistem sederhana dan manual.

Mengusung tema Kemitraan global untuk keulamaan perempuan, Islam wasathiyah, nilai-nilai empati-simpati, serta SDM yang unggul, kompetitif, dan keberlanjutan kader persyarikatan, KKN Plus menggabungkan empat hal plus one. Pertama, kemitraan global untuk menumbuhkan nilai-nilai kepemimpinan perempuan pada mahasiswi/a. 

Kedua, mempraktikkan pengamalan dan pengabdian nilai-nilai al-Islam dan kemuhammadiyahan (AIK) beserta keilmuan mahasiswi/a yang telah dimiliki dari kampus pada masyarakat. 

Ketiga, pertukaran pengalaman sebagai mahasiswi/a dari kampus PTMA, yakni Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Jakarta, pada komunitas Nahdhatul Ulama (NU) untuk mempererat ukhuwah islamiah, memecah kemungkinan bibit-bibit kebekuan komunikasi atau prasangka selama ini, pengalaman hidup bersama selama lebih kurang satu bulan untuk mengukuhkan Islam wasathiyah, nilai-nilai empati-simpati.

Keempat, penguatan jejaring kader persyarikatan ITB-AD dengan memberikan beasiswa plus pada kader NU pada keilmuan atau program yang kemungkinan tidak dimiliki kampus-kampus NU sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia (SDA) orang muda yang unggul, kompetitif, dan keberlanjutan sehingga mendukung pertumbuhan dan penyebaran ilmu pengetahuan teknologi, informasi, dan ekonomi digital yang menjadi khas ITB-AD pada pengembangan pendidikan di daerah tersebut. Terakhir, plus one, yakni pelibatan dosen pembimbing KKN Plus untuk pengalaman keilmuan dan pengalaman dosen pada komunitas/masyarakat. 

Pilihan KKN Plus yang pertama itu jatuh pada Pondok Pesantren (Ponpes) Al Islamy Kebon Jambu, Cirebon, mulai 13-31 Agustus 2024. Pesantren itu dipilih karena memiliki kesejarahan sebagai tempat perhelatan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pertama pada 2017. 

Cek Artikel:  Generasi Digital dan Bonus Demografi

Sebagai salah satu tim yang terlibat dalam penyusunan dua dari tiga fatwa, yakni fatwa penghapusan kekerasan seksual dan fatwa penghapusan perkawinan anak, tentu saya memiliki hubungan emosional dengan pesantren tersebut. Ditambah lagi pesantren itu dipimpin oleh seorang ibu nyai, bukan kiai pada umumnya yang memimpin pesantren.

Pesantren itu dikelola secara manual dan sederhana, mengutip sambutan Ibu Nyai Masriyah Amva pada penerimaan peserta KKN Plus (13/8/2024). “Pesantren ini masih sederhana, kita menjalankannya tidak memakai ilmu apa-apa, coba memakai ini gagal, ganti lagi yang lain, terus begitu, makanya ini yang pertama. Kalau ITB Ahmad Dahlan datang membawa ilmu akuntansi, manajemen, teknologi, ini yang pertama buat kami, dan terima kasih sekali, yang kita awalnya tidak tahu.”  

Selain itu, pesantren tersebut berafiliasi dengan Nahdhatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia, yang terkenal dengan kekhasannya sebagai pesantren tradisional, pengutamaan pada pemahaman kitab kuning dan tradisi ulama klasik. Kehadiran 10 orang mahasantri (mahasiswi/a) terpilih sebagai Duta ITB-AD dari disiplin ilmu berbeda, yakni akuntansi, manajemen, arsitektur, desain komunikasi visual, sistem informasi, dan teknik informasi, memungkinkan terjadinya perjumpaan antara kader Muhammadiyah dan NU. 

Dengan demikian, mereka bisa saling mengenal keragaman pemikiran, muamalah, dan corak ibadah antara Muhammadiyah dan NU. Peserta didik ITB-AD mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru tentang kehidupan pesantren dan belajar tentang keulamaan perempuan. Hal itu sejalan dengan firman Allah SWT bahwa perempuan dan laki-laki memiliki persamaan penghargaan di hadapan Allah (QS Al-Ahzab:35). 

 

Toleransi dan pluralisme

KH Husein Muhammad dalam Mengaji Pluralisme kepada Mahaguru Kesadaran mengatakan nilai-nilai dasar universal seperti kesetaraan (al-musawah), kebebasan (al-hurriyyah), keadilan (al-‘adalah), toleransi (al-tasamuh), persatuan (al-ittihad), persaudaraan (al-ukhuwwah) dan kepentingan publik (al-mashalih al-‘ammah) penting menjadi indikator dari pemaknaan pluralisme seseorang. 

Kepada itulah, KKN Plus dirancang sebagai upaya mengikis bibit-bibit prasangka buruk atau potensi intoleransi antargenerasi muda Muhammadiyah-NU. Jadi, biarlah masa lalu terjadi pembakaran masjid Muhammadiyah di Aceh, pembubaran ceramah, atau berbeda pendapat salat Idul Fitri yang sempat memanas.

Yang terpenting pada masa depan, orang muda Muhammadiyah-NU saling rukun dan menghargai tanpa menghakimi. Bila selama mata kuliah AIK saja saya–dan kami–bisa bertoleransi dengan nonmuslim, apalagi sesama muslim, walau beda organisasi, tentu akan saling mendukung dan bekerja sama.  

Cek Artikel:  Kampanye Presiden, Putra Mahkota, dan Ambisi Satu Putaran

KKN Plus dimaksudkan menjadi jembatan ilmu, skill, pengetahun bagi kader ponpes dan NU belajar keilmuan di luar ilmu-ilmu pesantren dengan kemudahan akses dan biaya, apalagi model UKT kampus negeri tentu menghambat minat belajar bagi masyarakat menengah ke bawah. Maka itu, ITB-AD sebagaimana cita-cita berdirinya Muhammadiyah, yakni feeding (santunan dan pemberdayaan), schooling (pendidikan), dan healing (pengobatan dan penyehatan) mentransformasi bahwa amal usaha Muhammadiyah perlu dikelola sebagai industri jasa dan dilepaskan dari pengarusutamaan pemberdayaan rakyat miskin sebagaimana Muhammadiyah pada periode awal ketika masih dipimpin KH Ahmad Dahlan (Tuhuleley, 2015). 

 

Praktik keilmuan

Ahmad Najib Burhani (2015) menarasikan tak ada ormas Islam dari negara mana pun yang memiliki amal usaha sebanyak yang dimiliki oleh Muhammadiyah. Karena itulah, ITB-AD berharap menjadi bagian integral tumbuhnya kader ponpes dan kader NU yang dapat mengelola amal usaha secara modern sebagaimana Muhammadiyah-‘Aisyiyah. 

Melalui KKN Plus, 10 mahasiswi/a mempraktikkan ilmu mereka yang mula-mula dianalisis dan diselaraskan dengan kebutuhan pesantren yang belum ada. Hasilnya ada yang membuatkan site plan, menyusun buku profil dan logo ponpes, menghasilkan desain kemasan hidroponik, dan membuatkan robotik. 

Selain itu, ada juga yang menyiapkan master pembukuan, cash flow, buku kwitansi. Mendesain buku panduan penerapan fungsi manajemen sumber daya manusia berdasarkan ilmu manajemen dan memberikan guide book e-filing berupa PPT (power point presentation). Terakhir, membuatkan kalkulator pajak penghasilan (PPh) 21 untuk slip gaji. Tentu saja semua hal itu merupakan hal baru bagi pesantren–dalam hal ini Ponpes Kebon Jambu. 

KKN Plus mendapatkan dukungan penuh dari sivitas kampus. Begitu pelepasan, rektor, seluruh wakil rektor, dekan, dan kepala prodi hadir. Lewat secara resmi ditutup oleh Rektor ITB-AD Yayat Sujatna dan penandatangan kesepakatan bersama serta seminar nasional yang menghadirkan Indra Gunawan (Staf Ahli Bidang Hukum dan HAM Kementerian PPPA RI), Ruby Kholifah (Direktur AMAN Indonesia), dan Sarli Amri (Kepala AIK ITB-AD), serta didukung oleh Sadigi dan AMAN Indonesia. 

KKN Plus merupakan terobosan yang perlu dikembangkan lebih lanjut. Kepada sementara ini, sebagai tahap awal, diharapkan ada kader Ponpes Kebon Jambu dan kader NU yang kuliah di kampus ITB-AD sebagai wujud pengejawantahan hal tersebut. Pada langkah berikutnya, tentu ada baiknya juga jika diperluas, menjangkau lebih banyak perguruan tinggi dan pesantren yang jumlahnya ratusan atau bahkan ribuan di seluruh Indonesia.

 

Mungkin Anda Menyukai